Program multidisiplin juga bisa melakukan diklat bagi tagana. Sebagai gambaran, untuk mitigasi bencana tanah longsor membutuhkan personel khusus yang berasal dari  Taruna Siaga Bencana (Tagana), petugas konservasi alam dan LSM yang bergiat untuk lingkungan. Mestinya ada program untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan bagi personel diatas agar lebih tangguh menghadapi bencana sekaligus mampu melakukan mitigasi bencana di lapangan seperti pengamatan perbukitan yang berpotensi terjadi longsor.
Untuk mengatasi lemahnya mitigasi tersebut dibutuhkan SDM yang bisa terjun langsung mengamati secara teliti terhadap lereng atau perbukitan yang rawan longsor. Perlu pemberian pengetahuan praktis tentang ilmu geologi secara praktis seperti masalah kestabilan lereng dengan menggunakan parameter-parameter seperti kekuatan tanah dan batuan, sudut lereng, iklim, dan vegetasi.
Selain itu juga perlu ditambahkan pengetahuan kepada para personel agar bisa melakukan monitoring secara cermat melalui pemasangan alat-alat pemantau tinggi permukaan air tanah atau piezometer, kecepatan gerakan tanah atau extensometer dan arah gerakan tanah atau inclinometer. Â Juga pemahaman ilmu tentang kestabilan lereng, pemahaman proses-proses yang mengakibatkan runtuhnya dinding, penganalisaan sudut lereng yang aman, penirisan air pada lereng pit, pemantauan kondisi lereng secara visual maupun dengan peralatan geologi.
Perguruan tinggi bisa menjadi solusi untuk mengelola data spasial yang sudah dibangun oleh pemerintah daerah. Yakni Infrastruktur Data Spasial Daerah (IDSD). Pada prinsipnya data spasial merupakan data yang memiliki referensi keruangan atau geografi. Setiap bagian dari data tersebut selain memberikan gambaran tentang suatu fenomena, juga dapat memberikan informasi mengenai lokasi dan juga persebaran dari fenomena tersebut dalam suatu ruang atau wilayah. Apabila dikaitkan dengan cara penyajian data, maka peta merupakan bentuk atau cara penyajian data spasial yang paling ideal. Data spasial juga bisa diintegrasikan dengan sistem kependudukan. Jika terjadi bencana, maka identifikasi korban bisa dilakukan secara baik.
SDM multidisiplin kebencanaan bisa memberikan kemudahan kepada publik untuk mengakses peta dasar maupun peta tematik yang terbaru dan bersifat GIS ready atau dengan format Geographic Information System yang bisa diunduh dengan mudah lewat internet. Sehingga data-data dengan skala yang ideal itu bisa diolah oleh semua pihak hingga memiliki nilai tambah, mendorong inovasi dan bisa menjadi problem solving di daerah.
Ada empat elemen yang perlu diperhatikan dalam membangun IDSD, yakni  kerangka institusi, kelompok data dasar, standar teknis dan jaringan akses data. Juga diperlukan faktor skala peta yang sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan. Contohnya pada tingkat skala wilayah Provinsi, skala 1:10.000 untuk data spasial  dasar, dan skala 1:25.000 untuk data spasial tematik. Seringnya bencana alam gempa bumi, banjir, kekeringan dan tanah longsor akhir-akhir ini sangat membutuhkan peta tematik dengan prioritas tema kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah dan tata guna lahan. Hal itu untuk memperkuat usaha mitigasi bencana geologi agar risiko korban jiwa dan harta benda bisa diminimalkan.
Banyak negara yang wilayahnya rawan bencana yang saat ini terus menerus memperbaiki manajemen penanganan bencana. Perlu metode atau inovasi yang mampu bisa mereduksi durasi penanganan bencana alam. Durasi atau waktu pengerjaan bukan berarti memperbanyak jumlah orang yang bekerja secara keroyokan. Durasi lebih mengedepankan kerangka waktu dan biaya yang digunakan untuk memilih aktivitas mana yang utama. Usaha untuk mempersingkat durasi penanganan bencana sangat tergantung kepada  organisasi dan tata kelola lembaga penanganan bencana. Mandat penanggulangan bencana sesuai dengan UU No 24/2007 yang diberikan kepada BNPB.Â
Eksistensi perguruan tinggi perlu ditingkatkan kapabilitasnya, baik secara teknis (peralatan), jumlah SDM ahli kebencanaan, kecanggihan sistem TIK ( teknologi informasi dan komunikasi ) maupun materi pelatihan.Kompetensi Taruna Siaga Bencana (Tagana) bentukan Kementerian Sosial yang telah eksis di setiap daerah tingkat dua perlu ditingkatkan dengan berlatih di perguruan tinggi. Termasuk penggunaan alat-alat berat dan pengetahuan praktis tentang konstruksi bangunan sipil, pengairan hingga permesinan. Baik latihan dengan alat simulator maupun praktik langsung.
Pengalaman penanganan bencana gempa bumi selama ini menunjukkan kurangnya alat berat dan personel yang bisa mengoperasikan. Seperti alat pelubang beton dan pile-driving. Juga alat-alat berat  seperti buldozer,  hydraulic  excavator,  wheel loader,  dump  truck, forklift  dan  jenis  alat  berat  lainnya.  Untuk mengoptimalkan penggunaan alat tersebut dibutuhkan koordinasi dan sistem informasi. Juga pengetahuan yang menyangkut cara kerja dan penentuan spesifikasi alat berat yang dibutuhkan.
Profesi  operator  alat  berat  merupakan  profesi  yang  memerlukan  keahlian khusus  untuk mengoperasikan  berbagai  jenis  peralatan.  Seseorang yang punya keahlian mengoperasikan  unit tertentu  tidak  otomatis  dapat  mengoperasikan  jenis  unit  yang  lain. Melihat  begitu komplek bidang pekerjaan operator alat berat perlu menyusun materi latihan khusus dengan berbagai model/simulasi dan skenario jika terjadi bencana serta memperhitungkan populasi penggunaan peralatan alat berat.