Mohon tunggu...
Humaniora

Cracking Zone dan Sang Icarus

25 Oktober 2016   16:01 Diperbarui: 28 Oktober 2016   13:51 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prolog

...ketika suatu perubahan terjadi, ibarat alam yang mengalami  proses tumbukan dua lempeng besar,

Akan menghasilkan crack... celah, patahan, retakan.

Sekelompok orang mampu melihat kesempatan itu...

untuk kemudian memanfaatkannya, menerobos celah dan melompat ke zona baru

J

udul tulisan ini saya ambil dari judul buku karangan Rhenald Kasali (Cracking Zone, 2010). Menurut Rhenald Kasali, dalam setiap jaman akan selalu ada peluang untuk melakukan lompatan luar biasa bagi orang-orang yang mampu melihat celah/peluang dan kemudian masuk ke zona baru sebagai pemenang. Pun demikian, perubahan juga menawarkan ironisme... seperti sekarang ketika industri musik booming, alih-alih meraup keuntungan... perusahaan rekaman malah ada yang gulung tikar. Era berubah ...dunia maya ibarat ladang yang ditanami dan bisa tumbuh apa saja, oleh siapa saja ,,, dan kapanpun siapapun bisa memetik atau memanennya, bahkan banyak yang cuma-cuma. Praktis lagu tinggal diunduh dan di copy aja, tanpa perlu beli piringan, kaset ataupun CD. Jika sebelumnya artis-artis pada kampanye anti pembajakan hak cipta, saat ini seolah lebih “kooperatif” dengan pembajaknya...silakan aja bajak lagunya,,,tolong dipopulerkan, agar dipakai sebagai ring back tone, diundang konser on air ataupun off air dan bla bla...begitu kira-kira.

Begitu juga dengan media informasi. Kalau sebelumnya media menjual berita kepada pembaca,,,sepertinya sekarang polanya berubah menjadi media menjual pembaca kepada pengiklan. Media dengan jumlah pembaca banyak, tak heran kalau lantas kebanjiran iklan. Peluang... namun bisa menjadi era yang sulit bagi industri yang tidak berhasil bermetamorfosa.

Syukur alhamdulillah, saya pernah ditempat tugaskan di daerah cracking zonedalam makna yang sebenarnya, tepatnya di PLN Rayon Tanggeung Cianjur selatan Propinsi  Jawa Barat.  Dengan kontur pegunungan dan perbukitan, daerah ini kerap kali terjadi bencana alam pergeseran tanah ataupun tanah longsor. Dengan kondisi pasokan listrik yang kurang ideal, panjang jaringan rata-rata lebih dari 275 kms dari Gardu Induk, masalah utama yang kami hadapi adalah tegangan drop dan seringnya gangguan.  Saking rendahnya voltase di Cianjur selatan,,,bahkan lampu 110 Volt pun masih digunakan. Komplain bahkan unjuk rasa  masyarakat ke kantor menjadi pemacu adrenalin rekan-rekan PLN untuk lebih giat melakukan perbaikan.

Pasti semua insan PLN tidak akan tenang saat terjadi gangguan. Kami juga memahami, saat terjadi gangguan padam, masyarakat dan pelanggan PLN  akan mencari kejelasan tentang sebab padam, dan kepastian kapan menyala kembali.  Celakanya kalau usaha mencari informasi ini dengan datang langsung ke kantor, maka akan memicu berkumpulnya massa, yang berpotensi anarkis. Situasi seperti ini yang sering membuat rekan-rekan semua kecut. Kami harus bisa temukan solusi yang sesuai konteks masyarakat Tanggeung.  Ini benar-benar cracking zone...dan kami semua yakin kalau kami adalah sang Icarus yang bisa terbang tinggi lepas dari perangkap labirin sang Daedelus. Kami pasti bisa atasi permasalahan ini !

Didominasi pegawai muda, maka solusinya ternyata juga khas anak muda. Berawal hobi cuap-cuapdi udara, kamipun berpikiran bahwa hobi ini bisa dikembangkan menjadi media PLN untuk lebih proaktif melakukan komunikasi dengan masyarakat dan pelanggan dalam menyampaikan kondisi pasokan sistem kelistrikan Tanggeung. Eureka !!!..Stasiun radio ...kami butuh stasiun radio !.. Maka kemudian dengan modal kurang dari 5 juta rupiah, akhirnya kami membuat radio komunitas listrik Baraya Tanggeung yang mengudara di frekuensi 107,7 FM.  Frekuensi 107,7 FM kita pilih karena itu adalah kanal yang diperbolehkan untuk radio komunitas dan disediakan gratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun