Mohon tunggu...
Riswandi Yusuf
Riswandi Yusuf Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

melintasi batas waktu dengan menulis, maka kau akan tetap hidup walaupun dirimu sudah tiada...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Agama adalah Proses Manusiawi

15 November 2020   08:42 Diperbarui: 15 November 2020   08:50 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah benarkah agama adalah sebuah masalah? jawabannya bisa iya tetapi bisa juga tidak, intinya adalah harus melihat makna dan definisi agama secara proporsional, bahwa agama yang berasal dari tuhan pasti tidak akan pernah salah, tetapi ketika telah masuk dalam ruang-waktu sebagai wadah sejarah yang penuh dengan pergulatan ragam daya fikir dan emosional penafsiran  manusia yang punya banyak kelemahan, maka kebenaran tuhan itu yang sampai kepada mereka akan menjadi relatif.

Islam - dan juga semua agama yang ada saat ini -- adalah produk sejarah. Karena itu, sudah pasti semua konsep agama yang diketahui dan dipahami saat ini adalah penafsiran dari pemeluk-pemeluknya. Dan penafsiran ini, karna keterbatasan dan kelemahan epistemologi manusia, bisa salah di samping juga bisa benar. 

Dari sinilah kenyataan empiris sejarah agama terutama Islam harus dipahami secara proporsional. Munculnya kekerasan dan penindasan atas nama agama harus diletakkan secara benar sebagai kenyataan sejarah agama atau sejarah Islam misalnya, bukan karena Islam itu sendiri, yang doktrinnya sudah pasti tidak akan mentolerir hal-hal semacam itu. Karena kekeliruan banyak orang adalah menyamaratakan doktrin agama dengan sejarah agama.

agama terdiri dimensi ultima dan dimensi kultural. Pada tataran dimensi ultima, agama tidak pernah salah dan bermasalah karena langsung mengacu kepada yang absolut yang perenial. Pada tataran dimensi kulturallah agama menjadi menyejarah melahirkan banyak ekspresi, corak, dan bentuk keagamaan.  

Munculnya banyak agama dengan pengalaman teologis yang berbeda-beda karena setiap zaman mempunyai budayanya dan kemampuan rasionalitas penafsirannya sendiri-sendiri. 

Ketika sebuah agama dibalut dan dibentuk dari budaya adiluhung, yang kaya akan kearifan, ketinggian intelektualitas dan emosionalitas, keseimbangan antara teks dan konteks, maka pemahaman agama yang akan terbentuk dan menyejarah adalah agama yang sesuai dengan dimensi ultimanya, yaitu agama cinta kasih, pengharapan, dan perdamaian. 

Tetapi sebaliknya, ketika agama mengambil tempatnya di dalam budaya dan pemikiran yang kolot, miskin dan antiperadaban, maka agama akan menampakkan wajah paradoks nilai-nilai terbalik yang terkandung dalam dimensi ultima.

Kesimpulannya adalah agama sebagai dimensi kultural adalah sebuah fenomena yang sangat manusiawi karena dijalankan dan dipahami oleh manusia itu sendiri. 

Sehingga pada gilirannnya bisa dimengerti bahwa agama bukanlah tujuan, bukan tuhan, ia hanyalah jalan menuju tuhan sesuai dengan nama, sejarah, dan budayanya sendiri-sendiri, dengan pengalaman yang selain mencerahkan juga bisa membawa bencana dan kehancuran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun