Mohon tunggu...
Riswandi Yusuf
Riswandi Yusuf Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

melintasi batas waktu dengan menulis, maka kau akan tetap hidup walaupun dirimu sudah tiada...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Agama adalah Proses Manusiawi

15 November 2020   08:42 Diperbarui: 15 November 2020   08:50 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman keberagamaan manusia mulai dari sejak awal sampai hari ini telah melahirkan kompleksitas paradoksal yang begitu rumit untuk dipahami. 

Agama sebagai sesuatu yang berasal dari tuhan, diturunkan kepada manusia dengan tujuan dasar untuk menjadi petunjuk, menerangi jalan hidup mereka sehingga tidak terjadi chaos, tetapi kenyataan malah juga terjadi yang sebaliknya. 

Di satu sisi, agama dialami sebagai jalan dan penjamin keselamatan, cinta dan perdamaian. Tetapi ternyata di lain sisi, sejarah membuktikan agama justru menjadi sumber, penyebab dan alasan bagi kehancuran dan kemalangan umat manusia. Karena agama, orang bisa saling mencinta. Tetapi atas nama agama pula, orang bisa saling membunuh dan menghancurkan.

Charles Kimbal bahkan mengemukakan sebuah pertanyaan, mengapa agama menjadi masalah padahal ia diturunkan dari dan berasal dari tuhan yang notabene sebagai sang maha kasih yang kiranya dalam agama tidak seharusnya ada kekejian walaupun hanya sedikitpun? 

Lebih jauh Kimbal menelaah persoalan ini dengan menulis buku dengan judul yang sangat kontroversial yaitu "Kala Agama Jadi Bencana". Sepanjang isi bukunya ini, Kimbal berusaha mengemukakan jawaban-jawaban dari pertanyaannya di atas.

Yang menjadi problem utama adalah bencana atau kekerasan yang disandarkan pada agama ini justru diklaim sebagai pembelaan terhadap kebenaran ajaran agama yang diselewengkan oleh pihak lain- atau setidak-tidaknya oleh mereka yang tidak sepaham dengan pemahaman keagamaan mereka, karena mereka berada di luar jalur kebenaran yang diyakini bersumber dari agama, sehingga apabila ia tidak mau kembali, maka cara terakhirnya adalah harus dibasmi. 

Setidaknya alasan sederhana ini yang menjadi dasar dari terjadinya semua peristiwa terorisme. Seperti contoh peristiwa 11 september 2001 penyerangan gedung WTC New York yang menewaskan banyak nyawa tak bersalah, yang ditunggangi oleh seorang muslim yang dalam tanda kutip "saleh dan sangat religius" yaitu Osama bin Laden.

Juga berkaca pada perang Salib yang terjadi antara Islam dan Kristen pada abad ke 12 dan 13. Perang ini dianggap wajib oleh masing-masing pihak karna dianggap mempertahankan kebenaran dan kepentingan atas nama agama. 

Di satu sisi, pihak islam menganggap Kristiani adalah orang kafir yang wajib diperangi yang juga berusaha merebut simbol suci Islam, yaitu Kota Yerussalem. Sedangkan di sisi lain, umat Kristiani dengan alasan yang sama ditambah dengan alasan bahwa siapapun yang ikut Perang Salib ini maka mereka akan masuk surga, betapapun sangat banyak dosanya.

Kenyataan yang terjadi pada masa-masa kontemporer ini juga tidak jauh berbeda. Agama justru telah menjadi ajang untuk saling membenci, yang semakin menampakkan agama yang memperuncing aspek dirinya yang negatif, jahat, dan merusak. Beberapa kalangan sudah mulai meragukan bahwa agama tidak lagi dapat diandalkan untuk menyelesaikan sekian banyak problem manusia di zaman ini. 

Bahkan sebagian diantara mereka menciptakan suatu ide atau gagasan "Spiritualitas tanpa Agama", sebuah cara bertuhan yang tidak lagi mengikatkan dirinya pada agama tertentu.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah benarkah agama adalah sebuah masalah? jawabannya bisa iya tetapi bisa juga tidak, intinya adalah harus melihat makna dan definisi agama secara proporsional, bahwa agama yang berasal dari tuhan pasti tidak akan pernah salah, tetapi ketika telah masuk dalam ruang-waktu sebagai wadah sejarah yang penuh dengan pergulatan ragam daya fikir dan emosional penafsiran  manusia yang punya banyak kelemahan, maka kebenaran tuhan itu yang sampai kepada mereka akan menjadi relatif.

Islam - dan juga semua agama yang ada saat ini -- adalah produk sejarah. Karena itu, sudah pasti semua konsep agama yang diketahui dan dipahami saat ini adalah penafsiran dari pemeluk-pemeluknya. Dan penafsiran ini, karna keterbatasan dan kelemahan epistemologi manusia, bisa salah di samping juga bisa benar. 

Dari sinilah kenyataan empiris sejarah agama terutama Islam harus dipahami secara proporsional. Munculnya kekerasan dan penindasan atas nama agama harus diletakkan secara benar sebagai kenyataan sejarah agama atau sejarah Islam misalnya, bukan karena Islam itu sendiri, yang doktrinnya sudah pasti tidak akan mentolerir hal-hal semacam itu. Karena kekeliruan banyak orang adalah menyamaratakan doktrin agama dengan sejarah agama.

agama terdiri dimensi ultima dan dimensi kultural. Pada tataran dimensi ultima, agama tidak pernah salah dan bermasalah karena langsung mengacu kepada yang absolut yang perenial. Pada tataran dimensi kulturallah agama menjadi menyejarah melahirkan banyak ekspresi, corak, dan bentuk keagamaan.  

Munculnya banyak agama dengan pengalaman teologis yang berbeda-beda karena setiap zaman mempunyai budayanya dan kemampuan rasionalitas penafsirannya sendiri-sendiri. 

Ketika sebuah agama dibalut dan dibentuk dari budaya adiluhung, yang kaya akan kearifan, ketinggian intelektualitas dan emosionalitas, keseimbangan antara teks dan konteks, maka pemahaman agama yang akan terbentuk dan menyejarah adalah agama yang sesuai dengan dimensi ultimanya, yaitu agama cinta kasih, pengharapan, dan perdamaian. 

Tetapi sebaliknya, ketika agama mengambil tempatnya di dalam budaya dan pemikiran yang kolot, miskin dan antiperadaban, maka agama akan menampakkan wajah paradoks nilai-nilai terbalik yang terkandung dalam dimensi ultima.

Kesimpulannya adalah agama sebagai dimensi kultural adalah sebuah fenomena yang sangat manusiawi karena dijalankan dan dipahami oleh manusia itu sendiri. 

Sehingga pada gilirannnya bisa dimengerti bahwa agama bukanlah tujuan, bukan tuhan, ia hanyalah jalan menuju tuhan sesuai dengan nama, sejarah, dan budayanya sendiri-sendiri, dengan pengalaman yang selain mencerahkan juga bisa membawa bencana dan kehancuran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun