Mohon tunggu...
Risqi Ariansyah
Risqi Ariansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Universitas Dian Nusantara

Mengkoleksi barang antik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Gaya Kemimpinan Gaya Leadership Adolf Hitler

13 November 2024   21:47 Diperbarui: 13 November 2024   22:00 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. prof Apollo

Kepemimpinan merupakan isu yang sangat menarik untuk dibahas karena setiap pemimpin memiliki kekhasan masing-masing dalam gaya atau kepemimpinannya, terutama para pemimpin dunia. Dari sekian banyak pemimpin dunia yang popular, mungkin Adolf Hitler merupakan salah seorang pemimpin yang paling dikenal dan dihujat. Terutama karena gaya atau tipe kepemimpinannya yang sangat massif dan berdampak buruk pada kondisi dunia. Namun demikian, kepemimpinan Adolf Hitler tersebut sangat menarik untuk dipahami dan dianalisis. Bagaimana tidak, seseorang yang tadinya bukan siapa-siapa bahkan sempat menjadi tunawisma, bisa menjelma menjadi seorang politisi Jerman dan pemimpin partai NAZI yang kemudian membawa perubahan yang sangat besar, bukan saja dalam internal partai atau untuk sejarah Jerman saja tetapi dalam sejarah dunia. Secara umum, Hitler adalah pemimpin yang otokratis dan ditaktor. Tipe kepemimpinan ditaktor yang dimiliki oleh Hitler membuatnya menjadi seperti memiliki Negara Jerman itu secara personal, bukan sebuah entitas bangsa atau institusi pemerintahan. Namun di sisi lain, sikap ini berdampingan dengan tipe kepemimpinan kharismatik yang juga dimiliki Hitler. Hal ini dibuktikan dengan kesetiaan para pengikutnya yang tetap mendukungnya, baik ketika ia hanya seorang anggota partai kecil yang terlihat hanya mampu berpidato dengan handal, hingga setelah ia menjadi seorang pemimpin bangsa Jerman yang menguasai daratan Eropa dan menginvasi Negara-negara lain dalam kancah Peran Dunia 2.

Hitler adalah veteran Perang Dunia I dengan banyak gelar. Ia bergabung dengan Partai Pekerja Jerman (pendahulu NSDAP) pada tahun 1919, dan menjadi ketua NSDAP tahun 1921. Tahun 1923, ia melancarkan kudeta di Munich yang dikenal dengan peristiwa Beer Hall Putsch. Kudeta yang gagal tersebut berujung dengan ditahannya Hitler. Di penjara, Hitler menulis memoarnya, Mein Kampf (Perjuanganku). Setelah bebas tahun 1924, Hitler mendapat dukungan rakyat dengan mengecam Perjanjian Versailles dan menjunjung Pan-Jermanisme, antisemitisme, dan anti-komunisme melalui pidatonya yang karismatik dan propaganda Nazi. Setelah ditunjuk sebagai kanselir pada tahun 1933, ia mengubah Republik Weimar menjadi Reich Ketiga, sebuah kediktatoran satu partai yang didasarkan pada ideologi Nazisme yang totalitarian dan autokrasi.

Tujuan Hitler adalah mendirikan Orde Baru hegemoni Jerman Nazi yang absolut di daratan Eropa. Sampai saat itu, kebijakan luar dan dalam negerinya bertujuan mencapai Lebensraum ("ruang hidup") bagi kaum Jermanik. Ia memerintahkan Jerman dipersenjatai kembali dan Wehrmacht menginvasi Polandia pada bulan September 1939, menyebabkan pecahnya Perang Dunia II di Eropa. Di bawah pemerintahan Hitler, pada tahun 1941 pasukan Jerman dan sekutu Eropanya menduduki sebagian besar Eropa dan Afrika Utara. Tahun 1943, Jerman harus mempertahankan wilayahnya dan mengalami serangkaian kekalahan dalam pertempuran. Pada hari-hari terakhir perang, saat Pertempuran Berlin berlangsung tahun 1945, Hitler menikahi kekasih lamanya, Eva Braun. Tanggal 30 April 1945, kurang dari dua hari kemudian, keduanya bunuh diri agar tidak ditangkap Angkatan Darat Merah, lalu mayat mereka dibakar.

Kebijakan Hitler yang supremasis dan termotivasi oleh ras mengakibatkan kematian sekitar 50 juta orang selama Perang Dunia II, termasuk 6 juta kaum Yahudi dan 5 juta etnis "non-Arya" yang pemusnahan sistematisnya diperintahkan oleh Hitler dan rekan-rekan terdekatnya.

Hitler memimpin NSDAP secara otokratik dengan menerapkan Fhrerprinzip ("prinsip pemimpin"). Prinsip ini bergantung pada kepatuhan absolut semua bawahannya kepada pimpinan mereka; sehingga ia melihat struktur pemerintahan sebagai sebuah piramida, dengan dirinya---pemimpin mutlak---di puncak. Pangkat dalam partai tidak ditentukan oleh pemilihan umum---jabatan diisi melalui penunjukkan oleh pangkat yang lebih tinggi, yang menuntut kepatuhan tanpa pernyataan terhadap keinginan sang pemimpin. Gaya kepemimpinan Hitler adalah memberikan perintah berlawanan terhadap bawahannya dan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan tempat tugas dan tanggung jawab mereka saling bertindihan agar "orang yang lebih kuat menjalankan pekerjaannya". Dengan cara ini, Hitler mendorong saling tidak percaya, persaingan, dan perkelahian di antara bawahannya demi mengonsolidasi dan memaksimalkan kekuasaannya. Kabinetnya tidak pernah rapat setelah tahun 1938, dan ia meminta para menterinya tidak bertemu secara pribadi.Hitler biasanya tidak memberi perintah tertulis; ia memberitahunya secara verbal atau disampaikan melalui rekan dekatnya, Martin Bormann. Ia memercayakan semua dokumennya, penunjukannya, dan kekayaan pribadinya ke Bormann dan Bormann memanfaatkan jabatannya untuk mengendalikan arus informasi dan akses ke Hitler.

Hitler secara pribadi membuat semua keputusan militer besar. Sejarawan yang menilai kinerjanya setuju bahwa setelah awal yang kuat, ia semakin tidak fleksibel setelah 1941 sehingga ia menyia-nyiakan kekuatan militer yang dimiliki Jerman. Sejarawan Antony Beevor berpendapat bahwa saat perang pecah, "Hitler adalah pemimpin yang terinspirasi, karena kejeniusannya terletak pada menilai kelemahan orang lain dan memanfaatkan kelemahan tersebut." Akan tetapi, sejak 1941 sampai seterusnya, "ia menjadi sangat sklerotik. Ia tidak mengizinkan kemunduran atau fleksibilitas dalam bentuk apapun di antara komandan lapangannya, dan hal tersebut sangat menghancurkan."

Hitler memimpin NSDAP secara otokratik dengan menerapkan Fhrerprinzip ("prinsip pemimpin"). Prinsip ini bergantung pada kepatuhan absolut semua bawahannya kepada pimpinan mereka; sehingga ia melihat struktur pemerintahan sebagai sebuah piramida, dengan dirinya---pemimpin mutlak---di puncak. Pangkat dalam partai tidak ditentukan oleh pemilihan umum---jabatan diisi melalui penunjukkan oleh pangkat yang lebih tinggi, yang menuntut kepatuhan tanpa pernyataan terhadap keinginan sang pemimpin.[318] Gaya kepemimpinan Hitler adalah memberikan perintah berlawanan terhadap bawahannya dan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan tempat tugas dan tanggung jawab mereka saling bertindihan agar "orang yang lebih kuat menjalankan pekerjaannya".[319] Dengan cara ini, Hitler mendorong saling tidak percaya, persaingan, dan perkelahian di antara bawahannya demi mengonsolidasi dan memaksimalkan kekuasaannya. Kabinetnya tidak pernah rapat setelah tahun 1938, dan ia meminta para menterinya tidak bertemu secara pribadi.Hitler biasanya tidak memberi perintah tertulis; ia memberitahunya secara verbal atau disampaikan melalui rekan dekatnya, Martin Bormann. Ia memercayakan semua dokumennya, penunjukannya, dan kekayaan pribadinya ke Bormann dan Bormann memanfaatkan jabatannya untuk mengendalikan arus informasi dan akses ke Hitler.

Hitler secara pribadi membuat semua keputusan militer besar. Sejarawan yang menilai kinerjanya setuju bahwa setelah awal yang kuat, ia semakin tidak fleksibel setelah 1941 sehingga ia menyia-nyiakan kekuatan militer yang dimiliki Jerman. Sejarawan Antony Beevor berpendapat bahwa saat perang pecah, "Hitler adalah pemimpin yang terinspirasi, karena kejeniusannya terletak pada menilai kelemahan orang lain dan memanfaatkan kelemahan tersebut." Akan tetapi, sejak 1941 sampai seterusnya, "ia menjadi sangat sklerotik. Ia tidak mengizinkan kemunduran atau fleksibilitas dalam bentuk apapun di antara komandan lapangannya, dan hal tersebut sangat menghancurkan."

Adolf Hitler, sebagai pemimpin Nazi Jerman, dikenal memiliki gaya kepemimpinan otoriter yang sangat dominan dan kontrol penuh atas negara. Beberapa karakteristik gaya kepemimpinan Hitler antara lain:

1. Otoritarian dan Diktator: Hitler memegang kekuasaan absolut dan tidak toleran terhadap perbedaan pendapat. Semua keputusan politik dan militer diambil olehnya tanpa adanya ruang untuk diskusi atau oposisi.

2. Karismatik: Hitler memiliki kemampuan luar biasa dalam berbicara dan mempengaruhi massa. Ia mampu membangkitkan semangat nasionalisme dan kebanggaan di kalangan orang Jerman, menggunakan pidato-pidato yang penuh emosi dan retorika yang menggugah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun