Beberapa minggu lalu beredar berita mengenai Ustad Hanan Attaki yang ditolak kedatangannya oleh salah satu ormas di daerah pamekasan. Ustad yang banyak di gemari muslim milenial itu rencananya akan menjadi pemateri dalam sebuah acara yang bertajuk "sharing sesion" yang diadakan di Masjid Al-Muttaqien Desa Laden, Kecamatan Pamekasan, minggu malam (12/02/2023).Â
Narasi penolakan yang beredar diantaranya takut menimbulkan keresahan dimasyarakat. ceramahnya dinilai kontroversial oleh sekelompok orang, karena pernah menyebut Nabi Musa itu preman, Siti Aisyah itu wanita gaul, bahkan dalam momen penolakan tersebut ketua Pc gp Ansor mengatakan "massa menolak semua penceramah yang "menghina" Nabi Musa dan istri Nabi Muhammad". Bagi saya sih terlalu berlebihan jika dianggap menghina Nabi Musa dan istri Nabi Muhammad , lagi pula yang bersangkutan (Ustad Hanan Attaki) sudah membuat klarifikasi terkait ceramahnya itu dan buang - buang waktu saja untuk mengurusi isu yang sudah lama berlalu.
Perihal ceramah Ustad Hanan Attaki, bagi saya ya sekedar metode dakwah yang beliau lakukan saja yang menyesuaikan dengan algoritma kaum milenial, apalagi kalau kalian belajar ilmu semiotika pasti menganggap hal itu biasa saja. dan kalau kita melihat Ustad lain, mereka juga punya metode dakwah tersendiri, semisal Gus Baha yang dalam ceramahnya memperagakan cara kaum quraisy memanggil Nabi Muhammad SAW "mad-mad" atau Gus Muwafiq yang mengatakan Nabi Muhammad rembes (ingusan) atau bahkan Gus Dur yang pernah mengatakan Al -- Qur'an kitab porno, Tapi ustad - ustad ini tidak pernah ditolak, kenapa? Ya karena satu kelompok.
Jadi sebenernya Ustad Hanan Attaki itu ditolak karena ceramahnya yang kontroverisal atau karena beda kelompok ?
Ada sebuah ungkapan berbahasa arab yang berbunyi "Khotibunnas ala qadari uquliha" artinya
"berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kemampuan akalnya". Jika ungkapan ini digunakan dalam menimbang kasus ini maka tetap Ustad Hanan Attaki tidak bersalah atas ceramahnya, pun demikian juga Gus Dur tidak salah atas ungkapannya, karena konteks Ustad Hanan Attaki disitu sedang dalam lingkungan millenial dan mencoba menggunakan bahasa yang terkesan gaul, begitu juga Gus Dur, mengatakan Al -- Qur'an kitab porno.
Karena konteksnya gus dur itu intelektual, pemikir, sehingga porno yang dimaksud bukanlah seperti yang kebanyakan orang pikirkan. nah ungkapan berbahasa arab diatas mestinya belum sempurna, yang lebih sempurna adalah "berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kemampuan akalnya dan pahamilah maksud perkataan seseorang sesuai orang yang mengatakan".
Keberhasilan Ustad Hanan Attaki dengan gerakan pemuda hijrahnya yang menarik banyak kaum milenial hingga menjadi lebih religius, agaknya membuat kelompok lain menjadi insecure, yang dengan insecureritasnya itu akhirnya berusaha untuk meredupkan popularitas Ustad Hanan Attaki. Ada sebuah ungkapan meme yang begitu lucu "Seribu lady gaga tak akan menggoyahkan dan mengurangi iman kami, namu satu Hanan Attaki, satu Felix Siau, satu Abdul Somad itu bisa mengurangi jatah makan kami"
Fenomena penolakan ustad hannan atakki hanya menambah ketidakbermanfaatan waktu dikalangan agamawan saja, isu - isu yang berlangsung selama puluhan tahun seolah masih hangat diperbincangkan, yang menina bobokan agamawan terhadap perkembangan dunia, "orang barat sudah bikin metaverse, orang islam masih ribut masalah internal, sunni syiah wahabi, asyari salafi, bidah sunnah"
Sebagai penutup saya mengutip tulisan yang begitu menarik dan mencabik bagi kita sebagai kaum agamawan,
"Hari ini kita memerlukan wacana keagamaan yang mencerdaskan pikiran, mencerahkan nurani, memacu gairah produktifitas dan memecahkan problem, bukan yang membelenggu pikiran, meninabobokan, berputar - putar dalam siklus isu yang sama dan larut dalam mimpi - mimpi masa lalu yang tak akan kembali". Kh Husein Muhammad "
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H