Mohon tunggu...
RiuhRendahCeritaPersahabatan
RiuhRendahCeritaPersahabatan Mohon Tunggu... Freelancer - A Story-Telling

Tidak ada cerita seriuh cerita persahabatan (dan percintaan)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dear Imelda (1)*

28 Februari 2019   16:30 Diperbarui: 28 Februari 2019   16:26 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

*) balasan surat Irena 

 

Imelda sahabatku tersayang,

Maafkan aku baru sempat membalas suratmu. Seminggu setelah aku menelponmu yang singkat itu karena terputus-putus oleh tangisan Priyanka, atau tepatnya sebulan setelah surat keduamu aku terima.

Aku senang engkau langsung sibuk dengan aktivitas rutin harian. Tak ada jeda sama sekali ya? Iya, kamu adalah satu-satunya temanku yang sudah 5 tahun tak suka lagi bekerja dari pagi sampai sore setiap hari. Padahal dulu kamu akan senewen kalau sehari tak masuk kantor.

Faktor U, Mel. Setelah 40, apalagi 50, orang-orang biasanya akan memilih bekerja di belakang layar dan sudah sulit bekerja dengan orang lain. Kebanyakan mereka akan bekerja dengan jam kerja sefleksibel mungkin. Seperti teman-temannya Bang Pusaka yang punya usaha kerajinan batik itu. Mereka para perempuan seperti kita, akhirnya melepaskan jam kerja nine to fivenya, lalu merintis usaha baru.

Tapi kalau aku tidak. Aku ingin tetap ngantor rutin, dari pagi sampai sore. Sampai usia pensiun nanti. Karena ada Priyanka, aku jadi banyak di rumah. Mas Joko melarangku bekerja kalau Priyanka belum 5 tahun. See? Aku tidak sanggup menolak permintaan papanya Priyanka.

Aku kadang cemburu padamu Mel. Betapa merdekanya hidupmu. Lebih-lebih saat kamu single. Kupikir, aku juga akan hidup merdeka sepertimu. Eh, ternyata kawin juga. Justru kamulah yang seingatku ingin punya sebuah keluarga, eh malah nggak kawin-kawin hahaha.

Tapi yang paling membuatku terkejut adalah, kamu mengajar anak-anak. Bagaimana bisa kamu tersesat begitu, sayang? Apa kamu tidak senewen menghadapi krucil-krucil yang banyak gerak begitu? Aku kenal betul dirimu. Tidak suka dengan anak kecil. Aku juga masih ingat ibumu pernah bilang kalau kamu satu-satunya anak perempuan yang tidak bisa mengasuh anak kecil, apalagi bayi. Meski beberapa teman kita menyebutmu sedikit keibuan, tetapi aku tahu kamu bukan perempuan yang ditakdirkan untuk luwes dengan anak-anak.

Jadi, pikirku, angin apa yang membuatmu kejeblos di sekolah dasar sebagai guru? O ya, kamu sudah cerita. Kamu ditawari Merry, dan kamu menerima dulu sebagai uji coba. Padahal Mel, tak usah pake uji coba-uji coba segala. Kalau kita tahu bahwa dunia kita bukan di situ, tolak saja.

Tapi barangkali kamu sungkan menolak. Atau ada faktor lain yang membuatmu ingin mencoba dulu? Aku tunggu ceritamu deh soal iniJ.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun