Mungkin sebagain besar hadirin fokus mencatat orasi pak. Jusuf Kalla (J.K), Wakil Presiden ke-10 & ke-12, itu tidak salah tentunya. Mulai dari orasinya yg memberi arahan kepada hadirin untuk tidak fokus akan keilmuan keagamaan saja, tapi juga bisnis dan teknologi, yg dalam salah satu ungkapan beliau bilang " juga "Beliau juga mencuplik nama dan mengisahkan ulang tentang ilmuan Muslim di masa keemasan-termasuk Imam Gazali. Tak ada beliau bilang faktor kemunduran ummat Islam salah satunya ialah Imam Gazali dg ihya ulumuddin-nya. Maka salah kaprah yang memvonis membabi buta Algazali (lah) biang kerok terbesar kemerosotan ummat Islam hingga kini. Sekian.
Saya, salah satu hadirin di wisuda Universitas Darunnajah yang ke-25 tersebut ingin memberi catatan berbeda, yaitu tentang seorang wisudawati, namanya Ara, begitu panggilan akrabnya. Ia adalah mahasiswa guru, pengabdian di pondok pesantren Darunnajah yang super sibuk, di tengah Ibu Kota (masih ibu kota saat ini). Namun yang ingin saya stabilo ialah bahwa mahasiswa guru atau mahasiswa pengabdian juga pasti mampu dan sangat bisa berprestasi akademik maupun non akademik. Ini, menurut saya sangat patut diapresiasi dan diteladani oleh jutaan mahasiswa/mahasiswi guru (pengabdian-khidmah) di seluruh pelosok negri ini. Karena memang anak muda tempaannya harus bersangatan, sehingga akan terlihat mana yang akan tahan banting, mana yang ala kadarnya saja. Mana yang emas, mana yang tembaga, mana yang akan menjadi besi biasa.
Sebagaimana yang sudah lumrah diketahui, bahwa mahasiswa pengabdian (khidmah) tugas utama mereka: mengajar, membantu pondok, menuntut ilmu. Nah, di sini dan di sana, kebanyakan mereka yg pengabdian hanya sekadar menggugurkan kewajiban (ini mayoritas), saya menulis fakta, penelitian menunjukkan demikian, kebetulan saya juga pernah menelitinya. Ini yang perlu dientaskan dari jiwa mahasiswa pengabdian (yg juga guru). Maka jika tidak dikatakan berlebihan, orang seperti Ara ini layak dinobatkan menjadi duta mahasiswa khidmah, sesekali bolehlah diajak ke berbagai pesantren yang memiliki guru-guru khidmah yang juga sembari kuliah. Agar mereka mampu meneladani Ara.
Ara, IPK nya 3,9 (dengan pujian/summa cumlaude). Hampir sempurna (skala 4.0), ini luar biasa, bayangkan kesibukan di pesantren, pagi-siang mengajar, kadang piket, tugas ke luar pondok sebagai pendamping/musyrif, siang-malam membantu pondok di mana beberapa hari (4 hari ) juga sembari kuliah. Bisa dibayangkan sesibuk apa manusia pengabdi itu? Tentu yg mengabdi dengan tulus, fokus, tuntas; bukan ala kadarnya. Itu baru kesibukan di tiga tempat (sekolah, pondok, di dalam kampus), belum lagi Ara juga sangat aktif di tempat di mana ia berorganisasi sebagai mahasiswa (luar kampus), aktif di DEMA dengan segala macam aktivitasnya yang seakan tak pernah terurai-ibarat kemacetan. Keren bukan?
Sambil menulis IPK Ara, saya mencoba menelusuri file ijazah S1 saya di drive-ternyata hanya 3,46 (sangat memuaskan-maka sejak saat itu saya tidak puas, untuk itulah saat diberi kesempatan untuk studi S2 saya bertekad sejak awal untuk meraih yang terbaik, di akhir studi saya peroleh IPK 3,84 judisium dengan pujian/magna cumlaude-sekali lagi masih kalah dengan Ara). Saya ingin mengulang memori yang kebanyakan sudah mulai hilang (karena sudah lupa 15 Tahun lalu) berapa IPK saya saat diwisuda di bulan yang sama, dan diganjar dengan piagam wisudawan terbaik kala itu, dari kampus yang sama juga, tentu namanya masih STAI Darunnajah (sekarang Universitas Darunnajah/UDN). Di mana saat itu mendapatkan nilai A rasanya terengah-engah setengah mati, banyak Dosen-dosen (Dr bahkan Prof) kala itu dari UIN Jakarta. Tetap ini bukan alasan saya agar terdengar unggul dari Ara. Ara memang jempolan!
Lebih lanjut lagi, Ara juga mampu menyabet Australia Awards Short Courses. Tentu ini impian banyak pemuda dan pemudi di negri ini, mengapa tidak? Jika kita baca di website nya, sudah langsung dengan gamblang tertulis "prestigious"; bergengsi! Sekali lagi, Ara layak menjadi salah satu ambassador guru pengabdian-jika ada! Kalau belum ada, ya bisa diinisiasi.
Saya mengenal Ara sedkit-banyaknya di beberapa pertemuan saat membina proposal penelitiannya, meski tidak 100% hadir (75% toleransi kehadiran di UDN) saat tatap muka pada mata kuliah yang saya ampu kala itu, tapi dia masih mampu mengetengahkan proposal di akhir semester, yang di mana sejak pertemuan awal memang saya wanti-wanti harus sudah punya case focus and locus, dia ajukan di Maskanul Huffaz nya Usth. Oky, ya saya bilang, berani? Siap! katanya. Karena dalam hitungan saya pasti Usth Oky sebagai Sumber Primer dalam penelitian berbulan-bulan ke depan akan banyak kesibukan. Akan tetapi lagi-lagi Ara berhasil. Saya intip di laman ig nya dia begitu akrab dengan Usth. Oky.
Sekali lagi, selamat Ara!
Dua jempol untuk anda!
Anda benar-benar jempolan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H