Mohon tunggu...
Rita Yuni
Rita Yuni Mohon Tunggu... -

cerpen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jarak yang Tak Terlihat

1 Mei 2014   03:12 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:59 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak pernah terlintas di pikiranku siang itu, kita bertemu . Inikah takdir Tuhan. Keindahan menjadi milik kita di usia masa muda, membuat kamu harus mengalir masuk dalam perjalanan kehidupanku. Jarak yang tak terlihat itu, seakan tak pernah ada. Dengan kurun waktu yang berjalan,usia kami semakin bertambah dewasa, semua itu menjadi cahaya kebenaran, laksana medan pertempuran perasaanku dengannya.

Senyuman mengembang dari bibir dan sorotan matanya, seakan menyadari aku atas mencintai wanita yang salah. Semua itu, terlihat jelas dengan sikapnya. Aku membenci kau dengan rasa cintaku.

“Apa yang aku inginkan saat ini ? lirih suara dalam hatiku “Bertepuk tangan di depan wajahnya. Dan menikmatinya, dengan rasa sakit.

Siang itu, dia muncul dengan baju muslim berwarna coklat, kembali kehidupanku. Aku merasa dadaku menyempit dan napasku menyesak. Apakah dia, mencintaiku dan bahagia saat kita bersama dulu.Pertanyaan yang selalu ada di benak, kepalaku.

Aku menguap lebar dan lepas, bukan karena mengantuk.Tapi saat ini kepalaku sedang penuh dengan tumpukan masa lalu. Semua ini bersumber  dari Mira, bagaimana bisa aku masih memikirkannya. Aku basuh wajakku dengan air keran lagi, berharap air dingin itu mampu mengusir rasa lelah dalam kepalaku.

Sambil mendongakan kepala, aku menatap wajahku lewat cermin di wastafel. Dadaku seketika nyeri. Nyeri yang sama saat kami harus terima kenyataan hidup, tidak seperti membalikan telapak tangan dan mengacuhkan semua itu. Meski teorinya mudah, prakteknya sangat menyisak. Mengenang kami pernah bersama-sam begitu lama. Sebagai laki-laki, aku sudah melakukan banyak hal untuk wanita yang aku cintai.

“ Aku malaikat yang pernah mengapus hari-hari burukmu, dengan keindahan” Dasar keras kepala ?! Keluh Andre.

Aku berikan semua kebahagian, kebaikan dan kehidupan, aku tak perduli dengan segala perbedaan kita.Aku tulus melakukannya. Mira yang selalu asyik dengan dirinya sendiri, kadang cemburu mengusaiku. Mungkin aku pacar yang sedikit possessive dan protective terhadapnya, agar dia menyadari keberadaanku.Ternyata kebersamaan kita, tak membuat dia sadar berartinya ketulusan cintaku, keras kepalanya itu bikin dia sedikit susah, untuk berpikir positif.Membuat cinta kami tak bertepi.

Perempuan ini menjadi sangat ahli dengan semua perasaanku.Dia begitu mudah memporak-perandakan dalam kehidupanku, sejak aku berumur lima belas tahun. Begitu banyak hal-hal kekonyoalan denga spontan yang aku lakukan, untuk mengejar cinta pertamaku, saat-saat masa remajaku. Dan aku menikmatinya,sampai tak bisa menghentikannya. Saat menjelang pernikahanku,dua hari lagi.Dengan spontan aku menemuinya, untuk memastikan perasaanku dan aku pernah melamarnya, saat aku begitu tertekan pada keadaan pernikahanku. Pernikahanku dengan Alena,membuat aku gila dengan sifatnya penuh cemburu dan protectivenya dalam segala hal. Semua itu bukan salahnya,karena aku terlalu mengacuhkannya.Tahun kelima perkawinan kami kandas.

Kembali aku basuh wajahku, aku tatap bayangan wajahku lewat cermin.Dan aku tarik napas,sudah waktunya kebodohan yang membelenguku terhenti. Aku tidak pantas mempunyai perasaan ini, pada istri orang lain. Mungkin ini belengu karmaku, untuk rasa sakit pada perempuan-perempuan yang pernah,menjadi petuwalanganku di masa lalu. Biarlah aku sakit hati, karena cintaku tak terbalas. Engkau terbangkan aku kelangit, lalu kau jatuhkan aku ke jurang yang terdalam.

“Sebut aku bodoh” Tapi kamu lebih bodoh”

“Mira,walaupun kita tak bisa memilih terlahir dari keluarga kita, tapi kita bisa memilih  jalan kehidupan kita. Aku aka mencoba melepaskan mu, membiarkan kau bernapas bebas dan bahagia. Jika aku yang harus pergi, walaupun sakit hatiku. Dan membiarkan, jarak yang tak terlihat itu menjadi jelas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun