Kepemimpinan merupakan isu yang sangat menarik untuk dibahas karena setiap pemimpin memiliki kekhasan masing-masing dalam gaya atau kepemimpinannya, terutama para pemimpin dunia. Dari sekian banyak pemimpin dunia yang popular, mungkin Adolf Hitler merupakan salah seorang pemimpin yang paling dikenal dan dihujat. Terutama karena gaya atau tipe kepemimpinannya yang sangat massif dan berdampak buruk pada kondisi dunia. Namun demikian, kepemimpinan Adolf Hitler tersebut sangat menarik untuk dipahami dan dianalisis. Bagaimana tidak, seseorang yang tadinya bukan siapa-siapa bahkan sempat menjadi tunawisma, bisa menjelma menjadi seorang politisi Jerman dan pemimpin partai NAZI yang kemudian membawa perubahan yang sangat besar, bukan saja dalam internal partai atau untuk sejarah Jerman saja tetapi dalam sejarah dunia. Secara umum, Hitler adalah pemimpin yang otokratis dan ditaktor. Tipe kepemimpinan ditaktor yang dimiliki oleh Hitler membuatnya menjadi seperti memiliki Negara Jerman itu secara personal, bukan sebuah entitas bangsa atau institusi pemerintahan. Namun di sisi lain, sikap ini berdampingan dengan tipe kepemimpinan kharismatik yang juga dimiliki Hitler. Hal ini dibuktikan dengan kesetiaan para pengikutnya yang tetap mendukungnya, baik ketika ia hanya seorang anggota partai kecil yang terlihat hanya mampu berpidato dengan handal, hingga setelah ia menjadi seorang pemimpin bangsa Jerman yang menguasai daratan Eropa dan menginvasi Negara-negara lain dalam kancah Peran Dunia 2.
Hitler adalah veteran Perang Dunia I dengan banyak gelar. Ia bergabung dengan Partai Pekerja Jerman (pendahulu NSDAP) pada tahun 1919, dan menjadi ketua NSDAP tahun 1921. Tahun 1923, ia melancarkan kudeta di Munich yang dikenal dengan peristiwa Beer Hall Putsch. Kudeta yang gagal tersebut berujung dengan ditahannya Hitler. Di penjara, Hitler menulis memoarnya, Mein Kampf (Perjuanganku). Setelah bebas tahun 1924, Hitler mendapat dukungan rakyat dengan mengecam Perjanjian Versailles dan menjunjung Pan-Jermanisme, antisemitisme, dan anti-komunisme melalui pidatonya yang karismatik dan propaganda Nazi. Setelah ditunjuk sebagai kanselir pada tahun 1933, ia mengubah Republik Weimar menjadi Reich Ketiga, sebuah kediktatoran satu partai yang didasarkan pada ideologi Nazisme yang totalitarian dan autokrasi.
Tujuan Hitler adalah mendirikan Orde Baru hegemoni Jerman Nazi yang absolut di daratan Eropa. Sampai saat itu, kebijakan luar dan dalam negerinya bertujuan mencapai Lebensraum ("ruang hidup") bagi kaum Jermanik. Ia memerintahkan Jerman dipersenjatai kembali dan Wehrmacht menginvasi Polandia pada bulan September 1939, menyebabkan pecahnya Perang Dunia II di Eropa. Di bawah pemerintahan Hitler, pada tahun 1941 pasukan Jerman dan sekutu Eropanya menduduki sebagian besar Eropa dan Afrika Utara. Tahun 1943, Jerman harus mempertahankan wilayahnya dan mengalami serangkaian kekalahan dalam pertempuran. Pada hari-hari terakhir perang, saat Pertempuran Berlin berlangsung tahun 1945, Hitler menikahi kekasih lamanya, Eva Braun. Tanggal 30 April 1945, kurang dari dua hari kemudian, keduanya bunuh diri agar tidak ditangkap Angkatan Darat Merah, lalu mayat mereka dibakar.
Kebijakan Hitler yang supremasis dan termotivasi oleh ras mengakibatkan kematian sekitar 50 juta orang selama Perang Dunia II, termasuk 6 juta kaum Yahudi dan 5 juta etnis "non-Arya" yang pemusnahan sistematisnya diperintahkan oleh Hitler dan rekan-rekan terdekatnya.
Hitler memimpin NSDAP secara otokratik dengan menerapkan Fhrerprinzip ("prinsip pemimpin"). Prinsip ini bergantung pada kepatuhan absolut semua bawahannya kepada pimpinan mereka; sehingga ia melihat struktur pemerintahan sebagai sebuah piramida, dengan dirinya---pemimpin mutlak---di puncak. Pangkat dalam partai tidak ditentukan oleh pemilihan umum---jabatan diisi melalui penunjukkan oleh pangkat yang lebih tinggi, yang menuntut kepatuhan tanpa pernyataan terhadap keinginan sang pemimpin. Gaya kepemimpinan Hitler adalah memberikan perintah berlawanan terhadap bawahannya dan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan tempat tugas dan tanggung jawab mereka saling bertindihan agar "orang yang lebih kuat menjalankan pekerjaannya". Dengan cara ini, Hitler mendorong saling tidak percaya, persaingan, dan perkelahian di antara bawahannya demi mengonsolidasi dan memaksimalkan kekuasaannya. Kabinetnya tidak pernah rapat setelah tahun 1938, dan ia meminta para menterinya tidak bertemu secara pribadi.Hitler biasanya tidak memberi perintah tertulis; ia memberitahunya secara verbal atau disampaikan melalui rekan dekatnya, Martin Bormann. Ia memercayakan semua dokumennya, penunjukannya, dan kekayaan pribadinya ke Bormann dan Bormann memanfaatkan jabatannya untuk mengendalikan arus informasi dan akses ke Hitler.
Hitler secara pribadi membuat semua keputusan militer besar. Sejarawan yang menilai kinerjanya setuju bahwa setelah awal yang kuat, ia semakin tidak fleksibel setelah 1941 sehingga ia menyia-nyiakan kekuatan militer yang dimiliki Jerman. Sejarawan Antony Beevor berpendapat bahwa saat perang pecah, "Hitler adalah pemimpin yang terinspirasi, karena kejeniusannya terletak pada menilai kelemahan orang lain dan memanfaatkan kelemahan tersebut." Akan tetapi, sejak 1941 sampai seterusnya, "ia menjadi sangat sklerotik. Ia tidak mengizinkan kemunduran atau fleksibilitas dalam bentuk apapun di antara komandan lapangannya, dan hal tersebut sangat menghancurkan."
Hitler memimpin NSDAP secara otokratik dengan menerapkan Fhrerprinzip ("prinsip pemimpin"). Prinsip ini bergantung pada kepatuhan absolut semua bawahannya kepada pimpinan mereka; sehingga ia melihat struktur pemerintahan sebagai sebuah piramida, dengan dirinya---pemimpin mutlak---di puncak. Pangkat dalam partai tidak ditentukan oleh pemilihan umum---jabatan diisi melalui penunjukkan oleh pangkat yang lebih tinggi, yang menuntut kepatuhan tanpa pernyataan terhadap keinginan sang pemimpin.[318] Gaya kepemimpinan Hitler adalah memberikan perintah berlawanan terhadap bawahannya dan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan tempat tugas dan tanggung jawab mereka saling bertindihan agar "orang yang lebih kuat menjalankan pekerjaannya".[319] Dengan cara ini, Hitler mendorong saling tidak percaya, persaingan, dan perkelahian di antara bawahannya demi mengonsolidasi dan memaksimalkan kekuasaannya. Kabinetnya tidak pernah rapat setelah tahun 1938, dan ia meminta para menterinya tidak bertemu secara pribadi.Hitler biasanya tidak memberi perintah tertulis; ia memberitahunya secara verbal atau disampaikan melalui rekan dekatnya, Martin Bormann. Ia memercayakan semua dokumennya, penunjukannya, dan kekayaan pribadinya ke Bormann dan Bormann memanfaatkan jabatannya untuk mengendalikan arus informasi dan akses ke Hitler.
Hitler secara pribadi membuat semua keputusan militer besar. Sejarawan yang menilai kinerjanya setuju bahwa setelah awal yang kuat, ia semakin tidak fleksibel setelah 1941 sehingga ia menyia-nyiakan kekuatan militer yang dimiliki Jerman. Sejarawan Antony Beevor berpendapat bahwa saat perang pecah, "Hitler adalah pemimpin yang terinspirasi, karena kejeniusannya terletak pada menilai kelemahan orang lain dan memanfaatkan kelemahan tersebut." Akan tetapi, sejak 1941 sampai seterusnya, "ia menjadi sangat sklerotik. Ia tidak mengizinkan kemunduran atau fleksibilitas dalam bentuk apapun di antara komandan lapangannya, dan hal tersebut sangat menghancurkan."
Adolf Hitler, sebagai pemimpin Nazi Jerman, dikenal memiliki gaya kepemimpinan otoriter yang sangat dominan dan kontrol penuh atas negara. Beberapa karakteristik gaya kepemimpinan Hitler antara lain:
1. Otoritarian dan Diktator: Hitler memegang kekuasaan absolut dan tidak toleran terhadap perbedaan pendapat. Semua keputusan politik dan militer diambil olehnya tanpa adanya ruang untuk diskusi atau oposisi.
2. Karismatik: Hitler memiliki kemampuan luar biasa dalam berbicara dan mempengaruhi massa. Ia mampu membangkitkan semangat nasionalisme dan kebanggaan di kalangan orang Jerman, menggunakan pidato-pidato yang penuh emosi dan retorika yang menggugah.
3. Kultus Kepribadian: Hitler membangun citra dirinya sebagai pemimpin yang tak tergantikan dan hampir ilahi. Ia menciptakan kultus pribadi di sekitar dirinya, membuatnya seolah-olah sebagai penyelamat bangsa Jerman.
4. Totaliter: Di bawah kepemimpinan Hitler, negara Jerman berada di bawah kontrol ketat oleh partai Nazi, dengan pengawasan terhadap kehidupan pribadi warga negara, media, budaya, dan pendidikan. Semua institusi negara bekerja untuk mendukung kekuasaan partai dan kepemimpinan Hitler.
5. Militeristik dan Ekspansionis: Gaya kepemimpinan Hitler juga sangat militeristik. Ia percaya bahwa kekuatan militer dan agresi adalah cara untuk mencapai tujuan nasional. Hitler berfokus pada pembangunan angkatan bersenjata yang besar dan kebijakan ekspansionis untuk memperluas wilayah Jerman.
6. Manipulatif dan Propaganda: Hitler menggunakan propaganda secara luas untuk membentuk opini publik, mengontrol media, dan menciptakan musuh bersama (seperti Yahudi) yang dijadikan kambing hitam untuk kesulitan sosial dan ekonomi yang dihadapi Jerman. Ia memanfaatkan media, seni, dan budaya untuk menguatkan ideologi Nazi.
Secara keseluruhan, gaya kepemimpinan Hitler adalah contoh ekstrem dari pemimpin otoriter yang menggabungkan kekuatan karismatik dengan kontrol total terhadap negara dan penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Gaya kepemimpinan Adolf Hitler terbentuk melalui berbagai faktor yang melibatkan pengalaman pribadinya, kondisi sosial-politik di Jerman pada masa itu, serta ideologi yang dianutnya. Beberapa alasan mengapa gaya kepemimpinan Hitler berkembang seperti itu adalah:
1. Latar Belakang Pribadi dan Psikologis:
  Hitler memiliki pengalaman hidup yang penuh dengan rasa kegagalan dan kekecewaan, terutama dalam karier seninya yang tidak berhasil, serta pengalamannya di Perang Dunia I. Dia merasa bahwa Jerman telah dihina oleh kekalahan dalam perang dan akibatnya, banyak mengalami kesulitan ekonomi dan sosial. Kegagalan dan frustrasi ini bisa jadi memicu dorongan untuk mengubah nasib negara dan membuktikan dirinya sebagai seorang pemimpin besar yang "menyelamatkan" bangsa Jerman.
