Mohon tunggu...
riswanda angga putra
riswanda angga putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam 45

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kontroversi Omnibuslaw Cipta Kerja, Putusan Mahkamah Konstitusi ''Benteng terakhir''

8 Desember 2021   13:00 Diperbarui: 8 Desember 2021   14:04 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya banyak ketentuan dalam undang-undang cipta kerja yang merampas hak-hak pekerja buruh ,namun di sisi lain pengusaha tentu akan sangat diuntungkan. Hal ini terlihat bereda dalam kontrak tanpa batasan dalam Pasal 59, hari libur dihapus dalam Pasal 7, aturan tentang upah diganti dalam Pasal 88, ,hak untuk meminta permohonan PHK dicabut dalam Pasal 169, sanksi tidak membayar upah dihapuskan dalam Pasal 91.

Akhirnya, pada 25 November 2021 Untuk pertama kalinya sejak berdirinya Mahkamah Konstitusi (MK) menerima sebagian permohonan untuk pengujian formal. 

Mahkamah Konstitusi menjadi benteng terakhir rakyat sebagai pengawal jalannya konstitusi memberi angin segar karena telah menegaskan bahwa undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang penciptaan lapangan kerja (UU Cipta Kerja) memiliki kekurangan secara formil sebab bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, maka Mahkamah konstitusi juga berpendapat proses pembentukan UU No. 11 tahun 2020 tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945 . Pada akhirnya Pengadilan memutuskan bahwa Undang-Undang cipta kerja inkonstitusionalitas bersyarat.

Pengadilan memerintahkan pembentuk undang-undang untuk memperbaiki dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun setelah putusan diumumkan. Jika dalam periode ini tidak ada amandemen yang dibuat maka undang-undang penciptaan cipta kerja akan dinyatakan inkonstitusionalitas.

Anwar juga menyatakan ''apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU Cipta Kerja, maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali''.

Selain itu Mahkamah Konstitusi (MK) juga mendesak pemerintah untuk menunda segala tindakan atau keijakan yang bersifat strategis dan berjangkauan luas serta tidak beralasan dalam menerbitkan peraturan pelaksanaan baru terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja.

Menghadapi putusan MK tentang undang-undang cipta kerja yang menguras pikiran pemerintah dan DPR untuk tetap menjadikannya sebagai aturan baru.

Pada dasarnya DPR adalah wadah/tempat dari segala keinginan dan permintaan rakyat yang kemudian disampaikan kepada pemerintah mengenai kebijakan dan aturan yang ditetapkan oleh eksekutif. DPR sebagai lembaga legislatif memiliki hak untuk mengawas jalannya pemerintahan sebagai lembaga eksekutif. Kenyataannya DPR sebagai fungsi pengawasan tidak berjalan dengan baik seperti yang di amanatkan konstitusi.

Bila demikian maka lembaga yudikatif yang memiliki kekuasaan kehakiman atau pengadilan sebagai langkah atau upaya terakhir rakyat agar mendapatkan rasa keadilan dan haknya sebagai warga negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun