Ketika melihat kanal kompasiana, Topik Pilihan, menyimak judul atau tema yang ditawarkan. Mata tertuju pada salah satu tema yang saya jadikan judul tulisan ini pula. Langsung tertarik. Pun baca sekilas penjelasan hal apa yang akan kita ceritakan di akun kompasianer kita, 'Asyik nih tema, dengan cara kutulis seolah-olah saya diwawacarai pihak wartawan. Simak aja penuturan saya berikut ini. Gaya menulis seseorang memang berbeda-beda, yang pasti asli dari hati dan buah pikirku.
Kata orang, seniman dan pujangga akan lebih produktif ketika mengalami gejolak dalam kehidupannya. Benarkah demikian?
Menurut saya sih ada benarnya. Saat kita ditimpa rasa galau dan super galau, rasa suntuk, rasa cemas, rasa sedih mendadak bisa berkarya. Terutama menyampaikan uneg-uneg dalam bentuk puisi atau bercerita bagi seniman yang bergulat di dunia tulis menulis. Bagi seniman bermusik, tentu dituangkan ke dalam sebuah lagu. Jadi produktif.
Bagaimana denganmu?
Saya katakan iya, benar. Semisal, kita sedang putus cinta dari kekasih kita atau bercerai dengan pasangan, mendadak lancar menjadi seorang pujangga. Saat kita mengalami permasalahan hebat dengan suami atau istri pun juga akan lebih mudah mengeluarkan uneg-uneg kita.
Saya bisa menulis puisi dan cerpen karena lahir buah kegalauan. He he he.
Situasi seperti apa yang membuatmu produktif dan kaya akan gagasan?
Di saat sedang senang menikmati jalan-jalan. Pena dan secarik kertas mesti ada di hadapan saya. Juga di saat ada rasa sedih, patah hati dan saat berlibur.
Atau malah ketika sedang tertekan?
Iya. Ditekan deadline ide dan menulis lancar. Sebelumnya gonta ganti melulu cerita yang saya tuliskan.
Wajar saja. Dengan menuliskan perasaan saat itu, karya dapat menjadi salah satu cara kita menuangkan emosi, berekspresi, bahkan mengenali diri sendiri.
Betul. Ketika ada tawaran antologi perdana bersama novelis top markotop, saya langsung setuju untuk ikutan berkontribusi. Saya tidak melihat ajakan itu gratis atau tidak. Saya melihat tema dan pas dengan perasaan ingin menuangkan ide saya dalam sebuah karya. Sekaligus belajar buat buku walaupun antologi.
Saat menulis diary, misalnya, situasi yang saat itu dirasakan biasanya jadi bahan bakar kala menulis. Apalagi jika diary itu selesai ditulis, seperti ada perasaan lega karena telah tersampaikan isi hatinya.
Yess! Lega banget. Plong. Seperti selesainya cerpen kita kemudian kita kirim ke penerbit atau media cetak.
Coba, dong, bagikan bagaimana cara Kompasianer mengolah rasa sehingga menjadi karya? Apakah ada ritual khususnya.
Saya pernah punya punya blog di situs friendster dan lancar menuliskan hampir tiap hari. Situsnya sudah hangus, Alhamdulillah saya masih menyimpannya. Karena bagi saya ini adalah karya terbaik saya. Ada sebuah puisi yang kata teman-teman bagus, dan saya pun memasukkan ke dalam antologi perdana saya.
Mengolah rasa kita dalam bentuk karya. Bagi yang dibekali ilmu menulis, tulis. Kirim ke media cetak atau media online seperti Kompasiana yang mewadai. Bagi yang dibekali seni tarik suara, coba bikin lagu dan nyanyikan. Jadikan konten youtube.
Jangan lupa bagikan melalui sosial media kita agar lebih banyak yang baca. Sapa tahu karya kita bermanfaat dan menginspirasi pembaca.
Penulis & Copyright,
Novy E.R
Blogger & Employee
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H