Mohon tunggu...
A Rita
A Rita Mohon Tunggu... -

Seorang sekretaris yang nggak seksi,\r\ningin nampang dan terkenal tapi minder,\r\ningin tenar tapi nggak lovable enough,\r\nseorang pemimpi sejati yang terus mencari jalan untuk meraih mimpinya,\r\n\r\ndan seorang Putri yang menginginkan cinta sejati,\r\n\r\nsekaligus spesialis cerita sedih dan mellow\r\n\r\nread my stories in\r\nkaryacinta-rita.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] Di Penghujung Senja #2

9 November 2015   17:42 Diperbarui: 9 November 2015   17:49 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padang, 05 April 2007…

Salar de Uyuni, kata-kata milik Attar. Sebuah tempat menakjubkan berupa dataran garam terluas di dunia yang diperkirakan mengandung 10 ton garam di dalamnya. Salar de Uyuni adalah sisa-sisa dari danau jaman pra-sejarah yaitu Danau Michin yang 40.000 tahun yang lalu dikategorikan sebagai danau terbesar. Salar de Uyuni juga disebut cermin terbesar di dunia, karena saat kita berdiri di atas datarannya ketika musim dingin, langit akan terpantul di sana dan  sekan begitu dekat hingga kita bisa menjangkaunya.

Ibu Teresia memberi Attar nilai A, untuk Salar de Uyuni-nya. Sedangkan aku?

Sebelum giliran tiba, aku sudah harus menemukan satu kata baru yang berbeda. Teringat pada buku sebuah buku alkimia yang tidak sengaja aku lihat diperpustakaan.

Giliranku datang, aku menuliskan kata-kata itu di papan tulis dan semua teman mengerutkan dahinya. The Philosopher’s Stone atau Batu Bertuah. adalah pencarian panjang dalam dunia alkemi, atau ilmu kimia tinggi di mana para ilmuwan barat berabad-abad yang lalu membuat penelitian tentang bagaimana cara mengubah logam biasa menjadi emas. Konon katanya batu bertuah adalah zat legendaris, pelarut atau katalisator yang sempurna, yang bisa digunakan untuk bisa menjadi awet muda.

Untuk Philosopher’s Stone, Ibu Teresia juga memberi aku nilan A. Satu sama.

***

“Makan siang di warung nasi sebelah ya?" ajak Attar dan aku langsung mengangguk dengan senang hati. Aku mengaguminya.

Bukan karena waktu itu di kelas hanya dia satu-satunya teman yang sama-sama Muslim dan tidak banyak anak-anak  pribumi mendaftar di kampus ini. Tapi, karena dia orang yang bersahabat dan mau berteman dengan gadis sepertiku –ya seperti aku yang pendiam dan berpikir, anak lelaki yang tahu sopan santun sudah jarang ditemui.

Aku memang memutuskan mengikuti kuliah di sebuah akademi bahasa asing yang dikelola oleh yayasan Nasrani. Walaupun bukan satu-satunya universitas yang memiliki jurusan Sastra di Padang. Aku memilihnya karena tidak lulus seleksi masuk universitas negeri. Di sini, di kampus ini, sebagian besar mahasiswanya adalah keturunan Tionghwa dan hampir dari mereka semua berbahasa dengan bahasa yang tidak dimengerti orang pribumi.

Tapi, sebenarnya ini bukan masalah tentang pribumi dan Tionghwa. Ini hanyalah tentang perasaanku. Karena aku tidak suka berada di keramaian dan kampus ini mahasiswanya tidak sebanyak di kampus-kampus lain. Suasananya lebih tenang dan kelas pun terasa agak santai. Lagipula, aku tidak suka berpetualang, kurang pandai bergaul, monoton, berbeda dengan Attar –sahabatku sejak masuk kuliah.

Muhammad Attar, nama lengkapnya, bergabung dengan kelompok mahasiswa pecinta alam. Saat liburan, ia akan pergi mendaki gunung, atau tempat-tempat yang berada di ketinggian. Dia juga punya program sosial seperti mengajar anak jalanan, menghimpun dana  untuk panti asuhan dan panti jompo, ikut kegiatan ke-Palang Merah-an, belum lagi organisasi mahasiswa di kampus.

Attar  membagi banyak hal denganku lewat cerita-ceritanya ketika berkemah di satu tempat. Dia bercerita dengan penuh semangat sambil sesekali berkata ‘Rugi kamu kalau belum pernah ke sana. Sumatera Barat ini indah!’. Aku hanya tersenyum, karena terlahir di sini tentu aku lebih ingin melihat keluar dari provinsi ini. Berbeda dengan Attar, dia tidak berasal dari Padang walaupun ayahnya adalah orang Minang. Ibunya orang Sunda dan kedua orang tuanya sudah lama menetap di Bandung. Satu-satunya hal yang membuat Attar tinggal di sini adalah keindahan alam negeri ini. Aku harusnya merasa bangga, tapi Attar tidak akan mengerti bahwa sebenarnya aku terkungkung. Aku tak pernah menghayati keindahan tempat-tempat yang pernah kudatangi, aku malahan berpikir suatu hari nanti aku ingin merantau.

Sebenarnya, tidak ada yang istimewa dari sosok Attar. Dia hanya bertubuh tinggi dan agak kurus dengan kulit sawo matang. Rambutnya ikal dan berombak juga agak gondrong dengan poni menutup sedikit dahinya. Kulitnya kecoklatan. Bila ke kampus, ia biasa mengenakan jeans dan kemeja lengan panjang, dengan motif kotak-kotak atau kaos berkerah wana gelap. Dia tidak terlalu tampan jika dibandingkan dengan beberapa don juan kampus yang sukanya berganti-ganti pacar. Tapi, bagiku, orang yang disegani oleh banyak teman, adalah seorang pribadi yang menarik. Walaupun, kekasihnya seorang gadis pesolek dan manja, ia seolah tampak bisa mengatasinya.

“Attar!” Asha muncul entah dari mana menghampiri mereka. Ia terlihat sangat senang hari ini. "Hai, Zuri!” sapanya sebelum mata indahnya memaku Attar yang sekarang mengalihkan semua perhatiannya dari sosok yang jadi tak terlihat di depannya.

Aku melirik jam tangannya, hampir jam satu siang. “Attar, aku lupa punya urusan penting," katanya.

 “Eh…," Attar malah kelihatan bingung, saat tiba-tiba aku langsung berlalu dari hadapannya.

Mungkin inilah yang membuat Attar tidak menyukaiku. Aku orang yang membosankan, berbeda dengan gadis manis itu. Dia begitu pandai menyenangkan hati orang dengan tingkah dan cara bicaranya yang lemah lembut. Seperti satu bungkusan lengkap dengan wajah yang rupawan pula. Lelaki mana yang tidak jatuh hati pada gadis seperti Asha di saat ia pun juga punya hati pada orang itu?

***

 

Prev.                           Next

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun