Pendidikan adalah usaha membina dan mengembangkan kepribadian manusia baik dibagian rohani atau dibagian jasmani. Beberapa ahli melihat pendidikan itu adalah sebagai suatu proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau segelintir orang dalam mendewasakan melalui pengajaran dan pelatihan. Dengan pendidikan kita bisa menjadi lebih mature karena pendidikan tersebut memberikan dampak yang mayoritas positif bagi kita, dan juga pendidikan tersebut bisa memberantas buta huruf serta permasalahan literature lainnya dan akan memberikan keterampilan, kemampuan mental, dan lain sebagainya. Seperti yang tertera didalam UU No.20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan, yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan Negara (Haryanto, 2012).
Sebelumnya, Pandemi Covid-19 yang belakangan ini mengalami penurunan drastic dalam angka penyebarannya kian hari dikabarkan akan mengalami penurunan siaga status menjadi endemic. Endemik adalah istilah yang diberikan kepada penyakit yang terjangkit di suatu daerah tertentu; secara tepat terdapat di tempat-tempat atau kalangan orang-orang tertentu atau pada golongan suatu masyarakat. Tentu ini merupakan kabar yang bagus bagi seluruh dunia, tentunya Indonesia yang mengalami beberapa permasalahan, salah satunya di bidang Pendidikan. Dari perubahan Kurikulum yang digandrungi akan menjunjung tinggi kemerdekaan belajar sampai transisi dari New Normal ke Normal, dimana kita dapat melanjutkan kegiatan sehari-hari tanpa kekangan masker dan ketakutan terjangkit Covid-19. Sama halnya dengan Covid-19 yang mengalami masa transisi, Pendidikan di Indonesia pun juga akan mengalami hal yang sama, entah itu dari segi kurikulum maupun sistemnya secara keseluruhan. Pada kali ini, penulis akan membahas arah perubahan tersebut beserta korelasinya dengan materi pembelajaran Sosiologi Kurikulum di Indonesia.
Dalam hakikatnya, jalur pendidikan di Indonesia terbagi menjadi tiga, yaitu jalur pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Jalur pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Jalur pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Ketiga jalur tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, terutama di bagian Kurikulum yang mereka gunakan serta aktualisasi kurikulum tersebut. Biasanya pendidikan Informal menganut frase yang sering didengar dengan sebutan anything goes, dimana mereka menggunakan berbagai tipe pembelajaran yang tidak terstruktur seperti pembelajaran melalui pengalaman. Sedangkan jalur pendidikan formal dan nonformal hampir mengikuti Kurikulum yang di-isukan pemerintah, mayoritas kurang lebih menganut dengan benar strategi pembelajaran yang sama.
Dalam membahas arah perubahan kurikulum di Indonesia tentunya kita harus paham betul apa arti dari kurikulum itu sendiri. Kurikulum merupakan program yang harus dilaksanakan oleh guru dan murid dalam proses belajar mengajar, guna mencapai tujuan-tujuan itu, Kurikulum juga merupakan pedoman guru dan siswa agar tercapainya proses belajar mengajar dengan baik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dalam prakteknya, kurikulum di Indonesia sudah melaksanakan beberapa pergantian di 20 tahun terakhir ini. Relevansi suatu kurikulum merupakan salah satu factor yang penting dalam mempertimbangkan dapatkah sebuah kurikulum diganti atau tidak. Belakangan ini sudah beredar kabar kalau Kurikulum 2013 akan digantikan dengan kurikulum terbaru yaitu Kurikulum Merdeka. Dimana Kurikulum Merdeka ini dicanangkan akan memiliki visi yang lebih luas dalam menggarap bidang pembelajaran di Indonesia.
Dalam analisanya menggunakan pandangan Michael F. Young yang notabene dikenal sebagai pengkritis pendidikan, terutama yang berbasis kontemporer, kita dapat menaikkan beberapa poin penting yang dapat digunakan sebagai “peta” didalam analisis ini. Young merumuskan lima peranan kurikulum, yaitu: (1) memutuskan apa yang seharusnya dilakukan oleh sekolah maupun hal-hal yang tidak dilakukan oleh sekolah; (2) mencari jalan alternatif untuk mengembangkan intelektual murid-murid sebagai refleksi generasi muda di negaranya; (3) lebih fokus menyelesaikan masalah sosial-ekonomi yang berkembang di masyarakat; (4) mencerminkan pengetahuan sehari-hari murid yang menjadi sumber sekaligus inspirasi bagi pembelajaran yang dilakukan guru; dan (5) menjabarkan pengetahuan tertentu secara spesifik yang dikembangkan oleh sejumlah ahli sosiologi kurikulum.
Dari penjabaran yang diberikan oleh Young, kita dapat melihat pandangan ia mengenai kurikulum secara luas. Intelektual dan perkembangan moral menjadi salah satu fokus penting yang dikatakan oleh Young, adakalanya Kurikulum 2013 sudah mencangkup hal tersebut yang dibuktikan dengan system pembelajaran student-centered. Beberapa poin seperti penyelesaian masalah yang ada di masyarakat sayangnya masih belum dianut oleh Kurikulum 2013 dikarenakan metode student-centered tidak terlalu memberikan ruang yang cukup untuk mengeksplorasi kejadian yang real di masyarakat. Sama halnya dengan kritik yang sudah diberikan Young, Kurikulum Merdeka juga, dilihat dari konsep awalnya, akan berfokus kepada “kemerdekaan belajar”. Disini dapat dilihat bahwa Kemerdekaan Belajar yang dimaksud adalah kebebasan memilih berbagai mata pelajaran yang memang menjadi minat siswanya, dalam jenjang SMP keatas. Konsep kemerdekaan belajar ini tentu sangat diterima karena banyaknya bias yang buruk terhadap beberapa mata pelajaran seperti Matematika Peminatan atau Fisika Peminatan yang menjadi sebuah pilihan yang wajib di Kurikulum 2013 apapun jurusannya. Kemerdekaan belajar juga memberikan ruang yang lebih luas untuk mengeksplorasi serta mengembangkan minat dan bakat para siswa, ditambah dengan eksplorasi masyarakat secara real yang hilang di Kurikulum 2013.
Namun Konsep ini juga dapat menjadi pisau berbilah dua, Young melakukan kritik terhadap tiga pendekatan kurikulum kontemporer, yaitu: pendekatan neo-tradisional konservatif, instrumental rasional teknik, dan post-modern.Adapun pendekatan neo tradisional-konservatif lebih cocok dengan konsep Kurikulum Merdeka dikarenakan lemahnya fondasi pendidikan yang ada dikarenakan terlalu “bebas” dalam prakteknya. Young menilai analisis pendekatan neo-tradisional konservatif tidak berbasiskan pada spesifikasi pengetahuan, tetapi justru terinspirasi oleh pandangan mengenai disiplin tradisional yang mampu mempromosikan kekuasaan tertentu. Perubahan status siaga Indonesia dalam menangani Covid-19 pun juga mengambil peran besar dalam penentuan kurikulum yang akan diubah ini dikarenakan system pembelajaran yang akan kembali lagi seperti semula, setalah kurang lebih hampir 2 tahun terbiasa melakukan pembelajaran konvensional.
Dari tinjauan yang sudah dijabarkan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa teori dan kritik yang disampaikan Michael F. Young memiliki bobot yang lumayan kuat dalam penentuan arah perubahan kurikulum di Indonesia. Terdapat 5 kritik yang menjadi patokan arah mata angin pendidikan, mulai dari permasalahan sosial yang ada di masyarakat sampai ke penggunaan kehidupan sehari-hari murid sebagai sumber utama pembelajaran. Tentu semua ini kembali lagi kepada keputusan pemerintah apakah ada urgensi untuk mengganti kurikulum atau tidak, namun dengan adanya artikel ini mudah-mudahan dapat mengedukasi pembaca dalam konteks arah perubahan kurikulum yang kira-kira akan terjadi dalam beberapa tahun yang dekat ini.
Daftar Isi
Jurnal:
Andrian, Yusuf, Rusman. 2019. “Implementasi Pembelajaran Abad ke-21 dalam Kurikulum 2013”. Jurnal Ilmu Pendidikan Vol. 12 No. 1