Sepasang wajah muda-mudi terlihat semringah menyaingi bunga-bunga plastik yang merekah di sekitar pelaminan bertirai merah. Di hadapan keduanya, ibu-ibu dan bapak-bapak sibuk mengantre membentuk pose permainan ular tangga.Â
Pemandang itu adalah kegiatan yang lumrah terjadi di dalam resepsi pernikahan yang digelar oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Namun, ada satu situasi akrab lain yang kerap muncul di sela-sela kebahagiaan sang pemangku acara, apalagi kalau bukan bisik-bisik tetangga.
Pengalaman tersebut mungkin tidak terjadi di semua pesta pernikahan, terutama untuk ukuran acara mewah yang diadakan di hotel kelas atas. Ya, walaupun pada dasarnya akan selalu ada orang yang berkata buruk tentang kita.Â
Tetapi bagi kalangan yang mengandalkan lahan kosong dekat rumah, memblok satu gang pemukiman, menyewa lapangan RT/RW, memanfaatkan halaman masjid, hingga membooking gedung pertemuan sederhana, menjadi korban review dari para tetangga yang bermulut besar sudah dianggap sebagai bagian dari konsekuensi.
Aktivitas kondangan memang selalu penuh cerita dan mampu meninggalkan kesan tersendiri, tapi bukan berarti kita bisa mengekspresikan kesan tersebut melalui utasan review yang melukai orang lain. Sialnya, kejadian seperti ini tidak satu atau dua kali saya jumpai.
Meski tak ada peta yang sama untuk menuju arah dewasa, di tahun 2022 ini, mayoritas manusia yang sebaya dengan saya (sekitar 23 tahun ke atas) tampaknya sudah siap untuk menjadi orang dewasa seutuhnya, dan merawat kedewasaan itu sampai akhir hayat. Â
Mereka bersuka cita membagikan foto pra nikah, sampai menyebar undangan versi digital di laman media sosial. Saya pun berkesempatan untuk terlibat dalam momen sakral tersebut sebagai seorang tamu undangan.
Dalam salah satu resepsi pernikahan yang berlangsung tak jauh dari tempat saya tinggal, ada saja tetangga sekitar yang hadir bukan untuk membawa ucapan selamat dan segenggam doa, melainkan nyali seujung kuku untuk melakukan ritual julid di belakang si tuan rumah.Â
Persis seperti YouTuber yang tengah me-review barang atau makanan, mereka menjelaskan secara rinci apa saja kekurangan dari pesta pernikahan tadi. Kumpulan tetangga yang didominasi oleh ibu-ibu itu mulai memercikan api kenyinyiran.
"Banyak uang tapi kok pestanya gitu doang, harusnya kan bisa lebih mewah," ujar salah satu orang yang kemudian disambut dengan penuh semangat 45 oleh yang lainnya.