Mohon tunggu...
Rita Yuliza
Rita Yuliza Mohon Tunggu... Guru - Guru IPA SMPN 9 SUNGAI PENUH

Saya adalah seorang guru yang suka menulis dan melakukan eksperimen di laboratorium

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Siswa Kekinian nan Barbar, Siapa Salah?

20 November 2022   21:30 Diperbarui: 21 November 2022   10:00 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini kita dikejutkan oleh beberapa berita tentang kekerasan yang dilakukan oleh pelajar, tak hanya dari kalangan pelajar yang tergolong dewasa bahkan dari pelajar yang masih usia SD pun sudah paham mengenai perundungan. Tak ayal ini menjadi perhatian khusus bagi banyak kalangan, baik kalangan masyarakat maupun praktisi pendidikan. 

Namun pernahkah kita berfikir mengapa hal ini marak terjadi? siapakah yang bertanggung jawab? . Ketika sudah dihadapkan masalah seperti ini semua orang mulai sibuk mencari pembenaran diri, ada yang menyalahkan guru, ada yang menyalahkan orang tua, bahkan tak sedikit yang menyalahkan sistem pendidikan. Jadi sebenarnya siapakah yang salah? dan tanggung jawab siapa ini sebenarnya?

Mari kita berfikir bersama-sama, dari pada sibuk saling menyalahkan, apakah tidak sebaiknya kita saling merefleksi diri ? Sebagai orang tua tidak kah kita bisa bercermin dengan apa yang sudah atau belum kita tanamkan dalam diri anak kita? apa yang sudah kita ajarkan dan nilai apa yang ada dalam diri anak kita? apakah kita sudah paham? 

Mari kita flashback ke masa lalu, saat kita sebagai orang tua masih menjadi anak-anak, dimana saat kita pulang sekolah orang tua kita selalu bertanya "belajar apa tadi di sekolah nak?" atau "ada PR hari ini nak?" atau bahkan "kamu tadi di sekolah ngapain aja? main sama siapa?" apakah kita pernah berfikir, betapa ajaibnya kalimat sederhana itu? 

kalimat yang membuat kita merasa diperhatikan meskipun kita enggan mengerjakan PR saat kita masih usia sekolah, mungkin kita beralasan bahwa kita terlalu sibuk untuk menanyakan hal bodoh tersebut pada anak kita, tapi pernahkah kita berfikir, bahwa orang tua kita dulu juga sibuk ke sawah dan ladang untuk memenuhi kebutuhan kita tapi masih menyempatkan diri menanyai kondisi kita di sekolah?. Itulah bedanya orang tua jaman dulu dan jaman sekarang, yang beranggapan bahwa anak akan bahagia jika materi nya terpenuhi, tanpa memikirkan kebutuhan rohani anak, akibatnya jasmani anak kita tumbuh besar, namun roh mereka tetap kerdil didalamnya, karena tidak pernah diberikan sentuhan cinta dan didikan kasih dari keluarga.  

Atau, masih ingatkah kita ketida sedang asik bermain bola kemudian orang tua kita datang dengan senjata andalannya, baik sendal jepit maupun pemukul kasur untuk sekedar memanggil kita untuk pulang dan sholat magrib? mengapa sekarang kita sebagai orang tua tidak melakukan hal yang sama ketika anak kita bermain gawai sampai lupa waktu? Mungkin kita selalu mengawasi siapa saja teman nongkrong anak-anak kita, tapi pernahkan kita melihat isi HP anak kita? Melihat konten tidak pantas kah iya? ikut judi online atau tidak? bahkan terkadang kita tidak berani mengeceknya hanya karna alasan privasi. 

Padahal, apalah privasi anak jika dihadapan orang tua? dan hal yang paling krusial adalah tindakan orang tua yang selalu membatasi guru untuk mendidik anak mereka, tanpa orang tua sadari, mandset mereka yang seperti itu, justru membuat guru menjadi tak acuh terhadap anak mereka "sudahlah, yang penting sudah menyampaikan materi, perkara mau nakal atau apa diamkan saja, dari pada kita dipenjara, kan bukan anak kita" itu yang tertanam dalam benak guru saat ini, ketika tidak dapat memberikan penanganan kepada anak, ketika hanya ditegur cara berpakaian pun guru disalahkan, ketika memarahi anak karena merundung anak lain pun di polisi kan, maka jangan salahkan jika suatu saat semua guru akan menutup mata dengan akhlak anak kita. 

Maka, stop menyalahkan orang lain, anak adalah anugerah tuhan bagi orang tuanya, bukan bagi orang lain dan bukan pula anugerah bagi kebijakan pemerintah dan perubahan kurikulum. Maka anak, sepenuhnya adalah tanggung jawab orangtua, guru hanya menyempurnakan apa yang ada dalam diri anak, berikan hak anak sepenuhnya, bukan hanya materi, tapi juga makanan untuk rohani mereka, kasih sayang orang tua dan ilmu agama akan menyempurnakan kodrat anak kita. Jadilah agen perubahan bagi keluarga kita sendiri, berikan semua kebutuhan anak kita dengan seimbang, agar tak hanya fisik nya yang bertumbuh, namun kebutuhan rohaninya juga terpenuhi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun