Mohon tunggu...
Riswan Hidayat
Riswan Hidayat Mohon Tunggu... -

membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Modus Mencari Belas Kasih

26 Juni 2017   09:29 Diperbarui: 10 Juli 2017   14:49 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang jomblo pasti akan sedikit gelisah ketika membaca judul ini, tenang saja. Ini tidak seperti yang saudara bayangkan. Yang saya maksudkan mencari belas kasih tiada lain sebagai pengganti kata untuk meminta-minta. Ya , tulisan ini saya harapkan menjadi pedoman kita untuk memberi  atau pun tidak memberi uang ataupun barang bagi para pengemis. Meskipun begitu, bisa jadi bagi para pencari jodoh modus-modus yang saya temukan ini bisa jadi inspirasi untuk mencari belas kasih wanita atawa mengemis cinta (kali ini saya terbayang kacamatanya Mas Jony Iskandar)

Akhir-akhir ini Tarif pengemis  cenderung mengalami peningkatan (dalam bahasa orde baru disebut dengan penyesuaian) . Mungkin mereka menyesuaikan dengan tarif ngamen yang menjadi 1000 rupiah, karena bila pengamen dikasih 500 rupiah akan mrengut. Mungkin disesuaikan dengan parkir yang 1000 rupiah tapi bila dikasih 2000 rupiah tidak ada kembalian. Bila kemarin-kemarin pengemis yang kita kasih 500 rupiah masih mau menerima, sekarang tidak. Mereka (bila kita kasih 500 rupiah) akan serta merta ganti meledek dan menghina kita, dengan melempar koin 500 rupiah itu misalnya. Atau kalau pas diperempatan, melemparkan koin itu ke aspal. Sekali lagi dengan pandangan menghina.

Modus-modus mengemis

Didalam upayanya mendapatkan uang pengemis ternyata mempergunakan beberapa cara kekinian (dalam hal ini mengatungkan tangan dengan mimik memelas bukan dalam hitungan. Itu masih mainstream bung !) Oh jadi ini modus-modus yang anti mainstream ya? Ya tidak begitu juga, tergantung kitanya saja mengklasifikasikannya. :D Berikut modus-modus pencari belas kasih tersebut? Dan semoga bisa menjadikan anda lebih untuk tidak berbelas kasih dengan sesama.

Dengan Amplop

Dengan amplop surat? Yang bener? Masak sih kayak cinta monyet bapakku dulu pake surat-suratan untuk sekedar janjian pengin ketemu (ribet banget yah?). Di jaman teknologi serba elektronik kayak gini kok masih sempet-sempetnya ya, buat surat untuk seseorang yang tidak dikenalnya dengan harapan orang tersebut bisa memberinya uang.

Saya mendapat "surat" ini di Jalan Mangkubumi Yogyakarta, ketika  makan di angkringan, cara memberikannya tidak diulungkan kepada saya dengan sopan, tetapi dilempar di tikar disamping saya duduk dengan dengan sembarangan . Pelakunya bocah perempuan sekitar 8-9 tahunan, tidak kotor-kotor amat.  Setelah melemparkan amplop "pengemis itu" duduk tidak jauh dan menunggu barang 5 menit, kemudian mengambil amplop tersebut dengan harapan saa sudah mengisinya dengan sejumlah uang.

Ini salah satu contoh isi amplop yang ditulisi dengan permohonan bantuan.

"mohon maaf aya mau minta Bantuan untuk membelibuku dan susu adik saya dan juga untuk membeli seragam sekolah dan untuk makan sehari-hari teri Makasih"

Bila permohonan bantuan tersebut kita uangkan dengan kira-kira, kurang lebihnya adalah sebagai berikut: Bantuan membeli buku sebesar 5000 rupiah, membeli susu adik sebesar 40.000 rupiah, membeli seragam sebesar 75.000 rupiah, untuk makan sehari-hari  20.000 rupiah. Yap 140.000 rupiah, dia meminta sejumlah itu. Ini bisnis besar bung....

Dan bagaimana nasib amplop itu? Saya tidak membalas sama sekali surat dari pengemis tersebut! Lalu hubungannya dengan jomblo? Apakah harus kembali membuat suarat cinta lagi, dan diberikan dengan sembunyi-sembunyi? Atau memberikan amplop kosong? Baiklah, semuanya percayakan pada ahlinya.

Akting jadi orang gila

Akting pura-pura gila dengan pakaian sedikit kusut dan pandangan mata menerawang, biasa dijumpai  di depan toko waralaba. Dengan luka di kaki semacam borok (beberapa orang dan tukang parkir mengatakan hanya luka palsu) sungguh membuat hati lekas jatuh.  Beberapa orang disekitar pernah mengatakan (ada juga yang pernah memfoto) pengemis tersebut sedang  memainkan hp  smartphone yang bisa dibilang canggih. Sungguh nikmat apa lagi yang akan kau dustakan?

Yang bisa menjadi pelajaran untuk para jomblo yaitu pura-pura gila, ketika menyatakan cinta pada orang yang ditaksirnya. Ketika yang ditaksir atau yang ditembak menolak mereka toh punya alibi kuat untuk tidak menanggung malu selama hidupnya.

Pura-pura pingsan

Ini pingsan yang pakai skenario.  Tergantung situasi dan kondisi dimana mereka akan pingsan , mereka telah melakonkan skenario yang telah dihapalkannya. Bisa kecopetan, tidak punya bekal, di tipu orang dan lain sebagainya.

Saran untuk yang jomlo, pdkt ke calon mertua dan untuk mengenal calon mertua pakailah modus ini. Pura-pura pingsan lah didepan rumah calaon mertua, selebihnya terserah anda.

Pura-pura cacat

Kaki buntung, nggak bisa jalan, jalan derngan ngesot, nggak punya tangan tapi semuanya hanya pura-pura.  Mereka berperilaku begini supaya dikasihani tapi mereka tidak sadar bahwa perbuatan ini sangat merendahkan saudara kita yang benar-benar memiliki kekurangan yang berkeinginan dan berkeras untuk bekerja.

Bawa gerobak

Ini kelihatannya sama sekali tidak mengemis,  membawa gerobak berisi kardus kadang ada anak-anak didalamnya,  ditarik laki-laki dan yang perempuan mengikuti di belakang.  

Modus ini sering dijumpai di bulan Romadhon. Selain di bulan suci ini saya tidak tahu, dimana mereka?

Itulah beberapa modus operandi para peminta-minta. Terserah pembaca untuk memberi atau pun tidak memberi santunan kepada mereka adalah hak pembaca. Dan untuk yang belum punya pacar apabila ingin meniru modus operandi ini gunakan hanya nomer satu, dua dan tiga saja. Yang ke empat dan lima tidak usah akan sangat merana hidup anda!

Dan saya akhiri tulisan ini dengan kutipan Sukarno presiden pertama Indonesia "Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, daripada makan bestik tapi budak."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun