"Emang abang ngerti?"
"Ngerti."
"Emang apa artinya?"
"Sonde tu tidak."
"Coba sini pinjam. Mau dengar lebih jelas."
Ratih meminjam ponsel Bang Ahmad, lalu didekatkan ke telinganya, sebentar. Tapi tetap tak paham. Kata-katanya terdengar aneh, tak bisa ditebak artinya. Dikembalikan lagi ponsel itu, Bang Ahmad masih terus berjoget sambil berjalan.
"Pagi, Bu! Â Pagi, Pak!", Ratih dan teman-temannya berusaha ramah kepada setiap orang yang ditemui.
"Iya iya." hanya dijawab begitu, sambil tersenyum memperlihatkan lidah dan gigi yang merah. Tangan kanannya terangkat seakan memberi hormat. Ratih dan teman-temannya membalas salam dengan mengangkat juga tangan kanan mereka. Dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung. Mungkin memang begitu budaya orang lorosae.
"Kang, lihat sumur itu?", bisik Nia kepada Kang Arya. Beli dan para abang memasang telinga.
"Sumur mana?"
"Itu, yang ditutupi kayu!"