2. Krisis Ekonomi dan Sosial di Jerman:
  Pada 1920-an, Jerman mengalami masa-masa sulit setelah Perang Dunia I, termasuk inflasi yang merusak ekonomi, pengangguran massal, dan ketidakstabilan sosial akibat Perjanjian Versailles yang dianggap tidak adil. Rakyat Jerman merasa terhina dan frustrasi dengan kondisi ini, dan mereka mencari pemimpin yang bisa memberi mereka harapan dan solusi. Hitler, dengan pidato-pidato penuh semangat, menawarkan visi akan kebangkitan Jerman yang kuat dan kebanggaan nasional, menjadikan dirinya sebagai figur penyelamat.
3. Pengaruh Ideologi Nazi:
  Ideologi yang dianut oleh Hitler, yaitu nasionalisme ekstrem, antisemitisme, dan keyakinan akan supremasi ras Arya, mempengaruhi cara dia melihat dunia dan memimpin. Menurut Hitler, Jerman harus dipimpin dengan tangan besi, dan hanya dengan memerangi musuh-musuh bangsa, termasuk orang Yahudi, komunisme, dan kekuatan asing, Jerman bisa menjadi negara yang kuat dan dominan. Pemikiran ini menciptakan dasar bagi gaya kepemimpinan yang otoriter dan ekspansionis.
4. Penggunaan Propaganda:
  Hitler dan partai Nazi memanfaatkan media dan propaganda untuk membentuk opini publik dan menciptakan kultus kepribadian di sekeliling dirinya. Dengan menggunakan teknik propaganda yang canggih, Hitler berhasil memanipulasi rakyat untuk melihat dirinya sebagai pemimpin yang tak tergantikan, yang mampu membawa Jerman ke kejayaan kembali. Propaganda ini juga menumbuhkan rasa loyalitas yang sangat kuat terhadap dirinya dan ideologi Nazi.
5. Ketidakpercayaan pada Demokrasi dan Parlementer:
  Hitler memiliki pandangan yang sangat negatif terhadap demokrasi parlementer yang ada di Weimar Republik (pemerintahan Jerman setelah Perang Dunia I). Ia menganggap sistem demokrasi itu lemah dan tidak mampu menyelesaikan masalah besar yang dihadapi Jerman. Sebagai gantinya, ia memperjuangkan sistem kepemimpinan yang otoriter, di mana segala keputusan dibuat oleh satu orang yang kuat dan berwibawa, yaitu dirinya sendiri.
6. Kekuasaan dan Ambisi Ekspansionis:
  Hitler berambisi untuk memperluas wilayah Jerman dan mendirikan "Ruang Hidup" (Lebensraum) di Eropa Timur, yang akan disesuaikan dengan ideologi rasial Nazi. Gaya kepemimpinannya yang militeristik dan ekspansionis mencerminkan keyakinannya bahwa agresi dan penaklukan adalah cara untuk mencapai kemuliaan bagi bangsa Jerman dan mencapai tujuan-tujuan ideologisnya.
Secara keseluruhan, gaya kepemimpinan otoriter dan totaliter Hitler dapat dipahami sebagai gabungan antara faktor pribadi, sosial, dan ideologis, yang semuanya berkontribusi pada pembentukan pola kepemimpinan yang agresif dan manipulatif tersebut.
.Gaya kepemimpinan Adolf Hitler dapat digambarkan sebagai otoriter, karismatik, dan totaliter, dengan beberapa ciri khas yang menonjol, antara lain:
-Otoritarian: Hitler memegang kekuasaan mutlak tanpa ruang untuk oposisi. Ia menolak sistem demokrasi dan parlementer yang ada di Weimar Republik, dan menggantinya dengan pemerintahan yang dikuasai oleh satu orang, yaitu dirinya. Segala keputusan penting, baik dalam politik, militer, maupun sosial, dibuat oleh Hitler sendiri. Negara di bawah kepemimpinannya terpusat sepenuhnya pada satu orang, dan ia memanfaatkan kekuatan negara untuk menegakkan kehendaknya.
-Karismatik: Hitler memiliki kemampuan luar biasa untuk mempengaruhi massa melalui pidato dan retorika yang penuh semangat. Kemampuannya untuk menggerakkan rakyat Jerman dan membangkitkan rasa nasionalisme yang tinggi membuatnya dilihat sebagai sosok pemimpin yang mampu membawa perubahan besar. Karismanya ini membuat banyak orang mengidolakan dirinya dan menerima ideologi yang dibawanya tanpa banyak pertanyaan.
-Totaliter: Gaya kepemimpinan Hitler mencakup kontrol total atas hampir setiap aspek kehidupan masyarakat, mulai dari politik, ekonomi, media, hingga pendidikan. Melalui partai Nazi, ia membentuk struktur pemerintahan yang sepenuhnya mengatur dan mengendalikan masyarakat. Setiap oposisi dihancurkan, dan kebebasan individu ditekan dalam rangka mencapai tujuan ideologis Nazi.
-Militeristik dan Ekspansionis: Hitler memandang kekuatan militer sebagai alat utama untuk memperluas kekuasaan Jerman. Kepemimpinannya sangat dipengaruhi oleh pemikiran bahwa Jerman harus memiliki wilayah yang luas untuk "ras Arya". Oleh karena itu, gaya kepemimpinan Hitler sangat mengedepankan persiapan militer dan agresi terhadap negara lain, yang akhirnya menyebabkan pecahnya Perang Dunia II.
-Manipulatif dan Propaganda: Hitler sangat mengandalkan propaganda untuk mempengaruhi pikiran dan perasaan rakyat. Ia memanfaatkan media, seni, film, dan pendidikan untuk mengontrol narasi dan menyebarkan ideologi Nazi. Propaganda ini tidak hanya digunakan untuk membentuk citra dirinya sebagai pemimpin yang tak tergantikan, tetapi juga untuk menciptakan musuh bersama, seperti Yahudi, yang dijadikan kambing hitam atas kesulitan yang dialami oleh bangsa Jerman.
-Pemimpin dengan Kultus Kepribadian: Hitler membangun kultus pribadi yang sangat kuat. Ia dipandang sebagai penyelamat bangsa Jerman yang mengembalikan kehormatan dan kemuliaan bangsa tersebut. Ini menciptakan atmosfer di mana rakyat Jerman melihat dirinya sebagai pemimpin yang hampir seperti dewa, yang tak dapat digantikan dan yang memiliki kewenangan mutlak atas segala hal.
Secara keseluruhan, gaya kepemimpinan Hitler mencerminkan kekuasaan yang terpusat dan dikendalikan oleh satu individu, dengan penggunaan karisma dan propaganda untuk mendominasi rakyat dan mencapai tujuannya, yang berfokus pada ambisi nasionalis ekstrem dan supremasi rasial.
Referensi
Hitler, Adolf. Mein Kampf.
Kartono, Kartini. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Moejiono, Imam. 2002. Kepemimpinan dan Keorganisasian. Jogjakarta. UII Press.
Siagian, Sondang P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Siagianm Sondang P. 2003. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Bumi Aksara. Jakarta.
Thoha, Miftah. 2007. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
https://id.wikipedia.org/wiki/Adolf_Hitler.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H