Peristiwa ketiga sewaktu saya naik KRL untuk rute yang lumayan  panjang. Perjalanannya memakan waktu sekitar dua jam. Ngomong-ngomong, kenapa tidak memilih gerbong wanita saja?
Duh, kalau yang ini selalu penuh dalam sekejap.
Singkat cerita, akhirnya saya dapat tempat duduk di dekat pintu. Saya menaruh tas besar saya di dekat kaki, bukan di atas. Sedikit merintangi jalan sih, tapi bobot tas itu kelewat berat kalau saya naikkan ke rak atas.
Kadang-kadang saya merasa kerepotan membawa tas setiap kali bepergian dengan kereta. Tp mau bagaimana lagi, tas itu (dan isinya tentu saja) saya perlukan.
Setelah kereta melewati dua stasiun, masuk penumpang laki-laki  yang mengambil posisi berdiri persis di depan saya.Â
Saya agak terganggu dan heran karena di sekitarnya masih ada space untuk berdiri. Lebih menyebalkan lagi, dia berdiri sambil menggoyang-goyangkan badannya di sepanjang perjalanan.
Kita tahu bahwa beberapa orang sengaja bertindak tertentu untuk menarik perhatian. Tetapi orang di depan saya ini melakukan aksinya dengan sangat mengganggu. Saya masih mendiamkan karena tindakan itu masih dalam batas wajar. Bodo amatlah.
Tapi saya menjadi tidak 'bodo amat waktu sepatunya berkali-kali menyentuh kaki/sepatu saya. Jadi, sambil badannya maju mundur sambil berpegangan di atas (rak bagasi) seraya kakinya mepet-mepet itu, saya mulai ancang-ancang.
O ya, bisa saja ini ketidaksengajaan atau tidak bermaksud.
No, intuisi saya sudah merasakan hal yang tidak enak. Tas yang ada di dekat kaki saya sontak saya majukan dengan keras/kasar dan seketika menggeser posisi kaki dia. Lalu saya pelototi dia. Kepala saya mendongak tentu saja.
Kali ini saya jadi tahu kenapa kita tidak boleh menatap pelaku pelecehan (seksual). Ketika saya memelototi dia, dia melakukan hal yang sama kepada saya. Tapi yang ini lebih menyeramkan.