Perpustakaan Cikini, Kenangan Masa Kecil, dan Budaya Literasi
Pagi ini, tiba-tiba Adik, anakku terkecil ingin mengunjungi Perpustakaan Cikini. Ia mendapat informasi tentang perpustakaan tersebut dari internet. Ia memang sedang senang membaca berbagai buku. Bukan hanya buku cerita seperti novel, tetapi juga buku-buku sejarah atau yang lainnya.
Aku terkesiap mendengarnya, baru menyadari dan mengingat kembali keberadaan perpustakaan anak-anak yang sangat homy itu. Selama ini suamiku sering mengajak anak-anak untuk berkunjung ke toko buku dan membeli buku, untuk memuaskan dahaga membaca mereka.Â
Dengan membeli, maka bisa mengoleksi berbagai buku dan membacanya lagi bila diperlukan. Tidak terpikirkan oleh kami untuk mengajak anak-anak ke perpustakaan.
Kami pun kemudian menuju Perpustakaan Cikini yang berlokasi di Taman Ismail Marzuki. Ternyata kompleks Taman Ismail Marzuki sedang dipugar, petugas yang berjaga di sana tidak bisa memastikan kapan pemugaran itu selesai. Kami berharap tidak lama lagi bisa mengunjungi kembali bangunan baru Taman Ismail Marzuki.
Aku terkenang masa kecil dan remajaku sekitar 30 tahunan lalu. Hampir tiap akhir pekan aku dan adikku mengunjungi Perpustakaan Cikini. Hari yang ditunggu-tunggu.Â
Perpustakaan anak-anak yang nyaman itu menjadi tempat favorit kami. Di sanalah aku mengenal dan membaca berbagai buku yang mengasyikkan. Koleksi buku anak-anaknya lumayan lengkap.
Ada buku novel anak-anak karya Enid Blyton yang menjadi kegemaranku. Bisa dibilang koleksi buku Enid Blyton ini pun cukup lengkap.
Ada berbagai serial misteri karya penulis legendaris ini seperti Lima sekawan, Sapta Siaga, Pasukan Mau Tahu, dan seri petualangan kakak beradik Dinah, Philip. Ada juga serial sekolah asrama yang sangat seru seperti serial Gadis Paling Badung, Malory Towers, dan juga Si Kembar.
Rasanya hampir semua judul buku serial tersebut sudah kubaca. Buku-buku tersebut menurutku sangat menginspirasi, mengajak siapa pun yang membacanya untuk turut bertualang dan merasakan kehidupan sekolah berasrama dengan permasalahannya.
Selain karya Enid Blyton banyak novel misteri menjadi koleksi perpustakaan ini, seperti novel misteri karya Agatha Christie, Sherlock Holmes, Trio Detektif, juga ada novel klasik seperti Laura Ingals, Old Shatterhand dan Winnetou, dan masih banyak lagi.Â
Di perpustakaan ini pula aku mengenal karya Ernest Hemingway. Saat itu yang kubaca adalah buku kumpulan cerpen penulis produktif tersebut.
Bagi anggota perpustakaan, diperbolehkan meminjam dua buku yang dibawa pulang, sedangkan bagi yang tidak menjadi anggota hanya boleh membaca buku-buku tersebut di tempat.
Ibuku membolehkan kami meminjam satu buku cerita dan satu buku pengetahuan. Koleksi buku pengetahuan popular perpustakaan ini pun cukup banyak, seperti biografi orang-orang terkenal, kisah para penemu, juga ada buku ensiklopedia yang berkertas tebal. Untuk buku yang terakhir ini hanya boleh dibaca di tempat tidak boleh dibawa pulang.
Selain buku-buku yang kusebut di atas, Perpustakaan Cikini juga memiliki koleksi komik anak yang lengkap dan menarik. Buku-buku komik tersebut hanya boleh dibaca di tempat, tidak boleh dibawa pulang.Â
Di sinilah aku mengenal berbagai komik menarik dari para komikus dunia. Ada komik Asterix, Tintin, Polisi 212, Smurf, Trigan, dan lainnya.
Komik terakhir yang kusebut kulihat sudah sulit ditemui di toko buku, sedangkan komik yang lain masih banyak dijual di toko buku ternama.Â
Padahal Trigan termasuk komik yang menarik menurutku, bergenre sains fiksion yang memadukan latar belakang budaya ala Romawi dengan dunia modern dan luar angkasa.Â
Kota Trigopolis dalam cerita Trigan, terdiri dari bangunan yang didirikan di atas bukit-bukit Batu. Kota yang mengingatkanku pada Mekah, dengan bangunan di atas bukit-bukit batu.
Dengan koleksi buku anak yang cukup banyak dan mengasyikkan, dan ruangan membaca yang nyaman dengan bantal-bantal dan karpet, perpustakaan ini pun ramai oleh pengunjung.
Setiap tahun saat ulang tahun Taman Ismail Marzuki, diadakan pemilihan pengunjung perpustakaan yang paling rajin. Biasanya yang terpilih adalah anggota perpustakaan yang datang setiap hari.Â
Ya, perpustakaan Cikini memang sangat nyaman, sehingga ada anak-anak yang setiap hari selalu datang ke sini. Mungkin bila rumahku dekat aku pun akan berkunjung setiap hari.
Perpustakaan Cikini telah menumbuhkan rasa cinta buku dan meningkatkan budaya literasi khususnya di kalangan anak-anak.
Itulah kenanganku saat sering berkunjung ke Perpustakaan Cikini di masa lalu. Di masa kini pun kubaca di media sosial perpustakaan tersebut banyak dikunjungi berbagai kalangan dari anak-anak hingga dewasa, dan fasilitasnya jauh lebih lengkap dengan bangunan tiga lantainya.
Rasanya rindu ingin kembali berkunjung ke Perpustakaan milik Pemerintah Daerah Jakarta itu. Tidak sabar rasanya menanti bangunan ini selesai dipugar.
Aku berharap di daerah lain pun terdapat perpustakaan daerah dengan koleksi buku menarik dan senyaman Perpustakaan Cikini. Perpustakaan yang nyaman akan menarik minat pengunjung untuk datang dan menumbuhkan budaya literasi. Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H