Apa kamu tahu?
Bagiku, dirimu bak matahari terbit.
Bak gerak semu setelah fajar yang terbesit.
Lalu saat arunika mulai bangkit.
Logikaku berkelit pada implisit.
Ketika aku, kamu dan dia saling mengorbit.
Kupikir langit tak akan mempersulit.
Namun alur semakin menghimpit.
Menyisakanku dalam situasi yang membelit.
Oh langit...
Sampaikanlah aku pamit.
Bukan tak lagi ingin melihatnya terbit.
Diri ini hanya tak sanggup lagi mengorbit.
Karena ganjil tak kunjung menjadi genap yang favorit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H