Namanya Muhammad Luthfi. Asalnya dari Pasar Rebo Jakarta Timur. Ia adalah salah satu santri di Pesantren Qur'an Nurul Hikmah. Di usianya yang sangat belia (10 tahun), ia telah berhasil mengkhatamkan hafalan Al-Qur'an 30 juz. Sungguh suatu pencapaian langka yang luar biasa bagi anak kota di tengah derasnya arus negatif globalisasi.
Luthfi memulai hafalan Qur'annya saat ia kelas 1 SD, dibawah bimbingan umminya. Suatu ketika, SDIT tempat Luthfi bersekolah mengadakan lomba hafalan Qur'an juz 30. Luthfi pun diikutsertakan dalam lomba itu dan berhasil menyabet gelar juara pertama. Melihat hal tersebut, orangtua Luthfi berpikir bahwa mungkin Luthfi memiliki bakat yang besar di bidang hafalan Al-Qur'an. Kemudian mereka mengarahkan Luthfi untuk melanjutkan sekolah di Pesantren Qur'an. Tanpa paksaan, Luthfi kecil langsung tertarik dengan tawaran orangtuanya.
Pesantren Kudus di Jawa Tengah menjadi pilihan awal. Disana Luthfi memulai hafalannya dari surat Al Baqoroh. Saat menghafal halaman pertama surat ini, Luthfi mengaku merasa sangat kesulitan. Pada mulanya, untuk menghafal setengah halaman yang berisi tiga baris ayat saja ia bisa menghabiskan waktu selama dua hari. Namun berkat kesabarannya meski menemui kesulitan di awal, Allah karuniakan keberkahan dalam proses menghafal Luthfi. Di hari-hari berikutnya ia bisa menghafal 1 halaman dengan sangat cepat dan mudah. 9 juz Al-Qur'an mampu dihafalnya di tahun pertama, kemudian 9 juz pula di tahun kedua, dan 4 juz di tahun ketiga. Di tahun keempat, dengan berbagai pertimbangan, orangtua Luthfi memindahkannya ke Pesantren Nurul Hikmah. Kurang dari setahun di Nurul Hikmah, Luthfi mengulang kesuksesannya menghafal di tahun pertama. 8 juz terakhir mampu ia selesaikan dengan gemilang. Maka di tahun keempat dari proses menghafalnya, saat usianya genap 10 tahun, Luthfi telah menyelesaikan setoran hafalan 30 juz.
Salah satu sumber semangat Luthfi untuk menghafal hingga khattam ternyata diinspirasi oleh kekagumannya kepada Imam Syafi'i yang telah hafal Qur'an sejak usia 7 tahun, dan telah menjadi seorang guru dan hafal kitab Al Muwatho di usia 10 tahun. Luthfi sendiri, memiliki cita-cita menjadi seorang ahli fiqh. Sungguh cita-cita Luthfi yang visioner ini begitu langka terucap dari lisan anak kecil pada umumnya yang biasa kita temui. Bahkan sejak sebelia ini, Luthfi sudah memiliki target di negara mana ia akan berkuliah nanti."Madinah", ujarnya mantap. Kini Luthfi mulai merenda impiannya berkuliah di Madinah dengan berbekal sanad hafalan Qur'annya. Dengan tekun ia menyetorkan hafalannya dan ujian secara intensif kepada Ustadz Muzammil. Satu hal lagi yang membuat kita berdecak kagum dengan visionernya hafizh cilik nan dewasa ini, ia bercita-cita memiliki pesantren Al-Qur'an saat dewasa kelak. Allahu akbar!
Sebenarnya, apa yang membuat sosok belia ini begitu dewasa dan visioner dalam menjalani masa kecilnya?
Tak lain adalah karena sejak kecil Luthfi sudah dibiasakan dengan lingkungan Al-Qur'an. Oleh umminya, Luthfi dan ketiga saudaranya selalu dididik dengan Al-Qur'an sejak dalam kandungan (tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan ummi Hilyah.red). Bahkan sejak mereka belum ada, ummi telah memantaskan diri menjadi ummi yang berkenan Allah anugerahkan qurrota a'yun penghafal Qur'an yang kelak di surga memakaikannya mahkota dari cahaya paling cantik yang Allah punya.
Ummi yang sering dan gemar mengkhatamkan Qur'an ini giat menanamkan teladan-teladan agar anak-anaknya bisa cinta dan hafal Al-Qur'an. Dengan ditambah dukungan Abi di rumah, terciptalah suasana keluarga pecinta Al-Qur'an di rumah mereka. Kakak pertama Luthfi (VII SMP) dalam satu tahun mampu menghafal sebanyak 8 juz, adik perempuannya (IV SD) sudah hafal 5 juz, dan adik terakhirnya (II SD) juga telah menghafal surat-surat pendek di juz 30. Fenomena anak-anak penghafal Qur'an ini diawali oleh umminya sendiri yang telah menyelesaikan 8 juz Al-Qur'an sebelum menikah, di era 90an, saat LTQ dan program-program menghafal Qur'an belum semenjamur sekarang ini.
Keseluruhan anak-anak dari seorang Ummi yang tidak biasa ini juga sudah bisa membaca Qur'an lancar dengan tajwidnya sejak sebelum mereka duduk di bangku SD. Ummi sendiri yang mendidiknya. Luthfi dan saudara-saudaranya dibiasakan untuk mengaji setiap ba'da shubuh dan ashar dibawah bimbingan ummi. Selain itu, ummi juga membiasakan anak-anaknya untuk selalu menurut akan perintah orangtua. Dengan pendidikan dari 'madrosatul ula'-nya tersebut, tak heran Luthfi dan ketiga saudaranya menjadi anak-anak penurut, berprestasi nan Qur'ani.
Saat kami tanya apa yang ingin Luthfi persembahkan kepada orangtuanya, dengan polos dan lugas ia menjawab, "apa saja mau saya lakukan, yang penting membuat Ummi-Abi bahagia." Tak heran, bagi Luthfi, momen yang paling ia kenang seumur hidupnya adalah momen penganugerahan atas prestasinya hafal Al-Qur'an 30 juz. Ia mengaku sangat ingin menangis terharu ketika Ummi-Abinya dipangil Ustadz Muzammil ke depan para hadirin untuk mengambil penghargaan. Luthfi berujar, hingga kini, ia ingin sekali mengulang-ulang momen tersebut, dimana ia melihat ummi-abinya sangat bahagia.
Di bagian akhir kebersamaan kami dengan Luthfi, kami memintanya untuk memberikan pesan kepada seluruh anak yang sedang berjuang menjadi ahlul Qur'an. "Jangan pernah menyerah dan putus asa. Namun jikapun kita tidak menyerah, tidak akan berguna jika tanpa diiringi doa." Ujarnya dewasa dan bijak, yang kadang membuat kami lupa, bahwa masih 10 tahun umurnya. Barakallahufiikum. Wallaahu A’lam bish showab..
(Disadur dari Bulletin Pesantren Nurul Hikmah Edisi 10 November 2013/Muharrom 1435 H)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H