Mohon tunggu...
Rita Audriyanti
Rita Audriyanti Mohon Tunggu... Penulis - Ibu rumah tangga

Semoga tidak ada kata terlambat untuk menulis karena dengan menulis meninggalkan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Suami Pensiun, Istri Disuruh Pensiun Pula

8 Desember 2015   17:36 Diperbarui: 8 Desember 2015   17:39 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Sumber foto: jambi.tribunnews.com

Masing-masing secangkit teh hangat di sore itu, menambah keseruan dua ibu paruh baya ngobrol ngalor ngidul. Mulai urusan cucu, harga barang, soal taksi 'uber' akan beroperasi resmi di Jakarta, rumpi apalah-apalah di infotainmen, sampai urusan MKD (Masak Kagak Dah), beli aje....hehehe. Semakin seru ketika teman ini "membongkar" rahasianya bagaimana hal ihwal ia pensiun.

Teman ini, sebut saja Ibu Melati, adalah PNS di sebuah departemen. Sementara suaminya pegawai BUMN. Tahun lalu sang suami pensiun duluan. Sedangkan masa pensiun istri masih dua tahun lagi.

Belum setahun menjalani masa pensiun, suaminya mulai uring-uringan. Waktu 24 jam terasa 48 jam. Pagi melepas istri berangkat kerja. Sore atau malam menyambut istri pulang kerja. Persis sama seperti si suami dulu aktif sebelum pensiun.

Sebelum rasa gak jelas datang, bulan-bulan pertama pensiun, wow....pensiun nikmat sekali. Rileks. Otak ringan tanpa beban. Bisa tertawa tanpa terhentikan oleh tiba-tiba ingat janji meeting. Pokoknya senang dan bebas. Sejumlah buku sudah habis dilahap. Siaran TV bukan saja berita yang ditontonnya, gosip murahan pun ditonton juga. Apa yang terjadi kemudian?

Merasa sendirian di rumah hanya berteman si Mbok, mulai timbul rasa sepi. Anak-anak sudah sibuk dengan urusannya masing-masing. Ia pun tak suka bergaul. Teman nongkrongnya ya hanya sang istri.

Istri kerja setiap hari kecuali akhir pekan. Terpaksalah Sabtu Minggu dijadikan sebagai "hari pembalasan" untuk menemani suami kemanpun dimintanya. Istri karena sayang suami, tidak masalah memenuhi permintaan suami. Suami jadi segar lagi tapi istri bertambah letih.

Suatu malam menjelang tengah malam, mata suami tidak bisa terpejam. Tidak ada lagi kegiatan yang menarik bisa dilakukan, maka ia mencolek istri yang sudah pulas di sampingnya. Yang dicolek tak bergeming. Dicolek lagi, cuma merubah posisi. Akhirnya, dini hari suami tertidur juga.

"Terus kenapa kamu pensiun?"

Ibu Melati mulai merapikan posisi duduknya. Mendehem. Lalu berkata, "Hmmm....disuruh suami!"

"Kok, bisa?"

Sudah bisa diduga juga, sih.  Suami ibu Melati sudah tidak tahan sendirian di tinggal istri bekerja. KESEPIAN! Itu jawaban yang ditumpahkan oleh suaminya.

Merasakan selama ini benar-benar sebagai pasangan belahan jiwa, akhirnya luluh juga Melati ini menerima permohonan suaminya.

"Kamu pensiun aja, ya, sayang. Temani Aku di rumah. Bersama-sama saja kita kemanapun."

Ibu Melati luluh dengan permintaan suaminya. Dengan air mata berderai sambil menatap wajah suaminya, lalu kedua tangan Melati memegang pipi suaminya dan mengangguk. Tanpa kata.

Hari itu adalah hari dimana Melati membuat sebuah keputusan penting dalam karir dan hidupnya. Demi orang yang dicintainya, teman seperjalanan hidupnya, suaminya, bapak anak-anaknya, kakek cucu-cucunya, Melati ikhlas berhenti bekerja. 

Seminggu kemudian, Melati resmi mengajukan pensiun lebih awal. Ia lalu merapikan semua barang-barang di kamar kerjanya. Menyelesaikan tanggung jawabnya kepada pimpinan dan teman kerja terkait. Lalu pamit undur diri.

Tak sedikit rekan kerjanya yang menyayangkan keputusan Melati pensiun. Melati sedang di puncak karir. Tetapi buat Melati, suaminya adalah "karir" paling berharga yang dimilikinya dari dulu. Tak ada yang bisa mengalahkannya. Melati bersedia pensiun bukan karena takut kepada suaminya, bukan karena letih melainkan karena ia lebih memilih menjalani kebahagian bersama.

Lalu apa yang mereka kerjakan?

Pasangan pensiun ini mengisi hari-hari dengan tugas rutinitas di rumah. Mendengarkan musik. membaca. Menulis. Memasak. Berkebun. Beribadah lebih khusu' lagi. Beranjangsana ke rumah teman yang sudah lama tidak jumpa. Dan satu lagi kegiatan yang mereka sukai adalah jalan-jalan. 

Pelajaran yang bisa dipetik dari kisah Melati ini adalah bahwa usia yang semakin senja, kesempatan menua bersama pasangan bisa dihitung berapa lama lagi. Karena waktu yang entah berapa lama lagi, itu merupakan kata kunci untuk terus bisa bersama. Materi, jabatan dan popularitas adalah benda-benda yang tidak akan pernah habis untuk diperjuangkan tapi cinta dan kasih sayang?

Ah,....bagiku Melati adalah istri yang memiliki mata hati yang jernih.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun