Mohon tunggu...
Ristyono Eko Puspo
Ristyono Eko Puspo Mohon Tunggu... Mahasiswa - POLTEKIP

Hobi berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Keadilan bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

8 Maret 2024   23:51 Diperbarui: 8 Maret 2024   23:51 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halo Lokal. Sumber ilustrasi: PEXELS/Ahmad Syahrir

Di Indonesia, anak didik pemasyarakatan dan narapidana mendapatkan pembinaan di suatu tempat bernama Lapas. Lokasi ini dulunya dikenal sebagai penjara. Sebagai Unit Pelaksana Teknis, Lembaga Pemasyarakatan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (sebelumnya Kementerian Hukum). Ada dua kategori utama narapidana yang digunakan di penjara: "tahanan" dan "Narapidana Pemasyarakatan". Kelompok terakhir terdiri dari mereka yang perkaranya masih menunggu keputusan akhir dari hakim atau jaksa mengenai bersalah atau tidaknya mereka. Sebelumnya dikenal sebagai sipir penjara, petugas pemasyarakatan adalah pegawai pemerintah yang bertugas memastikan keselamatan narapidana yang dipenjara di lembaga pemasyarakatan. Penjara-penjara di Indonesia baru-baru ini menjadi sorotan karena isu-isu terkait dengan layanan hak-hak narapidana, termasuk kepadatan yang berlebihan, penggunaan pungutan liar, dan proyek penyelesaian masalah yang belum selesai. Polisi, jaksa, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan adalah empat kaki dari sistem peradilan pidana. Pada akhirnya, tugas lembaga pemasyarakatan adalah menegakkan peraturan bagi narapidana, khususnya yang berkaitan dengan pembatasan kebebasannya.

Salah satu aspek upaya pencapaian hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam ICCPR adalah pembinaan narapidana selama ditahan. Beberapa dari narapidana ini mempunyai hukuman yang lebih spesifik, seperti perdagangan atau penggunaan narkoba, terorisme, korupsi, penangkapan ikan yang melanggar hukum, atau tindakan pelanggaran internasional lainnya, namun semuanya menjalani hukuman untuk berbagai kejahatan, termasuk pembunuhan, pemerkosaan, penipuan , dll. Sehubungan dengan hal ini, narapidana harus mendapatkan bimbingan non-diskriminatif mengenai inisiatif hak asasi manusia. Salah satu permasalahannya adalah narapidana kesulitan dalam menjalankan haknya. Tidak mendapatkan hak istimewa yang diinginkan narapidana, termasuk remisi dan pembebasan, melalui pelatihan dan kepatuhan terhadap pembatasan yang relevan, dapat menyebabkan stres, depresi, dan bahkan anarki.

Narapidana tindak pidana berat yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah 99 Tahun 2012 sulit mendapatkan pembebasan bersyarat karena ketatnya persyaratan permohonan justice collaborator dan tingginya hukuman bagi koruptor. Karena hambatan-hambatan ini, narapidana mungkin kehilangan motivasi untuk mematuhi peraturan lembaga pemasyarakatan; lebih jauh lagi, mereka mungkin percaya bahwa tidak ada gunanya berusaha memperbaiki diri karena hak-hak mereka tidak akan pernah bisa ditegakkan. Peraturan Pemerintah No. Undang-Undang Nomor 99 Tahun 2012, misalnya, yang memperkuat landasan pemberian putusan bebas terhadap kasus korupsi, telah memberikan manfaat bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Penggunaan hak istimewa bersyarat mengungkapkan bahwa narapidana luar biasa mengalami diskriminasi dibandingkan dengan narapidana biasa. Hal ini tidak adil karena Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 menetapkan persyaratan tertentu yang wajib dipenuhi oleh narapidana luar biasa. Batasan tersebut antara lain: Langkah pertama untuk mendapatkan pembebasan bersyarat adalah mengumpulkan semua jaminan yang diperlukan. Sejalan dengan Pasal 50 ayat (1) huruf H Permenkumham Nomor 21 Tahun 2013, "kepala rumah atau masyarakat mengetahui kemampuan keluarga". Mungkin sulit bagi narapidana untuk mendapatkan jaminan keluarga karena faktanya tidak semua narapidana berasal dari keluarga dekat atau karena keluarga narapidana mungkin merasa malu terhadapnya. Terkait dengan itu, lamanya waktu yang diperlukan untuk memperoleh salinan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan tersebut mungkin membuat narapidana tertentu tidak mungkin mendapatkan belas kasihan atau hak bersyarat lainnya. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 menjelaskan bahwa "dokumen seperti petikan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan diperlukan untuk memberikan remisi, pembebasan bersyarat, asimilasi, dan izin untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum". Ketiga, sesuai dengan Pasal 34A ayat (1) dan Pasal 43A ayat (1) yaitu narapidana "mengunjungi keluarga". Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, "narapidana luar biasa harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk grasi atau pembebasan bersyarat". Sebagai bagian dari aturan ini, narapidana harus bersedia membantu penyidik untuk menentukan apakah mereka melakukan tindak pidana selama berada di dalam penjara atau tidak (justice collaborators).

Sebagai bagian dari peran mereka sebagai pembina narapidana, lembaga pemasyarakatan harus mendidik narapidana tentang norma-norma sosial dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk terlibat dalam kegiatan kelompok yang meningkatkan kepercayaan diri mereka. Harapan kami, hal ini akan mengarah pada kebebasan narapidana. Narapidana membutuhkan ketahanan jika ingin bersaing dengan masyarakat di luar penjara; ini berarti mereka tidak boleh lagi melanggar hukum. 10 Asas Pemasyarakatan merupakan cita-cita yang dijunjung tinggi oleh Pancasila, UUD 1945, dan Peraturan Standar Minimal (SMR), serta menjadi landasan bagi pendidikan narapidana. Pemasyarakatan, sebagai bagian terakhir dari sistem peradilan yang lebih luas, sangat penting dalam menangani kejahatan pidana. Oleh karena itu, penjara dan sistem terkait, metode pelatihan, dan petugas pemasyarakatan merupakan mata rantai dalam reaksi berantai operasi penegakan hukum (HAM) berbasis hak asasi manusia.

Hasil evaluasi Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) terhadap proses pendampingan dan pembinaan menjadi dasar penyusunan indikator dan uraian tahapan tertentu. Dalam pertemuan rutinnya, Tim ini mengumpulkan data dari Pengawas Pemasyarakatan, Pengawas Masyarakat, dan Wali Tahanan untuk menentukan kapan tahapan pembinaan dialihkan. Evaluasi ini juga dilakukan dalam kerangka tersebut. Namun, untuk memerangi egoisme narapidana tertentu yang secara keliru berasumsi bahwa karakter moral dan tindakan mereka hanya dimaksudkan untuk melindungi hak-hak mereka, Lembaga Pemasyarakatan berkomitmen terhadap pendekatan yang penuh kasih dan kewaspadaan terhadap pengembangan narapidana. Salah satu langkah pertama dalam mengalihkan perhatian seseorang dan memperjelas bahwa melakukan perbuatan baik tidak selalu menghasilkan "imbalan" seperti hukuman yang lebih ringan adalah dengan meningkatkan kesadaran diri. Pengembangan moral dan intelektual narapidana harus terus menjadi penekanan utama dalam program dukungan narapidana. Sangat bermanfaat untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan lembaga terkait lainnya untuk mengatasi permasalahan di lembaga pemasyarakatan, baik itu dengan membangun fasilitas baru, merelokasi narapidana ke lembaga yang jumlah narapidananya lebih sedikit, mempercepat pembebasan narapidana, atau memastikan bahwa hak-hak mereka terpenuhi.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun