Mohon tunggu...
Rita Audriyanti
Rita Audriyanti Mohon Tunggu... Penulis - Ibu rumah tangga

Semoga tidak ada kata terlambat untuk menulis karena dengan menulis meninggalkan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Daripada Jajan Mari Makan Bersama Murid dan Guru

8 Oktober 2013   16:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:49 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jajan sudah menjadi bagian gaya hidup dari masyarakat modern sekarang ini. Jajan sudah mengalami modifikasi yang awalnya merupakan cara anak-anak menghabiskan uang sakunya, beralih menjadi kebiasaan semua lapisan usia memenuhi panggilan perutnya. Maka menjamurlah bisnis jajanan mulai dari kelas Abang-Abang pinggir jalan hingga Food Court di Mal-Mal. Bahkan saat ini, jajan juga merupakan bagian dari wisata kuliner.

Tidak jauh berbeda dengan jajanan sekolah. Sudah sering kita mendengar berbagai kasus yang diakibatkan karena jananan tersebut mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan. Tapi tetap saja, kita menyaksikan murid-murid berebutan mengantri jajanan melalui pagar sekolah atau di kantin sekolah. Sementara, mangkok bekas Bakso bisa berhari-hari menghiasi ruang kantor sekolah bekas Bapak dan Ibu Guru jajan.

Jajan di Sekolah

Tidak semua Kantin Sekolah mampu menyajikan makanan bersih, sehat dan murah. Semua pun sudah tahu bagaimana peran Abang-Abang penjual jajanan depan gerbang sekolah menjadi andalan anak sekolah. Tidak jarang juga para guru ikut menjadi pelanggannya. Meskipun jajanan makanan dan minuman tersebut terkena isu tercemar zat pewarna, perasa dan pengawet berbahaya, namun akhirnya semua sirna begitu saja walau memakan korban jiwa sekalipun.

Kalaupun ketersediaan Kantin Sekolah di bawah pengawasan pihak sekolah, tapi tengoklah apa isi jajanannya. Biasanya tidak jauh dari makanan cepat saji yang tidak seimbang gizinya, seperti aneka gorengan, Pizza, Burger, Spaghetti, yang kurang mengandung serat. Akibatnya akan terbentuk pola makan yang tidak sehat. Lebih jauh anak-anak lebih cepat menderita penyakit degeneratif dan gangguan kesehatan lainnya, dampak dari ketidak seimbangan gizi jajanan tadi.

Mari Makan Bersama Murid dan Guru

Zaman saya SD dulu, kami diminta membawa makanan sendiri dari rumah. Tidak boleh membawa uang jajan. Akibatnya, tidak ada seorangpun tukang makanan di depan sekolah. Memang merepotkan Ibu saya yang harus bangun lebih awal untuk mempersiapkan bekal bagi anak-anaknya yang berangkat sekolah. Kami tidak makan sendirian. Bersama-sama guru yang mengajar pada pelajaran sebelum masuk waktu istiraharat, kami Makan Bersama di dalam kelas. Ibu guru juga membawa bekalnya. Apa yang terjadi selama Makan Bersama itu?

Sebelum lonceng tanda sekolah berakhir, guru bertanya kepada murid-muridnya tentang bekal apa yang dibawa esok hari. Bu Guru sering mengingatkan atau memberi ide bekal apa sebaiknya yang dibawa. Semua disampaikan dengan santai.

Sebelum Makan Bersama dimulai, murid-murid secara teratur keluar ruangan mencuci tangan. Lalu berdoa. Kemudian Ibu Guru berkeliling melihat menu bawaan murid-murid. Biasanya ada selingan untuk saling tukar atau berbagi bekal kepada sesama teman, juga untuk Bu Guru. Bekal kami tidak harus selalu makanan berat.

Makanan tidak boleh bersisa, apa lagi sampai dibuang. Selesai, masing-masing merapikan alat-alat makannya lalu disimpan dalam laci meja masing-masing. Setelah itu baru murid-murid dan guru keluar kelas istirahat.

Giliran anak saya sekolah, mereka dibiasakan oleh sekolahnya untuk membawa potongan buah-buahan dan sayuran, dan makanan yang mengandung karbo hidrat serta protein, misalnya Roti dan selai, Nasi Dadar Gulung. Namun dilarang membawa coklat dan minuman bersoda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun