Minggu, 30 Oktober 2022 mahasiswa Pertukaran Mahasiswa Merdeka 2 Inbound Universitas Pendidikan Indonesia mengunjungi kampung Adat Cirendeu yang terletak di kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Jawa Barat. Pada kegiatan modul nusantara ini kami bersama dua kelompok modul nusantara lainnya didampingi satu dosen modul nusantara dan dua mentor modul nusantara berangkat ke kampung cirendeu menggunakan dua buah bis. Saat tiba di kampung Cirendeu ini kami disambut hangat oleh masyarat dan dibawa ke salah satu pondok yang ada di sana, kami pun diajak berdiskusi bersama tetua adat disana yaitu Kang Jajat dan kang Yana.
      Cireunde berasal dari nama pohon reudeu karena dulunya kampung ini memiliki banyak pohon reudeu atau pohon obat herbal.  Kampung Cirendeu ini  masyarakat hidup di lingkungan heterogen yang mana ada berbagai macam agama yaitu agama islam dan ada juga yang berpatok pada adat (penganut sunda wiwitan). Masyarakat di kampung adat Cireundeu ini sangat memegang teguh dan tetap menerapkan nilai-nilai ajaran dari leluhur. Diantaranya yaitu,  di kampung Cirendeu menganut kepecayaan Sunda Wiwitan, yaitu agama yang berpatokan pada adat istiadat dari leluhur. Dikampung Cirendeu terdapat leuweung larangan atau hutan larangan, yang mana tidak boleh ada campur tangan manusia di dalamnya. Selain itu ada juga Leuweng Ketupan dan Leudeng Beladahan  atau hutan pertanian yang digunakan untuk bertani oleh masyarakat di sana.
      Pada saat dibuka sesi diskusi beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh para mahasiswa, yaitu bagaimana cara beribadah masyarakat penganut sunda wiwitan, ciri khas masyarakat Cirendeu, penganut sunda wiwitan apakah cuma ada di Cirendeu?. Cara beribadah penganut sunda wiwitan yaitu dengan istilah olah rasa  dengan bersemedi dan berkomunikasi dengan alam. Mereka beriadah tanpa memandang ruang dan waktu dimana pun bisa beribadah. Mengenai penganut sunda Wiwitan bukan hanya ada di Cirendeu tapi ada juga di Ciamis, Kuningan, Garut. Meskipun penganut sunda wiwita ada di daerah yang berbeda tapi nilai-nilainya sama. Adapun ciri khas masyarakat Cirendeu atau penganut sunda wiwitan ini yaitu Masyarakat di sana tidak pernah mengkonsumsi makanan dari beras melainkan nasi yang terbuat dari ubi yang dikenal dengan Rasi (beras singkong). Rasi ini hampir sama dengan nasi biasa, yang membedakan yaitu bahan pokok dari rasi ini adalah singkong. Sejak tahun 1918 sebagian masyarakat Cirendeu sudah tidak mengonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya melainkan makanan utama yang mereka konsumsi adalah singkong.
      Setelah selesai diskusi bersama teman teman dan tetua adat kami diajak untuk menuju puncak salam. Sebelum menuju ke puncak salam, terlebih dahulu kami diarahkan  untuk melepas alas kaki alasannya agar menyatu dengan alam. Makna dari perjalanan ke puncak salam ini adalah dalam hidup ini kita akan dihadapkan dengan berbagai rintangan, fase naik turun dan juga  kerikil-kerikil kehidupan, dari perjalanan ini pula kita akan tau bagaimana sikap kita terhadap perjalanan ini, apakah akan tetap sabar atau akan mengeluh dan berhenti di tengah jalan. Setelah sampai di puncak salam, akang-akang melakukan ritual berkomunikasi dengan alam atau bersemedi menggunakan alat musik kerindi. Selama beberapa menit kami menikmati pemandangan yang ada di puncak salam kami pun balik ke kampung dan melewati rute yang berbeda saat akan ke puncak salam.
      Saat kami sampai di kampung kami di arahkan untuk makan bersama, yaitu makan nasi singkong. Pada awalnya saya mengira nasi singkong ini rasanya akan mirip dengan nasi beras pada biasanya, tapi ternyata dugaanku salah nasi singkong yang kami makan ini rasanya berbeda dan sangat enak dengan perpaduan berbagai macam lauk. Setelah menikmati hidangan yang telah disediakan kami diajak untuk bermai angklung. Kegiatan modul nusantara ini sangat berkesan bagi saya karena mendapat banyak ilmu dan pengalaman, meskipun agak capek tapi semua terbayarkan dengan pengalaman dan ilmu yang didapatkan.