Mohon tunggu...
RIFKY R TANJUNG
RIFKY R TANJUNG Mohon Tunggu... Penikmat Akal Sehat -

1) Iam Moslem 2) Penikmat Kajian Sosial Politik dan Budaya 3) Love Bangka Belitung 4) *Menulis Untuk Melawan Lupa*

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mewujudkan Masyarakat Sadar Pemilu

9 September 2016   10:55 Diperbarui: 17 September 2016   13:58 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gambar Ilustrasi: www.rumahpemilu.org)

Pemilu yang demokratis dapat diwujudkan apabila terdapat integritas dalam proses dan hasil pemilu yang diindikasikan melalui partisipasi masyarakat, peran stakeholder, integritas penyelenggara dan peraturan perundang – undangan yang efektif dan efisien. Beberapa hal tersebut memiliki keterkaitan yang erat dalam menciptakan pemilu yang demokratis, zero pelanggaran dan partisipasi masyarakat yang sadar demokrasi.

Menyoal partisipasi masyarakat, terkadang kita memahaminya secara bias, tidak mendalam untuk mendefinisikannya, atau bahkan lupa. Sesungguhnya terdapat suatu keunikan terkait dengan partisipasi masyarakat dalam pemilu dan pilkada. Partisipasi masyarakat tidak hanya dipersepsikan sebagai bentuk dukungan atau keaktifan masyarakat untuk memilih (nyoblos), tetapi partisipasi masyarakat juga ada dalam proses pengawalan demokrasi oleh seluruh unsur masyarkat agar proses dari pada pesta demokrasi dapat terwujud dengan baik dan bersih.

Upaya peningkatan partisipasi masyarakat telah diamanahkan kepada penyelenggara, stakeholder, dan lain sebagainya. Ini merupakan sebuah tugas suci bagi penyelenggara, dan stakeholder untuk membangkitkan idealisme pemilu dari  partisipasi masyarakat. Sebagai contoh ada pada Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2015 pasal 131 ayat (2) yang menjelaskan mengenai partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilihan, bahwa partisipasi masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan pada setiap tahapan Pemilihan, sosialisasi Pemilihan, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilihan, dan penghitungan cepat hasil Pemilihan. Pada Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 133A juga sangat jelas menyebutkan tanggung jawab Pemerintahan Daerah dalam mengembangkan kehidupan demokrasi di daerah, khususnya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih.

Hal ini berarti bahwa partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu tidak hanya dimaknai dari tingginya tingkat memilih saat pungut hitung suara, atau kuantitas, namun dapat pula kita jabarkan partisipasi masyarakat dalam hal mengawal pemilu atau pilkada.

Penempatan posisi startegis masyarakat dijelaskan Gunawan (2015)  bahwa dalam konteks pengawasan pemilu, dibutuhkan usaha keras bersama untuk menjadikan masyarakat sebagai subjek dalam pemilu bukan objek pemilu semata. Sebagai subjek atau aktor dalam pemilu, masyarakat dapat berperan, misalnya dengan menggerakan, mensosialisasikan, dan mendidik mereka yang mempunyai hak pilih. Dalam konteks pengawasan pemilu, masyarakat dapat menjadi aktor – aktor utama pengawas yang dapat bekerja sama langsung dengan Bawaslu atau ikut bergabung dengan lembaga – lembaga pemantau yang melalukan pemantauan. Konsep inilah yang mendasari hadirnya pengawasan pemilu partisipatif yang digagas oleh Bawaslu RI.

Dinamika Partisipasi

Celah – celah pelanggaran pemilu selalu ada dan akan berhadap – hadapan dengan kepentingan politisi, dan masyarakat. Untuk itu, sisi peran masyarakat dalam penyelenggarakan merupakan partisipasi yang tidak hanya bertumpu pada kuantitas jumlah masyarakat yang ikut memilih saat tahapan pungut hitung, namun masyarakat akan turut serta berperan aktif mengawal jalannya tahapan pemilu dari awal sampai akhir, sehingga celah, modus pelanggaran dapat diminimalisirkan melalui pencegahan partisipatif oleh masyarakat.

Terdapat variable yang harus kita cermati dalam pelanggaran pemilu yang terjadi pada setiap tahapannya seperti pelanggaran money politic,Daftar Pemillih Tetap (DPT)  yang ganda, atau pelanggaran yang intervalnya sangat dekat dengan masyakarat, karena kesadaran masyarakat yang masih belum kuat dan posisi tawar masyarakat dalam pemilu. Berkenaan dengan hal tersebut, maka masyarkat seharusnya bukan menjadi objek dalam pemilu, namun peran masyarakat harus bertransformasi menjadi subjek dalam pemilu.

Program pengawasan partisipatif oleh Bawaslu harus dicermati, dan diimplementasikan oleh Stakeholder dan penyelenggara untuk membangkitkan spiritkesadaran masyarakat yang peduli dengan pelaksanaan pemilu atau pilkada yang berlangsung. Menciptakan masyarakat yang sadar pemilu yang mampu mengawal demokrasi bukan hal yang sangat mudah, dan membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak.

Ada contoh kecil yang sering kita temui, ketika terjadi pelanggaran pidana pemilu berupa money politic.Secara sadar masyarakat menerima bingkisan, pemberian uang, atau janji yang diberikan oleh calon atau tim sukses sebagai bentuk pertukaran sosial-ekonomi antar kedua pihak. Dalam analisa kritis, bahwa hal tersebut menandakan masyarakat masih belum sejahtera dari sisi sosial-ekonomi, yang berdampak pada sisi kesadaran serta kepedulian tentang peran masyarakat dalam menciptakan pemilu yang berintegritas.

Bayangkan sudah berapa banyak pelanggaran itu terjadi, pertukaran yang luput dari pengawasan mata tetapi kita rasakan keberadaanya? Meskipun sebagian penerima merasionalisasikan pemberian sebagai pemberian diluar dari garis pesta demokrasi, karena masih ada penerima yang memang belum tercerahkan karena tidak mengetahui hal – hal yang menjadi pelanggaran dalam pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun