EKSISTENSI alumni perguruan tinggi yang berhimpun dalam ikatan alumni sangat bermanfaat untuk mengembangkan almamaternya. Terlebih untuk perguruan tinggi yang tidak sehat, peran alumni bisa membantu mengatasi masalah tersebut.Â
Alumni juga sangat strategis perannya untuk membantu memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang masih aktif. Selain itu juga bisa membantu masalah pendanaan kegiatan operasional kampus bagi PT yang sedang mengalami masalah.
Inisiatif gotong royong alumni perguruan tinggi juga bisa berbentuk kerjasama dengan perguruan tinggi luar negeri. Juga universitas asing yang akan dan telah beroperasi di Indonesia. Karena banyak alumni yang melanjutkan pascasarjana di perguruan tinggi terkemuka di luar negeri. Sehingga sangat potensial untuk bekerjasama dengan almamaternya.
Inisiatif gotong royong alumni PT juga sangat efektif untuk membantu pemerintah daerah untuk merumuskan kebijakan pembangunan, menyusun peraturan dan membantu pemilihan teknologi dan kegiatan inovasi bagi pemerintah daerah
Alumni merupakan salah satu indikator kinerja utama (IKU) perguruan tinggi. IKU tersebut merupakan  indikator yang mengukur keberhasilan perguruan tinggi dalam mencetak lulusan yang memiliki banyak alumni yang mendapatkan pekerjaan, menekuni usaha sendiri, atau melanjutkan studi. Untuk mengetahui kondisi alumni setelah menyelesaikan pendidikan, perguruan tinggi dapat melakukan tracer study. Tracer study adalah pelacakan alumni yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi seperti masa tunggu, gaji, dan kesesuaian pendidikan dengan pekerjaan.
Penulis sebagai alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) yang kini telah berusia 104 tahun sangat terbantu dengan jejaring alumni. Sejak berdiri pada 3 Juli 1920 dengan nama Technische Hoogeschool te Bandoeng disingkat TH te Bandoeng, TH Bandung, atau THS tentunya telah memiliki alumni yang kental dengan semangat perjuangan dan tradisi gotong royong.
Keniscayaan, alumni PT perlu banyak inisiatif dan mewujudkan platform gotong royong. Inisiatif dan platform gotong royong alumni PT diharapkan bisa menjadi ujung tombak untuk membantu almamaternya dan pada gilirannya mampu mendongkrak indeks daya saing SDM bangsa. Masyarakat prihatin melihat peringkat Global Talent Competitiveness Index (GTCI) bangsa Indonesia menduduki urutan ke-77 dari total 119 negara di dunia.
Dalam mengukur indeks GTCI, lima pilar yang digunakan antara lain enable, atau keberagaman dalam pengetahuan, pengalaman, dan cara menyelesaikan masalah. Pilar kedua dan ketiga adalah attract atau kemampuan menarik sumber daya asing, dan grow atau kemampuan untuk meningkatkan kompetensi diri melalui pendidikan dan pelatihan. Sementara dua pilar lainnya yang digunakan sebagai penilaian adalah pendidikan vokasional dan teknikal serta pengetahuan global.
Makna terdalam yang terkandung lembaga pendidikan tinggi adalah menyiapkan sebanyak mungkin SDM Iptek yang unggul. Baik SDM yang menggeluti teknologi terkini maupun teknologi tepat guna yang sangat dibutuhkan oleh usaha rakyat.Â
Untuk mencetak dua kategori SDM Iptek tersebut dibutuhkan program yang progresif dan luar biasa. Menyiapkan SDM tanpa mewujudkan demokratisasi teknologi tidak akan optimal. Generasi Z dan milenial sebagian besar hanya menjadi obyek produk teknologi dari luar negeri.
Peran alumni untuk mengatasi kebutuhan ruang kreativitas dan inovasi di kampus almamaternya sangat dinanti. Â Mencetak generasi emas Indonesia tidak semudah membalikkan tangan. Mesti ada usaha keras untuk melepas belenggu sistem pendidikan nasional lalu dibutuhkan inisiatif jitu yang sesuai semangat zaman. Karena pendidikan menjadi kunci kemajuan dan cara terbaik untuk meningkatkan martabat bangsa.