Mohon tunggu...
Rivira Yuana
Rivira Yuana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wakil Rektor Bidang Transformasi Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN), Pengembang TIK

Wedha Wiyata Wira Sakti

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Penguatan Pendidikan Vokasi dan Balai Latihan Kerja dengan Teknologi Simulator

12 Agustus 2024   14:23 Diperbarui: 12 Agustus 2024   15:52 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simulator untuk pendidikan dan pelatihan perkeretaapian (dokpri/RIVIRA YUANA) 

Baru saja kita memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-29 pada tanggal 10 Agustus 2024. Pertanyaan yang esensial terkait dengan peringatan tersebut adalah seperti apa daya saing dan kompetensi SDM teknologi nasional. Terutama terkait dengan taut suai ( link and match ) dengan dunia industri dan era revolusi Industri 4.0.

Perlu penguatan pendidikan vokasi dan Balai Latihan Kerja (BLK) yang selama ini kondisinya ketinggalan zaman. Apalagi kondisi BLK baik milik pemerintah maupun swasta saat ini sebagian besar masih ketinggalan zaman dan kekurangan instruktur yang memiliki kompetensi industri 4.0.

Kendala diatas sebenarnya bisa diatasi dengan sistem pendidikan vokasi dan BLK yang mengedepankan teknologi simulator. Pelatihan dan pembelajaran dengan metode simulator lebih efektif, bahkan lebih murah karena tidak menghabiskan material habis pakai untuk pelatihan dengan metode konvensional. Selain itu dengan teknologi simulator untuk case atau situasi yang berbahaya seperti operator alat berat di sektor pertambangan yang mengandung risiko tinggi bisa diatasi dengan metode simulator.

Talenta vokasi menuntut kompetensi unggul yang diasah selama proses belajar agar bisa bersaing di pasar kerja. Dukungan teknologi yang diaplikasikan di sekolah maupun kampus vokasi dapat membantu para siswa/mahasiswa vokasi memperoleh capaian pembelajaran dan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja. Yang sangat relevan pada saat ini adalah dengan penggunaan teknologi virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) yang diaplikasikan pada simulator untuk berbagai jenis pekerjaan permesinan, antara lain pengelasan.

Selain untuk pelaksanaan perkuliahan, simulator ini juga dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian dan sertifikasi yang berkaitan dengan pengelasan dengan sensasi pengelasan yang mendekati mesin las sesungguhnya, namun tidak ada risiko panas, asap, gas, dan percikan api sehingga kegiatan pengelasan jauh lebih aman.

Keniscayaan, pentingnya transformasi pendidikan vokasi dari jenjang SMK, Politeknik, hingga program SI,S2 dan S3 Prodi Terapan dengan berbagai aspek pembelajaran dengan perangkat simulator. Pembelajaran ini tidak hanya terkait dengan pekerjaan jenis operator saja, seperti operator alat berat, operator kereta cepat, operator tekno biomedis (alkes) atau operator alutsista ( alat utama sistem senjata ) di dunia militer. Teknologi bisa untuk pengembangan yang lebih luas terkait dengan program maintenance untuk mesin-mesin canggih, seperti pesawat terbang, kereta cepat hingga peralatan medis.

Simulator untuk pelatihan dan pendidikan tenaga kesehatan (dokpri/RIVIRA YUANA) 
Simulator untuk pelatihan dan pendidikan tenaga kesehatan (dokpri/RIVIRA YUANA) 

Hingga kini pendidikan dan pengembangan karir dan kompetensi pekerja banyak yang stagnan. Sistem training dan diklat bagi pekerja belum sesuai dengan kemajuan zaman. Kondisi BLK yang ada juga masih memprihatinkan. Masih kekurangan instruktur berkualitas dan kurangnya workshop yang sesuai dengan jenis teknologi yang mendukung Industri 4.0.Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) tengah fokus mencetak sarjana terapan atau diploma empat. Langkah tersebut sebaiknya diperkuat dengan pengadaan modul-modul simulator yang dibutuhkan dalam prodi tertentu.

Mewujudkan sarjana terapan yang ideal perlu memperhatikan pasar tenaga kerja. Membentuk sarjana terapan tidak sekedar meningkatkan atau upgrade strata D3 menjadi sarjana terapan. Jangan sampai ujung-ujungnya menjadi pengangguran. Perlu kajian lintas bidang untuk mewujudkan skema taut suai (link and match) dunia usaha dan dunia industri (DUDI).

Skema taut suai sebaiknya diterangkan dalam portofolio kompetensi lewat Surat Keterangan Pendamping Ijazah atau SKPI sebagai dokumen formal yang dikeluarkan oleh institusi perguruan tinggi. Surat yang juga disebut diploma supplement ini berisi pencapaian akademik serta kualifikasi kompetensi lulusan pendidikan vokasi. 

SKPI ini di keluarkan untuk mendampingi ijazah dan transkrip. Ijazah merupakan bukti kelulusan , dan transkrip merupakan pencapaian nilai selama menempuh jenjang Pendidikan.  Sedangkan SKPI ini menerangkan kompetensi yang dibuat secara kredibel dalam narasi deskriptif yang sesuai dengan DUDI.

Untuk mencetak sarjana terapan para pemangku kepentingan perlu duduk bersama menyusun kurikulum yang sesuai dengan standar DUDI, sertifikasi kompetensi guru, dosen, dan peserta didik.  Kurikulum perlu menghadirkan ahli dari industri secara rutin untuk mengajar.

Pengelola perguruan tinggi vokasi (PTV) agar tidak hanya berfokus pada kompetensi keterampilan teknis (hard skills) saja. Namun, pada aspek kognitif dan keterampilan non teknis (soft skills) mahasiswa, sehingga mereka memiliki kemampuan yang memang dibutuhkan DUDI. Mindset hanya hard skills agar ditinggalkan. Anggapan selama ini bahwa vokasi hanyalah mencetak tukang itu salah dan harus dikubur. Vokasi saatnya mencetak pemimpin, kreator, inovator. Menghasilkan ahli dengan level tinggi yang solutif di dunia nyata.

Pada masa yang akan datang, kebijakan pendidikan vokasi mesti berpusat pada penguatan SMK, D2 jalur cepat (fast track), D4, magister terapan, dan doktor terapan. Hal tersebut ditegaskan oleh Dirjen Dikti Kemendikbud. Pada era 4.0 ini semakin dibutuhkan talenta-talenta dengan penguasaan keterampilan non teknis (soft skills) mumpuni seperti kemampuan memecahkan masalah yang kompleks dan berpikir kritis untuk menjawab tantangan serta memberikan solusi kepada pelanggan.

SMK merupakan salah satu cabang pendidikan kejuruan teknik yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Sebagaimana dikutip dari Buku SMK Dari Masa ke Masa yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2015 lalu disebutkan sekolah kejuruan yang didirikan Belanda memiliki tiga corak yaitu corak kewanitaan, sekolah teknik, dan sekolah pertanian.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari jumlah angkatan kerja 136,18 juta orang, segmen pengangguran paling tinggi adalah lulusan SMK. Tingkat pengangguran terbuka menurut pendidikan, selama lima tahun terakhir tidak banyak berubah, paling tinggi masih dari SMK, lalu dari diploma I, II, dan III, lalu disusul SMA.

Selama ini pemerintah masih terkendala dalam mengelola postur SDM bangsa, utamanya segmen lulusan SMK. Pemerintah selama ini belum memfasilitasi secara total untuk meningkatkan kompetensi lulusan dalam bidangnya. Persoalan keterserapan lulusan SMK masih memprihatinkan. Keterserapan tersebut dipengaruhi oleh kondisi guru produktif di SMK yang masih kurang jumlahnya dan kualitasnya masih belum sesuai dengan standar dunia industri saat ini.

Dalam era digitalisasi dan revolusi industri 4.0, Indonesia mempunyai tantangan untuk melakukan revitalisasi pendidikan vokasi dengan teknologi canggih seperti penggunaan teknologi simulator dalam pembelajarannya. Dari sisi kesiapan untuk menghadapi transformasi digital seperti yang ditunjukkan oleh Network Readiness Index, Indonesia berada pada peringkat 73 dari 139 negara. Sementara negara-negara yang setara memiliki kesiapan yang lebih baik, seperti Malaysia (peringkat 31), Turki (48), Thailand (62).

Inovasi pembelajaran menjadi hal penting dalam efektivitas pendidikan dan pelatihan vokasi. Salah satu inovasi tersebut adalah penggunaan welding simulator atau mesin pengelasan yang berbasis VR dan AR. Welding simulator adalah perangkat lunak atau perangkat keras yang menyimulasikan proses pengelasan secara virtual. Hal ini dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman dan efektif, di mana peserta pelatihan dapat meningkatkan keterampilan las mereka.

Contoh welding simulator yang ideal adalah buatan PT Alam Virtual Semesta (AVS)  yang berlokasi di Kota Bandung.  AVS merupakan industri lokal yang menyediakan bermacam peralatan simulator. Mulai dari simulator untuk pendidikan teknik dan kedokteran, simulator kendaraan berbagai tipe, simulator alat berat, simulator kereta, hingga simulator alat-alat militer seperti tank dan senjata. Bahkan perusahaan ini sudah mengekspor simulator tank sebagai kebutuhan tentara Filipina. Hampir 100 persen teknologi simulator diciptakan sendiri oleh engineer dan teknisi yang bergabung dalam AVS terutama dari sisi perangkat lunak maupun pembuatan body simulator dikerjakan sendiri atau melalui mitra lokal.

Pendidikan vokasi dikatakan berhasil jika SMK sudah memiliki sistem keterserapan yang baik bagi lulusannya. Hal itu ditandai dengan keterampilan lulusan sekolah yang menarik perhatian industri. Presiden ketiga Republik Indonesia BJ Habibie merupakan pelopor pendidikan vokasi di tanah air. Program vokasional atau kejuruan yang berbasis apprentice untuk membangunkan nilai tambah lokal.

Habibie menerapkan sistem apprentice untuk memenuhi kebutuhan SDM industri strategis yang dia pimpin dalam waktu yang cepat. BUMN industri strategis, seperti industri pesawat terbang PT Dirgantara Indonesia (PT DI) pernah mencetak puluhan ribu teknisi ahli yang direkrut dari lulusan SMA dan SMK menjadi SDM industri yang andal dan sesuai dengan kebutuhan.

Apprenticeship diadopsi BJ Habibie dari Jerman merupakan sistem  pendidikan kerja, yang mengombinasikan pelatihan di tempat kerja dengan pembelajaran berbasis di sekolah, terkait kompetensi dan proses kerja yang ditentukan secara khusus. Durasi apprenticeship biasanya lebih dari satu tahun dan bahkan di beberapa negara berlangsung selama empat tahun. Pendekatan organisasi buruh sedunia ILO untuk apprenticeship adalah mekanisme pembelajaran canggih atas dasar saling percaya dan kerja sama antar pemangku kepentingan.

Pemagangan berbasis link and match sebaiknya menekankan prinsip desentralisasi. Ini bisa sukses dengan catatan pemerintah daerah harus benar-benar siap secara teknis maupun kelembagaan. Desentralisasi juga menjadi momentum untuk membenahi standardisasi sekolah menengah, terutama SMK. Standardisasi sekolah kejuruan sangat beragam dan tidak sama setiap daerah.

Saatnya bagi pemerintah daerah untuk totalitas menjadikan industri yang terus bergerak bersama SMK. Lulusan SMK mesti memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri. Keniscayaan bagi pemda untuk melaksanakan percepatan kualitas pendidikan vokasi termasuk menjalin kerja sama sinergis antara SMK dengan dunia usaha dan industri agar lulusannya terserap dengan baik. (Rivira)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun