Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia telah termaktub dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3), diantaranya yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan daerah Kabupaten/Kota.Â
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut, tentu memiliki sejarah berkaitan dengan sistem pembentukan peraturan perundang-undangan, lembaga yang berwenang, serta mekanisme dan penerapannya yang diterapkan di negara Indonesia yang menganut sistem hukum civil law. Â
Sebagai negara hukum, dalam pembagian kekuasaan lembaga negara di Indonesia dibagi menjadi 3 cabang kekuasaan. Hal ini didasarkan pada pandangan Montesquieu berdasarkan pendapat dalam bukunya yang berjudul L’Esprit des Lois, ia merumuskan dalam teori pemisahan kekuasaan (the separation of power) dengan membagi kekuasaaan negara kedalam 3 (tiga) cabang kekuasaan, yaitu kekuasaan Legislatif, kekuasaan Eksekutif dan kekuasaan Yudikatif.Â
Kekusaan Legislatif merupakan kekuasaan yang dimiliki oleh suatu pembuat peraturan perundang-undangan guna mencegah kesewenang-wenangan yang dapat dilakukan oleh raja atau presiden sebagai pemimpin tertinggi suatu negara, kekuasaan Eksekutif yang merupakan kekuasaan untuk menjalankan peraturan perundang-undangan yang telah dibentuk oleh kekuasaan Legislatif, biasanya dipimpin oleh suatu raja atau presiden beserta jajaran kabinetnya, serta kekuasaan Yudikatif yang merupakan kekuasaan untuk melakukan kontrol semua kekuasaan yang tidak sejalan dengan hukum atau peraturan perundang-undangan yang telah dibuat.Â
Kekuasaan ini juga berwenang untuk melakukan uji materiil suatu peraturan perundang-undangan serta dapat mengesahkan atau membatalkan peraturan perundang-undangan.
MT. Cicero dalam pendapatnya menjelaskan bahwa Ubi Societas Ibi Ius, artinya di mana ada masyarakat disitu ada hukum. Hal ini karena ketika ada masyarakat yang saling berinteraksi satu sama lain, terdapat hukum yang mengatur mereka baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.Â
Hukum ini menjadi landasan untuk mengatur pola perilaku masyarakat dengan memberikan sanksi bagi mereka yang melanggarnya. Di Indonesia, hukum sangatlah berperan penting dalam penyelenggaraan negara.Â
Sebelum Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus tahun 1945, Pemerintah Kolonial Belanda telah menjajah Indonesia selama kurang lebih 350 tahun, implikasi dari penjajahan kolonial Belanda di Indonesia yaitu aturan-aturan yang ada di Belanda diterapkan pula di negara Indonesia berdasarkan asas konkordansi.Â
Maka, terdapat banyak aturan-aturan peninggalan kolonial Belanda seperti Wetboek van Straafrecht berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Burgerlijk Wetboek berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Rechtreglement voor de Buitengewesten (RBg), dan lain-lain.Â
Beberapa aturan tersebut masih berlaku dan diterapkan dalam penyelenggaraan negara meskipun beberapa diantaranya telah dilakukan perubahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang merupakan produk hukum nasional.Â
STUFENBAU THEORY HANS KELSEN