Rivan Adi PrasetyaÂ
(222111385)
HES 5A
1)Â Apa itu Sosiologi Hukum?
Sosiologi hukum merupakan cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris mempelajari hubungan antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. Artinya adalah bahwa sosiologi hukum itu ilmu yang berkaitan dengan cara hukum berinteraksi dengan masyarakat, termasuk bagaimana hukum memengaruhi dan dipengaruhi oleh nilai-nilai, norma, perilaku, dan struktur sosial. Sosiologi hukum juga mengkaji bagaimana hukum diimplementasikan dalam praktik serta dampaknya terhadap kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi suatu komunitas. Dalam pembentukan sosiologi hukum terdapat 3 cabang disiplin ilmu pengetahuan yaitu; filsafat hukum, ilmu hukum, sosiologi yang berorientasi di bidang hukum. Singkatnya sosiologi hukum ini diperkenalkan pada 1882 oleh seorang pakar dari italia yang bernama Anzilotti.
- Apa yang membedakan antara sosiologi umum dengan sosiologi hukum?
Yang membedakan adalah, Jika Sosiologi Umum mempelajari berbagai aspek kehidupan sosial secara luas, termasuk struktur sosial, interaksi sosial, dan perubahan sosial. Sementara itu, Sosiologi Hukum secara khusus mengkaji hubungan antara hukum dan masyarakat, termasuk bagaimana hukum dibuat, diterapkan, dan dipatuhi, serta bagaimana hukum mempengaruhi dan dipengaruhi oleh fenomena sosial.
2) Bagaimana hubungan antara hukum dan masyarakat?
- Hukum dan Masyarakat adalah dua entitas yang saling terkait erat dan tidak bisa dipisahkan. Hukum berfungsi untuk mengatur perilaku masyarakat, sementara masyarakat membentuk dan mempengaruhi hukum, dengan pola perilaku masyarakat yang semakin kompleks maka hukum juga perlu menyesuaikan dengan perkembangannya dalam konteks sosial, artinya hukum haruslah bersifat fleksibel agar tetap relevan dan efektif. Jika kita telaah dalam pengertiannya maka dapat kita rumuskan Hukum dalam konteks sosial yang dapat kita artikan bahwa, hukum merupakan alat yang dibuat oleh lembaga atau pemerintah yang sah dan bertujuan untuk menjunjung tinggi nilai keadilan, mengatur pola perilaku individu maupun kelompok agar terciptanya ketertiban, serta melindungi hak-hak individu. Hukum tidak hanya terdapat pada pembentukannya melalui pemerintah maupun lembaga, namun hukum juga dapat kita temukan pada konteks sosial, budaya, dan ekonomi
3)Â Bagaimana Metode pendekatan yang digunakan dalam sosiologi hukum?
Metode pendekatan yang digunakan dalam sosiologi hukum meliputi 2 hal yaitu yuridis empiris dan yuridis normatif dimana dalam keduanya merupakan entitas yang sangat penting untuk mewujudkan cita-cita hukum (ius constituendum).Â
Lalu sebenarnya apa itu  yuridis empiris dan yuridis normatif ?
- Yuridis Empiris adalah pendekatan yang menekankan pada studi tentang bagaimana hukum diterapkan dalam kenyataan praktis. Pendekatan ini melibatkan pengamatan langsung dan analisis terhadap pelaksanaan hukum di masyarakat, serta bagaimana hukum tersebut diinterpretasikan dan dipatuhi oleh individu dan institusi. Pendekatan ini memberikan gambaran nyata tentang efektivitas hukum, termasuk kendala dan tantangan yang dihadapi dalam penerapannya.
(Misalnya, penelitian tentang bagaimana undang-undang anti-korupsi diterapkan di berbagai daerah dapat mengungkapkan variasi dalam penegakan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya).
- Yuridis Normatif, di sisi lain, adalah pendekatan yang mengkaji hukum sebagai sistem norma dan prinsip yang ideal. Pendekatan ini lebih fokus pada analisis teks hukum, prinsip-prinsip hukum yang berlaku, dan bagaimana hukum seharusnya berfungsi menurut standar keadilan dan moralitas. Pendekatan ini penting untuk memahami tujuan dan nilai-nilai yang mendasari aturan hukum, serta untuk merumuskan kebijakan hukum yang adil dan efektif. Misalnya, studi tentang asas-asas keadilan dalam hukum pidana dapat membantu merumuskan undang-undang yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan menjamin perlindungan hak-hak individu.
4) Madzhab Pemikiran Hukum (Positivism)
- Mazhab positivisme hukum merupakan aliran yang menekankan bahwa hukum adalah sistem aturan yang diatur dan diterapkan oleh otoritas yang sah, tanpa mengaitkan aturan tersebut dengan nilai-nilai moral atau etis. Positivisme hukum berpendapat bahwa hukum harus jelas, pasti, dan diterapkan secara konsisten. Aliran ini berfokus pada legalitas formal dan otoritas hukum sebagai sumber utama validitas hukum. Tokohnya meliputi John Austin dan H.L.A. Hart. Di Indonesia Positivisme hukum bisa dimaknai dengan hukum positif dimana hukum ini dibuat oleh otoritas berwenang dan merupakan hukum yang sedang berlaku di masyarakat, produknya tertulis seperti UU, PP, Keputusan Presiden (KP) dsb.
5) Mazhab Pemikiran Hukum Sociological Jurisprudence
- Mazhab sociological jurisprudence merupakan aliran pemikiran hukum yang menekankan pentingnya memahami hukum dalam konteks sosialnya. Aliran ini berpendapat bahwa hukum yang baik yaitu hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. aliran ini juga berpendapat bahwa hukum tidak hanya berupa aturan normatif, tetapi juga harus memperhatikan fenomena sosial yang harus dipelajari berdasarkan bagaimana ia berfungsi dalam masyarakat. Pendekatan ini menekankan bahwa hukum harus mencerminkan kebutuhan, nilai, dan dinamika sosial masyarakat yang berubah. Maka dalam aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan hukum yang hidup di masyarakat (living law). Dalam kesimpulannya sociological jurisprudence merupakan penengah atau jembatan bagi efektivitas hukum positif dimasyarakat, dimana hukum positif hanya akan efektif bilamana selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Tokoh dalam aliran ini yaitu (Eugene Ehrlich dan Roscoe pound)
6) Madzhab Pemikiran Hukum (Living Law dan Utilitarianism)
- Living Law merupakan hukum yang sedang hidup di dalam masyarakat, namun dalam konteksnya berbeda dengan hukum positif. Jika hukum positif dibuat oleh otoritas atau lembaga, kalau living law terbentuk  atas dasar kebiasaan sehari-hari didalam masyarakat yang menjadi dasar hukum seperti halnya adat kebiasaan, norma agama dsb. Pembentukan hukumnya dibuat berdasarkan persetujuan didalam masyarakat itu sendiri. Keterkaitannya dengan sanksi yang dijatuhkan dalam aliran ini tidak selalu serta merta ada/tidak wajib ada, karena Sanksi dalam konteks living law lebih sering bersifat sosial dan moral, seperti pengucilan, teguran, atau denda adat, yang bertujuan untuk memulihkan keharmonisan sosial daripada memberi hukuman formal. Tokohnya meliputi: Eugene Ehrlich, Rosco pound
- Utilitiarinism merupakan aliran yang berpendapat untuk meletakkan azas kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum, karena pada dasarnya manusia bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Â Aliran ini menilai hukum, berdasarkan sejauh mana hukum tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan umum dan meminimalkan penderitaan. Maka dalam hal perumusan hukum harus mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi guna tercapainya cita-cita ataupun keinginan yang dibutuhkan baik dari masyarakat maupun hukum itu sendiri (ius constituendum). Tokohnya meliputi: Jeremy Bentham, John Stuart Mill, Rudolv Von Jhering.
7) Pemikiran Emile Durkheim, Ibnu Khaldun
- Emile Durkheim dalam pemikirannya mengatakan bahwa apa yang menjadi fokusnya ialah bagaimana masyarakat dapat tetap mempertahankan integrasi dan koherensinya pada masa modern tanpa membersamai latar belakang seperti keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi solidaritas mekanik yang homogen. Durkheim berpendapat bahwa masyarakat modern harus mengembangkan solidaritas organik, di mana keterikatan sosial didasarkan pada interdependensi dan pembagian kerja yang kompleks. Dalam masyarakat dengan solidaritas organik, setiap individu memainkan peran yang berbeda namun saling bergantung, sehingga menciptakan kohesi sosial yang didasarkan pada fungsionalitas dan kontribusi masing-masing anggota terhadap keseluruhan masyarakat.
- Ibnu Khaldun menyatakan bahwa kekuatan utama yang menggerakkan masyarakat adalah solidaritas kelompok atau asabiyah. Menurutnya, asabiyah, yang dapat dipahami sebagai ikatan kesukuan atau solidaritas kelompok, adalah faktor kunci dalam pembentukan dan kehancuran dinasti atau kerajaan. Ibnu Khaldun mengamati bahwa ketika sebuah kelompok memiliki asabiyah yang kuat, mereka mampu membangun kekuasaan dan stabilitas politik. Namun, seiring berjalannya waktu, asabiyah dapat melemah karena kemewahan dan korupsi, yang akhirnya menyebabkan kehancuran kelompok tersebut dan munculnya kelompok baru dengan asabiyah yang lebih kuat.
8) Pemikiran Hukum Max Weber, H.L.A. Hart
- Max Weber dalam pemikirannya beranggapan bahwa hukum adalah bagian penting dari masyarakat yang membantu menjaga ketertiban dan stabilitas. Ia menjelaskan bahwa hukum harus didasarkan pada aturan yang jelas dan diterapkan oleh institusi yang terorganisir secara rasional, seperti birokrasi. Weber menekankan bahwa hukum perlu menjadi lebih rinci dan sistematis, didasarkan pada logika yang konsisten. Dengan cara ini, hukum dapat memastikan bahwa keputusan diambil secara objektif dan adil, serta menciptakan keteraturan dalam masyarakat modern.
- H.L.A. Hart berpendapat bahwa hukum harus dipahami sebagai kombinasi dari aturan primer dan sekunder. Aturan primer adalah aturan yang mengatur perilaku dasar masyarakat, sementara aturan sekunder mengatur cara aturan primer dibuat, diubah, dan diterapkan. Hart menekankan pentingnya penerimaan sosial, yang berarti aturan hukum harus diterima dan diakui oleh masyarakat serta pejabat hukum untuk dianggap sah dan stabil. Ia juga membedakan hukum dari moralitas, meskipun mengakui bahwa hukum sering mencerminkan nilai-nilai moral masyarakat.