Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Tak Semua Tradisi Harus Dilestarikan

26 September 2016   15:48 Diperbarui: 26 September 2016   16:04 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa dengan bahasa dan budaya yang berbeda agar kita saling mengenal, menghargai dan bertoleransi. Tak jarang kita mendengar berita tentang sekelompok masyarakat  yang hidup di belahan bumi lain yang memiliki budaya dan tradisi yang dianggap nyeleneh jika dilihat dari kacamata nilai dan norma yang dianut oleh manusia secara universal. Tradisi tersebut bisa dianggap janggal, unik, lucu bahkan kejam, mengerikan juga tak berprikemanusiaan.

Masyarakat pun memberikan tanggapan yang berbeda beda. Ada yang mengecam hal tersebut sebagai tindakan yang tak beradab, ada yang netral dengan berkata "hormati saja tradisi orang lain, ada juga yang pro dengan dalih melestarikan tradisi nenek moyang.

Namun cobalah kita flash back ke belakang dimasa masa tradisi itu baru dilakukan oleh nenek moyang kita, diwariskan secara turun temurun selama ratusan tahun sehingga menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat dan dianggap sebagai hal yang lumrah dan tidak salah.

Saya kira nenek moyang menciptakan tradisi dengan filosofi, maksud dan tujuan tertentu berdasarkan pengalaman hidup mereka. Tapi, segala wawasan yang menjadi dasar terciptanya sebuah tradisi sekiranya berasal dari pemikiran sekelompok kecil orang atau setidaknya dari pemikiran orang yang dianggap paling berilmu diantara yang lain namun tidak dibarengi dengan ilmu pengetahuan yang mumpuni.

Zaman demi zaman berlalu dan tradisi diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya hingga mungkin generasi yang masih mempraktekkan tradisi tersebut bahkan sudah tidak mengetahui esensi dasarnya dan hanya sekedar menjalankannya.

Di era globalisasi sekarang di saat jarak sudak tak lagi berarti, dimana orang orang dari berbagai penjuru dunia dengan tradisi dan filosofi hidup berbeda bisa saling berinteraksi dan bertukar pikiran, mengenalkan nilai dan norma berbeda dari yang selama ini kita anut. Namun berbeda bukan berarti salah. Dan hal yang tak kalah pentingnya adalah ilmu pegetahuan yang bisa kita kenal dengan berhubungan dengan orang dari belahan bumi lain, sesuatu yang tidak didapatkan oleh nenek moyang kita dulu. 

Berinteraksi dengan orang orang yang berbeda memberikan kita banyak wawasan dan ilmu pengetahuan yang mestinya bisa makin membuka pikiran dan membuat kita makin bisa membedakan, yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah juga mana yang pantas untuk di pertahankan, dimodifikasi atau yang mesti disudahi sama sekali.

Suatu contoh : sebuah masyarakat yang memiliki tradisi memotong bagian tubuh sebagai tanda berkabung, tapi sekarang tradisi semacam itu telah dilarang.

Bagaimana seandainya tidak ada yang berani mengkritik tradisi tersebut, Dan pelaku tradisinya kekeh mempertahankannya. Pasti hingga kini tradisi tersebut masih berlaku. Berdalih tradisi tetap melestarikan hal yang buruk sehingga bisa berdampak negatif bagi semua atau sebagian anggota masyarakat.

Menjadi pioneer perubahan memang harus siap mendapat cibiran dan tanggapan negatif dari masyarakat, tapi jika tidak ada yang berani memulai maka tidak akan ada perubahan.

Hendaknya seseorang bisa mengkritik dan saling mengedukasi dengan cara yang sopan dan tak frontal demi menjaga keharmonisan di tengah perbedaan, Dan yang di kritik pun tetap bisa lapang dada dalam menanggapi kritikan sebagai pertimbangan untuk memperbaiki diri.

Yang saya percaya bahwa hal yang tadinya diangap baik dan benar seiring bertambahnya wawasan dan ilmu pengetahuan bisa berubah menjadi hal yang buruk dan salah. maka tetaplah belajar :) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun