Transformasi Kantin Kampus Menjadi Creative Hub
Oleh  :  Rivira Yuana
Masing-masing civitas akademika perguruan tinggi memiliki kesan yang mendalam terhadap kantin kampus.
Berbagai aktivitas kemahasiswaan banyak melibatkan kantin kampus. Bahkan tidak sedikit mahasiswa yang mengerjakan tugas kuliahnya di lingkungan kantin.
Eksistensi kantin juga merupakan ruang percikan kreativitas, mencari inspirasi serta menumbuhkan proses kreatif bagi mahasiswa.
Oleh sebab itu pengelola perguruan tinggi perlu mentransformasikan kantin kampus menjadi wahana yang tidak sekedar tempat makan minum, tetapi menjadi wahana transformasi proses kreatif bagi mahasiswa.
Suasana kantin perlu dirancang lebih ramah lingkungan dan kebudayaan.
Bagi mahasiswa, kantin kampus memiliki kenangan tersendiri hingga lulus kuliah. Interaksi sosial di kantin sangat dinamis.
Kantin itu layaknya markas besar para mahasiswa untuk beraktivitas selain mengikuti mata kuliah di kelas masing-masing. Juga bagi himpunan mahasiswa.
Beberapa kampus pun memiliki kantin-kantin yang populer hingga dikenali oleh lingkungan luar universitas.
Saat kuliah di Prodi Teknik Fisika ITB, penulis memiliki kesan istimewa terhadap kantin kampus ITB yang terintegrasi dengan Masjid Salman serta gedung pusat bermacam kreativitas dan pengembangan model bisnis.
Bahkan kantin Salman juga memberikan subsidi harga makanan kepada mahasiswa sehingga harga bisa murah namun menunya enak dan beragam.
Perkembangan kantin kampus di beberapa perguruan tinggi pada saat ini terkait erat dengan fakultas. Sehingga fakultas memiliki kantin sendiri dengan ciri khas masing-masing. Baik arsitektur gedungnya, interior hingga menu makanan favorit.
Salah satunya adalah kantin kantin Sastra kampus UI atau biasa disebut Kansas. Kantin yang terletak di dalam komplek Fakultas Ilmu Budaya UI ini tampilannya terbilang unik karena bentuknya bundar dan konsepnya indoor.
Selain itu, tempat ini juga kerap digunakan mahasiswa FIB sebagai tempat nongkrong dan menghabiskan waktu selama masa perkuliahan. Kansas sendiri bahkan menjadi tempat lahirnya grup musik Payung Teduh yang hits dengan berbagai musik puitisnya.
Di Yogya ada kantin Bonbin yang cukup terkenal di kalangan mahasiswa UGM. Uniknya, nama kantin Bonbin ini disebut-sebut berasal dari singkatan "kebon binatang".
Berbeda dengan Kansas yang seakan dimiliki oleh satu fakultas saja, Kantin Bonbin terletak di antara Fakultas Hukum, Filsafat, dan Psikologi. Lokasinya yang strategis ini membuat kantin tersebut jadi tempat berkumpul mahasiswa lintas jurusan.
Transformasi kantin kini sangat relevan dengan pengembangan manajemen talenta, ruang kreatif hingga tempat berimajinasi. Transformasi kantin kampus menjadi creative hub memperkuat posisi kampus sebagai laboratorium dan inkubator ekonomi kreatif.Â
Apalagi untuk perguruan tinggi yang prodinya termasuk pariwisata dan ekonomi kreatif. Saat ini Kemenparekraf sedang membangun creative hub di Destinasi Super Prioritas (DSP). Mestinya program creative hub tidak bersifat eksklusif untuk daerah tertentu saja.
Kampus perguruan tinggi juga bisa dijadikan creative hub karena esensi dari program tersebut sejatinya sebagai tempat pelatihan dan proses kreatif untuk meningkatkan produk, pemasaran dan tata kelola dengan metode yang sesuai dengan kemajuan zaman.
Definisi creative hub atau pusat kreatif sebagai sebuah pokok pangkal dalam hal-hal yang berdaya cipta tidak hanya mencakup segi fisik saja, melainkan juga dari segi jaringan komunitas kreatif yang terbentuk dari para pelaku kreatif serta bermacam aktivitas yang dilakukan. Terutama yang terkait dengan komunitas generasi muda.
Dari segi fisik, creative hub menyediakan tempat dengan ruang-ruang untuk bekerja bagi komunitas kreatif sekaligus menjadi inkubator bisnis industri kreatif.
Esensi bermacam aktivitas dalam creative hub pada hakikatnya menyatukan bakat, keterampilan dan disiplin para pelaku kreatif dalam suatu komunitas kreatif lokal.
Pada akhirnya creative hub bisa membentuk suatu jaringan yang menggerakkan pertumbuhan industri kreatif dalam level kampus, nasional, kemudian berlanjut ke level regional.
Kantin kampus juga tepat sebagai wahana coaching kepada tenant inkubator untuk diberi kesempatan melakukan presentasi bisnis (business pitching) langsung di hadapan angel investor dan pemangku kepentingan lainnya.
Trend Global Jadikan Kantin Kampus sebagai Creative Hub
Untuk menarik angel investor diperlukan kemampuan untuk memahami konsep value investment.
Saatnya program creative hub tidak bersifat eksklusif untuk daerah tertentu saja. Karena esensi dari program tersebut sejatinya sebagai tempat pelatihan dan proses kreatif untuk meningkatkan produk, pemasaran dan tata kelola dengan metode yang sesuai dengan kemajuan zaman.
Pembangunan creative hub sebagai simpul pelaku ekonomi kreatif, diharapkan dapat menampung berbagai macam ide gemilang para mahasiswa, dosen dan komunitas di sekitar kampus. Industri kreatif yang berbasis budaya lokal sangat potensial untuk dikembangkan.
Melalui program creative hub kampus, para pelaku mendapatkan bermacam pelatihan terkait ekonomi kreatif. Dan juga dapat mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang berasal dari seluruh produk industri kreatif yang mereka hasilkan.
Dari sudut akademis, creative hub diartikan sebagai tempat penelitian dan pengembangan,belajar, dan membuat purwarupa (prototype) produk.
Creative hub merupakan sebuah frasa dalam bahasa Inggris yang memiliki pengertian pusat kreatif dalam bahasa Indonesia. Secara harfiah, creative hub atau pusat kreatif dapat diartikan sebagai pokok pangkal atau yang menjadi pedoman dalam hal-hal yang memiliki daya cipta.
Creative hub harus mampu menjangkau ekosistem Indonesia 2029 yang kini menjadi program Indonesia emas pemerintahan baru hasil pemilu 2024.
Tren global kini menempatkan creative hub sebagai cara jitu untuk mengorganisasi inovasi dan pengembangan proses kreatif warga bangsa.
Infrastruktur creative hub yang berupa gedung memiliki greget dan menjadi sangat dinamis jika diisi oleh komunitas yang memiliki daya inovatif dan kreatif yang kurikulum atau materi pelatihan sudah terstruktur.
Eksistensi kantin kampus mestinya juga mendapat perhatian dari Bank Indonesia yang selama ini getol membantu UMKM untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kerakyatan.
Kantin Kampus pada hakikatnya adalah Usaha mikro level kecil, yang merupakan bentuk bisnis jasa resto yang tergolong masih dikelola secara tradisional. Kantin kampus perlu nuansa tradisional yang juga menjadi Co-Working Space.
Bisa jadi nantinya akan terlahir para seniman, konten kreator yang hebat bahkan bisa jadi akan melahirkan peraih Hadiah Nobel. Najib Mahfuz, seorang penulis novel yang kesehariannya berkarya di kedai kopi di Mesir yang mendapat Hadiah Nobel Sastra pada 1988.
Kini warung dan kedai kopi yang dulu menjadi tempat berkreasi dan berkontemplasi bagi si peraih Nobel itu telah menjadi destinasi wisatawan dunia yang sangat terkenal. Bahkan, warung dan kedai tersebut kini dikelola oleh pihak hotel berbintang lima sebagai ikon marketingnya.
Ada beberapa contoh kampus di dunia yang berhasil memanfaatkan kantin sebagai creative hub, salah satunya adalah Stanford University, Amerika Serikat.Â
Kantin di kampus tersebut sering menjadi tempat berkumpul bagi mahasiswa, staf pengajar dan entrepreneur dari Silicon Valley. Pertukaran ide, diskusi proyek-proyek inovatif maupun kolaborasi antar disiplin ilmu merupakan kegiatan sehari-hari.
Ada juga Central Saint Martins, Inggris, di mana kantin di sana sering menjadi pusat kreativitas bagi mahasiswa dan staf yang melahirkan banyak proyek seni dan desain sebagai hasil dari interaksi.
Wahana The Infinity Crystal Universe
Dengan perkembangan teknologi digital saat ini, kantin sebagai creative hub bisa dirancang dengan adanya sebuah ruangan karya seni yang dipadupadankan dengan teknologi terkini sehingga menghadirkan suasana yang berbeda dan memancing kreativitas berikutnya.
Baru-baru ini penulis berkunjung ke Kota Macau, di mana sejak 2020 perusahaan teknologi dari Jepang secara permanen menggelar pusat "artwork" berbasis teknologi terkini yang bisa dikunjungi dengan biaya tertentu.Â
Kelompok ini berfokus membuat "technology park" dengan mengusung ultra teknologi interdisipliner yakni kolaborasi antara seni, sains, teknologi, desain dan dunia alami dengan tujuan untuk mencapai keseimbangan antara seni, ilmu pengetahuan, teknologi dan kreativitas.
Salah satu wahana teknologi yang menarik adalah Pointilisme dimana ini adalah teknik lukisan yang dikembangkan akhir abad-19. Pointilisme menggunakan akumulasi titik-titik warna yang berbeda untuk menciptakan gambar.
Di sini, titik-titik cahaya digunakan untuk menciptakan objek tiga dimensi dan patung cahaya ini meluas tanpa batas ke segala arah atau istilahnya "the infinity crystal universe".
Semestinya kampus-kampus yang mengusung prodi sains dan teknologi bisa menghadirkan "showcase" meskipun kecil sebagai bagian dari kantin untuk memancing ide-ide berikutnya yang akhirnya menjadi creative hub bukan saja untuk sivitas akademika namun meluas pada masyarakat sekitar.
Salah satunya adalah teknologi Augmented Reality (AR) yang dapat ditaruh di kantin universitas untuk menonton pertunjukkan seni, panggung virtual atau sekedar tur virtual di dapur negara tertentu sehingga meningkatkan pengalaman makan pelanggan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H