Mohon tunggu...
Riswandi
Riswandi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menyemai Kisah, Menuai Hikmah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tunjangan Guru Swasta yang Tersandera

28 November 2010   00:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:14 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ah, lagi-lagi ini cerita klasik tentang nasib guru swasta yang tak ada habisnya. Hati saya miris saat mendengar tunjangan daerah untuk guru swasta lagi-lagi tertunda pembayarannya. Ini bukan cerita dari siapa-siapa. Ini cerita dialami sendiri oleh istri saya, seorang guru di sekolah swasta di daerah Tangsel. Ya, sudah sejak beberapa bulan yang lalu, istri saya diminta melengkapi berkas-berkas yang diperlukan guna pencairan dana tunjangan daerah untuk guru swasta. Bahkan, saat itu istri saya (dan guru-guru lainnya, tentunya) diberi janji (atau hanya untuk mendulang suara?) oleh salah satu calon bupati (sebelum pemilukada Tangsel) bahwa tunjangan daerah itu akan dicairkan sebelum tanggal 13 November. Tentu saja itu disisipi pesan, "Jangan lupa coblos no. ... pas pemilukada nanti, ya?" Yang saya herankan, bagaimana bisa pegawai di Kemdiknas yang sedang melakukan sosialisasi membawa pesan seperti itu? Entahlah, ada permainan apa sebenarnya di sana. Tapi itulah yang terjadi.

Dengan sedikit harapan, istri saya pun menunggu pencairan dana itu. Namun, sampai sekarang pun, kepastian kapan dana itu cair belum ada. "Jangan-jangan duit itu dah habis dipakai buat kampanye, ya?" Itulah celetukan istri saya. Sekadar menghibur hatinya, saya pun hanya bisa berkata, "Yang sabar ja, mungkin belum rezeki kita." Istri saya pun berucap, "Ya, gak bisa begitu mas. Dana itu kan dari pemerintah. Seharusnya sudah dicairkan dong. Daerah lain ja udah pada cair kok. Dana itu kan udah jadi hak kita sebagai guru swasta, kenapa pencairannya ditunda-tunda. Pakai pesen-pesen tertentu lagi." Saya pun hanya bisa terdiam memerhatikan wajah istri saya yang kesal.

Ya, begitulah nasib guru swasta. Gajinya minim, eh, mau dapat tunjangan daerah (yang tidak seberapa besarnya), susahnya minta ampun. Dan, yang bikin lebih kesal lagi, pemberian dana itu ditunggangi pihak-pihak yang ingin jadi penguasa. Ah, sudahlah istriku (dan juga guru swasta lain yang punya nasib sama), kalau sudah rezeki kita, nanti tunjangan itu juga gak akan kemana....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun