Saya jarang nonton film-film drama romantis dan kalo diminta bikin daftar 10 film drama terbaik, mungkin saya hanya bisa jawab satu sampai lima. Salah satu film yang masuk daftar adalah "Pretty Woman". Film ini dipilih karena banyak banget kenangannya. Nonton berdua pacar, beli kaset soundtracknya sampai nyanyi-nyanyi bareng nggak peduli diliatin orang banyak.
Film ini seperti dongeng Cinderella versi modern. Richard Gere jadi pengusaha kaya Edward Lewis yang nyewa PSK Vivian Ward (Julia Roberts) untuk nemenin sepanjang pekan di acara perusahaannya. Vivian didandanin jadi cantik dan berkelas. Namun ada yang sirik dan ngebocorin siapa Vivian sebenarnya. Ujung ceritanya happy ending, Edward dan Vivian jatuh cinta. Edward jemput kekasihnya bukan dengan kereta kencana tapi pakai limousine mewah.
"Pretty Woman" jadi rezekinya Julia Roberts karena awalnya peran Vivian mau dikasih ke bintang idola 80-an Molly Ringwald. Setelah itu ditawarin ke Meg Ryan, Michelle Pfeiffer dan Daryl Hannah yang juga nolak karena nggak mau memerankan pelacur yang dianggap kurang menarik. Sementara peran utama Edward sempat ditawarkan ke Al Pacino.
"Pretty Woman" punya soundtrack yang top markotop. Album ini dapat triple platinum alias laku sampai tiga juta keping di AS. Enak-enak semua lagunya. Ada yang agak-agak new wave kayak "King of Wishful Thinking" punya Go West dan "Fame 90" yang dinyanyiin David Bowie sampai yang mendayu-dayu seperti "No Explanation" yang dibawakan Peter Cetera serta  lagunya Roxette "It Must Have Been Love".
Sayangnya, lagu Roxette itu cuma kedengaran sebentar saat Edward dan Vivian pisahan, mungkin sekitar dua menitan. Namun lagu ini ngetop banget, jadi nomor satu di Amerika Serikat. Pada 2015, Broadcast Music Inc (BMI) memberikan penghargaan khusus pada sang penulis lagu sekaligus gitaris Roxette, Per Gessle, karena lagunya sudah diputar 4 juta kali oleh radio-radio di AS.
Lagu ini cerita soal cinta yang sudah berakhir. Tokoh utamanya berusaha mengingat lagi hubungan indah yang pernah dijalani dengan mantan pacarnya. Cinta di antara mereka benar-benar tulus tapi entah kenapa tiba-tiba putus. Mungkin karena sesuatu yang dilakukan si tokoh atau hal lain yang tidak bisa diselesaikan baik-baik. "It must have been love, but it's over now."
Sebetulnya lagu ini sudah dibuat sejak 1987. Saat itu Roxette, yang diisi Per Gessle dan Marie Fredriksson, sudah punya album "Pearls of Passion" yang lumayan di terima di Swedia, negara asal mereka. Duo ini nggak puas hanya ngetop di dalam negeri, Per menghubungi peruhaan rekaman EMI Jerman tanya-tanya gimana caranya menembus Eropa.
Gitaris itu diminta bikin lagu Natal karena biasanya lebih gampang masuk radio. Dibikinlah lagu yang diberi judul "It Must Have Been Love (Christmas for the Broken Hearted)". Namun sudah cape-cape bikin lagu ditolak sama EMI Jerman. Alasannya karena nggak suka aja padahal di Swedia masuk di urutan empat lagu paling laris di sana.
Untungnya kejadian ini nggak membuat semangat Per dan Marie kendor. Mereka bikin album kedua "Look Sharp!" yang membuat Roxette jadi band asal Swedia kedua, setelah ABBA, yang mengguncang dunia.
Saat Roxette lagi ada di Los Angeles, AS, mereka diundang makan siang sama petinggi EMI. Mereka bilang lagi butuh lagu untuk film yang waktu itu masih dikasih judul "$3.000". Per ngaku nggak punya waktu bikin lagu baru tapi dia ingat punya lagu Natal yang liriknya bisa diubah biar pas. Bagian yang dganti adalah "and it's a hard Christmas day" diganti jadi "and it's a hard winter's day".