Mohon tunggu...
Risna Jihan
Risna Jihan Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

hi welcome !

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Profesionalisme Guru dalam Menerapkan Merdeka Belajar

18 Oktober 2022   09:00 Diperbarui: 18 Oktober 2022   09:05 2070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari yang telah kita ketahui Bersama bahwa Pendidikan di Indonesia terus berinovasi dan mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan pertimbangan keadaan yang terjadi pada Indonesia. Contonya pada Kurikulum Merdeka Belajar atau nama lainnya adalah kurikulum prototipe yang kini menjadi perbincangan karena baru diresmikan oleh Menteri Pendidikan Kebudayaan pada tahun 2022 ini. Penerapan kurikulum Merdeka Belajar diluncurkan sebagai respons dampak pandemi COVID-19. Pada tahun 2019, dunia mengalami pandemi Covid-19, termasuk Indonesia, menyebabkan sistem pendidikan nasional mengalami penurunan kualitas. Dengan demikian, pada 2020 Kemendikbudristek mengambil langkah cepat yakni memberikan tiga opsi kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan meliputi K-13, Kurikulum Darurat (penyederhanaan K-13), dan Kurikulum Prototipe (Kurikulum Merdeka Belajar).

Dengan bergantinya Kurikulum Merdeka Belajar ini diharapkan dapat menjadi solusi dari permasalahan Pendidikan di Indonesia agar tidak terbelenggu dalam paradigma lama karena ciri khas dalam kurikulum baru ini adalah menjunjung kefleksibelan antara sekolah, pendidik, dan peserta didik dalam pembelajaran. Menurut (Susilawati, 2021)

Inti dari merdeka belajar yaitu seperti namanya program Merdeka Belajar, merupakan program yang mengupayakan proses belajar siswa secara merdeka atau bebas sesuai dengan minat dan karakter mereka. Merdeka belajar juga dapat mendorong para siswa mengembangkan dirinya, membentuk sikap peduli terhadap lingkungan dimana ia belajar, mendorong kepercaraan dan keterampilan siswa (Ainia, 2020). Dalam merdeka belajar peran guru tidak hanya untuk menjalankan kurikulum saja namun menjadi penghubung antara kurikulum dan minat siswa.

Guru sebagai tokoh utama yang memiliki status sebagai pendidik professional yang bertugas mengajar , mendidik, mengarahkan , serta membimbing juga mengevaluasi dan menilai anak didiknya dalam berbagai jenjang mulai tingkat dasar sampai atas. Selain mendapat tugas tersebut dalam melaksanakan merdeka belajar guru juga berperan sebagai fasilitator pembelajaran yang didukung oleh kepribadian, pedagogic, sosial, dan professional. Pengertian profesionalisme Profesionalisme (profésionalisme) ialah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya terdapat pada atau dilakukan oleh seorang profesional. 

Istilah "profesional" berasal dari kata "profession", serapan, dan kata bahasa Inggris khususnya "profession" atau bahasa Latin, "profecus" yang artinya mengakui, mengakui. sebuah pekerjaan. Ditambahkan pula oleh Robert W. Richey dan D. Westby Gibson (dalam Tirtorahardjo, 2007)), yaitu: (1) Mengutamakan pelayanan kemanusiaan yang ideal; (2) karyanya telah diakui oleh masyarakat; (3) organisasi profesi; (4) memiliki kode etik sebagai dasar pelaksanaan tugas profesi; dan (5) profesional yang menganggap profesinya sebagai karir seumur hidup.

Pada setiap pergantian kurikulum di Indonesia pastilah terdapat berbagai masalah, tidak terkecuali pada program merdeka belajar ini. salah satunya yang sering kita temui adalah adanya guru yang belum dapat beradaptasi dengan kebijakan baru yang diberlakukan. Pembelajaran yang dilakukan masih menggunakan teori lama, seperti contoh saat pemebelajaran siswa cenderung pasif karena masih hanya berpusat pada guru sebagai pemberi materi. Selain itu, proses belajarnya juga masih dilakukan pendekatan penghafalan yang mengarah pada kemampuan kognitif saja. 

Penilaian dalam pemahaman materi masih dilakukan dengan diukur dari hasil ujian yang didapat oleh peserta didik, sehingga pelajaran tidak berdampak terhadap perubahan perilaku siswa. Konsep lama yang masih digunakan tersebutlah yang menjadikan pelaksanaan kurikulum merdeka  belajar tidak efektif. Keadaan ini menandakan bahwa guru masih sulit beradaptasi dengan program baru yang telah di buat untuk mendukung perubahan. Kurangnya pemahaman guru mengenai konsep program merdeka belajar inilah yang menjadi faktor bagi guru untuk sulit menerapkannya. Dapat dilihat bahwa beberapa guru yang belum terbiasa dengan perubahan teknologi, kebanyakan guru belum maksimal atau professionalisme dalam menjalankan tugasnya sesuai sebagai seorang guru. 

Maka dari itu, peningkatan kualitas dalam penunjangan kompetensi guru diperlukan pada program merdeka belajar. Profesionalitas seorang pendidik menjamin kebehasilan dari tuntutan atas kebijakan baru yang diberlakukan. Guru diharapkan dapat berinovasi dan kreatif dalam menyampaikan pembelajaran dan dapat mengemasnya dengan menarik, hal tersebut membuat siswa lebih fokus pada apa yang sedang diajarkan. Guru perlu memahami bahwa setiap siswa memiliki ciri khas dan potensi masing-masing dalam bidangnya. Sehingga pembelajaran yang dilakukan dapat bervariasi menyesuaikan kondisi pada setiap peserta didik. 

Kebijakan program merdeka belajar harusnya dapat merubah mind set guru dalam memberikan kebebasan dalam berpikir untuk melakukan langkah yang tepat sehingga dapat menjawab permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran.  Namun kenyataanya banyak guru yang belum kreatif dalam melakukan pembelajaran dalam kelas sehingga output yang di dapat kurang adanya minat siswa dalam pembelajaran tersebut. Tentu bukan tugas yang mudah bagi guru menerapkan program baru ini, namun tanpa kita sadari dari kreativitas dan inovasi dalam pembelajaran dapat menghasilkan output siswa yang berkualitas untuk mendukung kemajuan dalam bidang-bidang lain yang dapat berkolaborasi dengan guru. Mengerti akan sistem Pendidikan merdeka belajar sebenarnya dapat mengurangi beban dan tugas seorang guru dimana siswa dituntut untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran sementara guru hanya sebagai fasilitator dan penggerak dalam memberikan kontribusi pada proses pembelajaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun