Mohon tunggu...
Rita Ririn Duwijayanti
Rita Ririn Duwijayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

hobi saya membaca, renang, dan bersepeda.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peradilan Agama di Indonesia: Kekuasaan Negara untuk Menegakkan Hukum dan Keadilan

29 September 2023   16:45 Diperbarui: 29 September 2023   16:46 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Peradilan" dapat digunakan untuk semua hal yang berkaitan dengan perkara pengadilan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menurut Abdul Gani Abdullah, peradilan memiliki wewenang untuk menyelesaikan perkara untuk dan atas nama hukum demi tegaknya keadilan dan hukum. Peradilan agama Indonesia berfungsi untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan menerima, memeriksa, mengadili, memutuskan, dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu. Perkara kompetensi pengadilan agama perkawinan, kewarisan, iInfaq, zakat, ekonomi syariah, wasiat dan hibah yang didasarkan pada hukum Islam, wakaf, dan sodaqoh. Pengadilan Agama memiliki kedua posisi sebagai institusi hukum dan sebagai institusi sosial. Posisi kedua terus berubah karena interaksi antara pengadilan dan masyarakat, yang menuntut hakim untuk mempelajari, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang berlaku di masyarakat. Hukum keluarga telah berkembang di masyarakat Islam modern di negara-negara Islam dan di negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim.

Dalam hukum peradilan agama, ada beberapa prinsip umum yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Pertama, asas peradilan bebas dan merdeka memberikan negara kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan, yang merupakan dasar negara hukum Republik Indonesia. Kebebasan melaksanakan wewenang yudisial tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan yang didasarkan pada pancasila. Kedua, peradilan harus sederhana, mudah dipahami, dan tidak terlalu formal. Untuk melakukan pemeriksaan yang cepat dan bermakna, hakim harus cerdas dalam menginventarisir masalah, mengidentifikasi masalah, dan mempelajari dasar masalah dan sumber bukti. Dan biaya ringan berarti bahwa pengadilan harus mempertimbangkan biaya secara rasional, rinci, dan terbuka, serta menghilangkan biaya tambahan yang tidak berkaitan dengan kepentingan para pihak dalam perkara. Ketiga, Pasal 58 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 dan Pasal 5 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 menetapkan bahwa pengadilan harus mengadili menurut hukum dan tidak membedakan orang. Keempat, Asas Audi et Altera Partem mewajibkan pengadilan untuk menyamakan kedudukan semua pihak yang berperkara di persidangan. Ini berarti bahwa pengadilan harus memastikan bahwa semua pihak memiliki derajat yang sama dan hak yang sama di persidangan.

Pustaka:

Prof. Dr H. Pagar,M.Ag. 2015. Peradilan Agama Di Indonesia. Perdana Publishing. Medan

M. Khoirur Rofiq. 2022. Hukum Acara Peradilan Agama. Rafi Sarana Perkasa. Semarang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun