Mohon tunggu...
rita haryanti
rita haryanti Mohon Tunggu... Dokter - Penulis adalah seorang ibu rumah tangga dan bekerja sebagai dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (SpKFR) di sebuah rumah sakit di Bekasi.

Penulis adalah ibu rumah tangga yang bekerja sebagai dokter dan senang dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Schreened Out, Silicon Valley, dan Gangguan Berbahasa

29 Oktober 2021   09:25 Diperbarui: 29 Oktober 2021   09:40 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Schreened Out, Silicon Valley, dan Gangguan Berbahasa

Pandemi membuat perubahan gaya hidup. Semakin banyak orang yang tergantung pada gawai dan sangat dipengaruhi media sosial selama pandemi berlangsung.

Belum lama ini stasiun televisi National Geographic menayangkan film dokumenter yang cukup menarik terkait hal ini berjudul "Schreened Out". Film dokumenter tersebut membahas tentang banyaknya manusia pada masa kini yang terpapar gawai. Film itu juga membahas bahaya media sosial.

Tujuh puluh persen orang dewasa rata-rata menghabiskan 3-5 jam setiap hari di depan layar gawai mereka, bahkan sebagian orang dapat menghabiskan waktu selama 7 jam di depan gawai. Yang memprihatinkan, Anak-anak usia 0-8 tahun rata-rata menghabiskan waktu di depan gawai selama 3 jam sehari, usia 8-12 tahun dapat menghabiskan waktu selama 5 jam sehari, dan usia 13 tahun ke atas rata-rata menghabiskan waktu 6-9 jam di depan gawai mereka. Angka yang cukup fantastis.

Berada di depan layar gawai untuk waktu yang lama dapat menyebabkan kecanduan.  Terpapar media sosial secara terus-menerus dapat mempengaruhi pemikiran dan gaya hidup seseorang. Banyak permasalahan yang timbul akibat kecanduan gawai dan media sosial ini.

Dalam film diceritakan bahwa paparan terus-menerus pada gawai, dan pengaruh media sosial, membuat seorang remaja ingin melakukan bunuh diri. Diceritakan ada seorang remaja usia13 tahun mencoba bunuh diri dengan meloncat dari balkon apartemennya. Beruntung ayah sang anak saat itu melihat hal tersebut dan berhasil mencegahnya. Remaja tersebut termasuk korban media sosial yang menghabiskan sebagian besar waktunya di depan gawai. Walaupun sudah menjalani sejumlah terapi, remaja tersebut hingga kini masih merasa belum bisa terlepas dari gawai. Hidupnya sangat dipengaruhi media sosial. Ia merasa khawatir bila foto-fotonya yang terpampang di media sosial tidak menarik, dan kekhawatiran semacam itu terus menghantui pemikirannya.

Perusahaan-perusahaan teknologi informasi mengetahui bahwa gawai dan aplikasi yang mereka buat dapat menyebabkan kecanduan. Adanya kecanduan pada gawai membuat perusahaaan-perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan lebih besar. Hal inilah yang juga dikritik oleh seorang pakar dalam tayangan tersebut. Menurut pakar tersebut perusahaan teknologi informasi harusnya memiliki ahli sosiologi yang meneliti dan menilai seberapa bahaya aplikasi atau gawai yang mereka ciptakan.

Ada hal yang menarik dalam tayangan tersebut.  Di sekolah yang berada di Silicon Valley USA, daerah tempat sebagian besar perusahaan dan rumah para pakar dan pengusaha teknologi informasi berada, gawai dilarang dibawa ke sekolah. Anak-anak mereka lebih banyak diajarkan untuk berinteraksi sosial dengan teman-temannya, mengerjakan tugas-tugas sekolah tanpa gawai.

Para guru di sana menyatakan bahwa anak-anak tersebut menjadi lebih cerdas dan kreatif. Mereka juga dapat berinteraksi sosial, menjalin pertemanan dengan baik. Di saat sebagian besar anak-anak sekolah lain di dunia berkutat dengan gawai dan kehilangan kemampuan berinteraksi sosial, anak-anak para pakar teknologi informasi tersebut diajarkan cara menghabiskan waktu tanpa media sosial.  Mungkin karena para pakar dan pengusaha teknologi informasi lebih memahami bahaya media sosial maka anak-anak mereka di sekolah tidak diizinkan membawa gawai.

Bahaya kecanduan gawai yang juga memprihatinkan adalah kenyataan bahwa anak usia 0-8 tahun rata-rata menghabiskan waktu di depan gawai selama 3 jam. Usia 0-3 tahun merupakan usia emas untuk belajar berbicara, berkomunikasi. Bila pada usia tersebut stimulus untuk perkembangqn berbahasa tidak optimal maka mereka dapat mengalami gangguan berbahasa, keterlambatan berbicara.

Untuk belajar berbicara anak perlu berbagai stimulus. Stimulus penglihatan, pendengaran, taktil, vestibular, propioseptif, yang diperlukan untuk perkembangan berbahasa bisa mereka dapatkan dari bermain, diajak berbicara, dan berinteraksi, dengan orang tua atau orang terdekatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun