Masih ingat saat dunia menyatakan ISIS runtuh ?
Saat itu pasukan ISIS sudah terjepit di desa terakhir mereka dan pasukan pemerintah Suriah mengepung mereka. Setelah mati-matian mempertahankan diri, akhirnya ISIS menyerah karena mereka sangat kekurangan sumber daya manusia dan logistic sudah dibatas kekurangan.
Banyak korban kala itu, baik korban yang tewas maupun yang masih hidup. Bagi yang masih hidup hal ini menjadi persoalan besar karena sebagian besar dari mereka sudah berbaiat dengan ISIS dan sulit untuk mengubah keyakinan mereka. Kita tahu sebagian mereka berasal dari beberapa negara di Eropa seperti Jerman, Inggris dll, beberapa negara Asia termasuk Malaysia, Filipina dan Indonesia. Ada juga dari Australia dan Afrika. Dengan runtuhnya ISIS, status mereka adalah stateless (tidak punya kewarganegaraan) karena sebagian besar dari mereka sudah tidak mau mengakui negara asal dan mereka membakar paspor mereka.
Sulitnya mengubah keyakinan terutama keyakinan bahwa pentingnya negara dengan syariat Islam dan menjalaninya dengan konsep keras, amat ditentang oleh dunia. Kita tahu negara Eropa, menolak mereka kembali ke negara asal mereka karena konsep-konsep yang mereka yakini. Tak hanya Eropa, banyak negara dunia juga tak setuju dengan pemulangan para pengikut ISIS itu ke negara masing-masing.
Di Indonesia, hal itu juga menjadi perdebatan seru karena sebagian masyarakat ada yang mengatakan bahwa Pemerintah sudah selayaknya menerima mereka kembali berdasarkan azaz kemanusiaan, terlebih mereka lahir dan besar di negara ini. Sebagian dari tokoh dan intelektual menentangnya karena bagaimanapun mereka sudah memilih keluar dan bergabung dengan ISIS yang punya ideology yang sangat berbeda dengan Indonesia. Terlebih dari mereka sudah membakar paspor dan anak-anak mereka sudah sangat akrab dengan aura kekerasan yang diajarkan oleh ISIS.
Seorang professor Hubungan Internasional UI dengan tegas mengatakan bahwa pemerintah Indonesia tidak perlu repot-repot menerima mereka karena secara sukarela mereka sudah  bergabung dengan ISIS sehingga status WNI mereka sudah hangus alias eks WNI.
Media Internasional juga menayangkan dilema itu dengan menampilkan beberapa eks WNI di penampungan Suriah. Sebagian mereka adalah remaja yang sedih karena mereka kehilangan kesempatan mengenyam pendidikan dengan layak. Mereka ingin kembali ke Indonesia dan kembali menikmati kehidupan normal sebagai warga negara Indonesia.
Jika kita cermati hal di atas merupakan persoalan mendasar sebagai warga negara yang mengingkari (tidak mengakui) hal-hal kebangsaan seperti Pancasila, dan pemerintah yang bekerja keras untuk membangun negara ini. Pengingkaran ini merupakan sesuatu yang tidak pada tempatnya sebagai warga negara yang harusnya menghargai symbol-simbol negara.
Sebagai warga negara yang berada di wilayah Indonesia kita seharusnya menempatkan hal berbangsa dan bertanah air sebagai mana mestinya seorang warga negara. Kita warganegara dan berkebangsaan Indonesia, tidak selayaknya mengingkari ikhwal kebangsaan itu. Kita tak perlu mengingkari seperti orang yang bergabung dengan ISIS yang ingin kembali lagi setelah ISIS runtuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H