Mohon tunggu...
Risty Hartini
Risty Hartini Mohon Tunggu... -

Berusaha menjadi guru berkarakter...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dari Kedua Tangan Mama

23 Desember 2017   00:04 Diperbarui: 23 Desember 2017   00:49 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

11 Januari, 25 tahun yang lalu...

Hari itu, perjuangannya dimulai. Saat-saat menegangkan yang merupakan kewajiban atas kodrat yang dimilikinya. Hari itu, hari dimana ia menjadi wanita seutuhnya. Hari itu, hari dimana ia memegang teguh dan janji kepada Tuhannya untuk menjalankan amanah yang dititipkan untuknya.

Mama, 

Jika saja hari itu semuanya gagal, maka mustahil jika saat ini aku berada di sisimu. Namun, engkau berjuang keras di antara hidup dan mati, dengan segala kesakitan di dalam diri.

Sedari kecil, aku dididik oleh seorang ibu yang sangat tegas. Dengan segala kekurangannya, beliau mengajarkan ku agar menjadi kuat. 

Mama, adalah orang yang selalu ingin melihat ku dalam keadaan baik. Beliau rela mengorbankan apa saja demi kebahagiaan dan kesuksesan ku. Aku, tak luput dari penjagaannya. Namaku, selalu terpatri di setiap untaian doa-doa indahnya.

Bahkan, setelah menikahpun, beliau masih terus menjagaku. Baginya, aku adalah segalanya. Dan bagiku, mama adalah nafasku, hidupku, jiwaku, ragaku, cahaya hatiku, penyemangat hidupku.

Tak terasa, kini ia semakin menua. Tubuhnya tak mampu lagi menahan beban kehidupan. Rambutnya semakin memutih, wajahnya yang dulu tersirat rona ketegasan namun penuh kelembutan hati nampak mengerut. 

Mama, 25 tahun kau terus menjagaku. Menjadikanku manusia paling beruntung di muka bumi ini. 

Mama, setelah kepergian ayahanda tercinta, dirimu memilih untuk berperan ganda. Menjadi ibu sekaligus kepala rumah tangga yang bekerja keras demi kebutuhan keluarga.

Kau pernah berkata, "seorang anak yang kehilangan ayahnya, memang mereka bersedih. Namun, mereka tidak akan larut dalam kesedihan. Karena, kelak anak-anak akan mendapatkan kebahagiaannya sendiri bersama keluarganya. Akan tetapi, seorang istri yang kehilangan suaminya, akan sangat bersedih sebab ia kehilangan separuh jiwanya."


Mama,

Dari kedua tanganmu,

Tangan yang lembut...

Tangan yang menghidupkanku..

Tangan yang memberiku belaian lembut kasih sayang...


Tiada satupun yang mampu kuberikan atas jasa-jasamu.


Mama, engkau adalah manusia terbaik yang aku miliki...


Terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang tulus darimu...


Anakmu,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun