Berlari-lari kau ke hulu, merangkak-rangkak kau ke hilir
Larut dalam jingga, tenggelam dalam hitam
Sesampai kau di tempat berlindung, bukan hilang penat yang kau rasa, malah gemuruh yang kau terima
Terisak kau tak terima, mengutuk kau pada si bantal
"Malang nian nasibku, sudahlah penat, perutpun lapar, dasar Bapak tukang marah"
Malam kian larut, masih saja kau kalut, si otak berperang dengan si perut
"Ah sudahlah, paling Bapak sudah tidur"
Melangkah kau hati-hati, menuju tudung idaman hati, hingga mata tak hati-hati, tersungkur kau lalu terkena belati, darah mengucur tiada henti, tangis kau menjadi-jadi
Hingga si pemilik marah hari ini, terkejut pucat pasi, lalu menggendong mu berlari meski tanpa alas kaki, berharap segera bertemu bapak mentari
Sakit yang kau rasa berganti haru, hingga terisak kau dalam hati, berdialog kau dengan diri
"Begitu berdosakah aku Tuhan? Hingga kau tunjukkan kepadaku betapa besar cintanya untukku?"
(Jakarta, 13 Juli 2022)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H