Mohon tunggu...
Rismayanti Khomairoh
Rismayanti Khomairoh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Sejarah, Universitas Jember

Menjadi seorang penulis adalah pilihan. Mari berkenalan denganku melalui tulisan ini.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dari Perang Saudara Hingga Lahirnya Proclamation Emancipation di Amerika Serikat (1861-1865)

10 Juni 2024   20:26 Diperbarui: 10 Juni 2024   20:37 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ketegangan antara pihak Selatan dan Utara menjadi semakin tinggi sejak Abraham Lincoln menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat yang diketahui sebagai orang yang menolak perbudakan atau kontra perbudakan. Peperangan pertama terjadi pada tahun 1861 saat pasukan konfederasi melakukan serangan terhadap Benteng Sumter dan dibalas oleh armada yang dikirimkan oleh Lincoln (Ningsih & Nailufar, 2021). Pada 21 Juli 1861, kemenangan sementara didapatkan kubu Selatan. Konfederasi (Selatan) pada periode 17 bulan pertama mendapatkan banyak kemenangan, kemungkinan Inggris akan membantu kubu Selatan pada 1862 dan hal tersebut menjadi sebuah ancaman bagi front Utara. Hingga pertengahan 1863, kemenangan perang masih dipegang oleh pihak konfederasi, namun pada pertempuran selanjutnya yang dikenal sebagai dua hari berdarah pihak konfederasi yang dipimpin oleh Robert Lee berusaha untuk masuk ke wilayah Utara dan dihentikan oleh pasukan Utara (federal) di daerah Gettysburg serta benteng konfederasi berhasil diduduki oleh Jenderal Federal Ulysses di Vicksburg (Krisnadi, 2012).

Proclamation Emancipation: Titik Terang Keadilan di Amerika Serikat

Abraham Lincoln yang pada saat itu tengah menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat sangat menentang adanya perbudakan di Amerika Serikat sendiri. Ia menganggap bahwa dengan adanya perbudakan, maka ada perbedaan hak yang mereka (orang kulit hitam) terima dari orang kulit putih. Maka kemudian, ia segera mencanangkan kebijakan politik yaitu penghapusan perbudakan dan bersumpah demi mempertahankan keutuhan Negara Federal Republik Amerika. Pada menjelang tahun 1862, akibat terjadinya perang saudara tersebut kemudian menimbulkan argumentasi-argumentasi yang mulai mendapat dukungan. Hingga suatu ancaman mengincar kubu Utara karena terdapat kemungkinan Inggris akan ikut campur dan memberi bantuan kepada kubu Selatan sebagai pemasok kapas terbesar bagi industri tekstil di Inggris.

Sementara di Utara, mengalami kejenuhan dan keputusasaan yang menurunkan semangat juang mereka. Abraham Lincoln kemudian membuat kebijakan terhadap perbudakan dengan menjauhkan kaum radikal dari Partai Republik. Pihak Kongres kemudian setuju dengan maksud Lincoln yang menentang adanya perbudakan di tahun kedua perang tersebut (Krisnadi, 2012). Pihak kongres menetapkan dua keputusan, yakni anti perbudakan dan penyitaan yang diresmikan pada September 1862 dan Presiden Lincoln kemudian memproklamirkan emansipasi sementara yang mana isinya menegaskan kepada seluruh budak yang ada di negara bagian yang memberontak hingga 1 Januari 1863 jika mereka akan dibebaskan. Kehebatan Jenderal Lee sebagai komandan dan ahli dalam hal taktik berperang membuat pihak Lincoln tidak mampu menemukan komandan pasukan Federal yang benar-benar kompeten, maka perang saudara terjadi hingga pertengahan tahun 1863 yang dimenangkan oleh pihak konfederasi.

Seusai perang saudara berakhir, Presiden Lincoln menyiapkan pengembalian ke bentuk federasi, membubarkan konfederasi, dan memberikan pengampunan kepada tokoh-tokoh yang ikut terlibat dalam mempertahankan bentuk negara konfederasi. Akhir 1862, pemerintah federal menyiapkan para prajurit dari golongan kulit hitam untuk mendaftar sebagai prajurit tentara Union. Mereka bersama dengan pasukan Union terjun langsung dalam perang besar. Dengan adanya keterlibatan pasukan kulit hitam Utara, sangat mendorong ke arah proses pembebasan para budak yang ada di Selatan (Krisnadi, 2012). Selama tahun 1864-1865, pasukan Negro mampu unjuk keberanian dan ketetapan hati mereka dengan kemampuan perang yang luar biasa yang mereka miliki. Pada akhirnya, prestasi tentara kulit hitam mendapatkan kehormatan bagi bangsa mereka sendiri, membantu memastikan datangnya emansipasi dan mendorong pihak Utara untuk memperjuangkan persamaan hak yang adil.

Pasca terjadinya perang saudara antara kubu Utara dan kubu Selatan, kemudian menimbulkan permasalahan pokok baru yang dihadapi pemerintah Amerika Serikat, yakni bagaimana caranya memulihkan kesatuan nasional yang telah bercerai berai hancur akibat peperangan dan segera dilakukan rekonstruksi untuk pemulihan pada masyarakat yang ada di wilayah Selatan yang sangat terdampak akibat mendapatkan kekalahan perang. Dalam upaya rekonstruksi di wilayah Selatan, kemudian muncul pertentangan sengit antara pihak eksekutif yang dipimpin oleh presiden Andrew Johnson dan pihak legislatif (kongres). Mereka saling bertentangan dalam melakukan suatu kebijakan. Ketika perang belum berakhir pun, presiden Abraham Lincoln telah mengupayakan melakukan rekonstruksi terhadap wilayah Selatan dengan mengeluarkan Emancipation Proclamation dan Ten Percent Plan. Akan tetapi, pihak kongres merasa bahwa kebijakan yang diutarakan oleh presiden Abraham Lincoln tersebut dianggap tidak konstitusional karena tanpa melalui persetujuan kongres. Maka sejak itu, hilang sudah harapan Lincoln yang awalnya dirasa dengan adanya dua kebijakan tersebut perang saudara berakhir dan Selatan kembali ke jalan Union (Heryati, 2019).

Guelzo menganggap Lincoln berkeinginan tinggi untuk mengakhiri perbudakan. Ia dinilai mengklaim proklamasi tersebut sebagai milik Lincoln karena alasan yang lebih mendalam daripada sekedar karena ia menandatanganinya. Guelzo juga menegaskan kembali tanggung jawab Lincoln atas emansipasi sebagai tanggapan terhadap Ira Berlin, Barbara Fields, dan sejarawan lain yang menyatakan bahwa budak membebaskan diri mereka sendiri dan memaksa Lincoln untuk mengakui hak mereka secara de facto atau kebebasan terhadap klaim Lerone Bennett bahwa Lincoln adalah musuh emansipasi supremasi kulit putih. Guelzo mungkin mengartikan bahwa Lincoln adalah teman kulit putih Amerika yang paling berarti. (Guelzo, 2004).

Penekanan Guelzo pada tekad Lincoln untuk mengakhiri perbudakan sejak ia dicalonkan sebagai presiden dan pada kehati-hatiannya dalam melakukan manuver menuju tujuan tersebut cenderung menjadikan perang sebagai bagian dari emansipasi, bukan sebaliknya. Guelzo secara persuasif menceritakan pengaruh perang terhadap kebijakan emansipasi Lincoln dan tekadnya untuk melindungi kebebasan mereka yang dibebaskan. Guelzo sangat informatif dalam menjelaskan kekhawatiran Lincoln tentang nasib akhir emansipasi di bidang hukum. Ia juga memberikan analisis yang sangat bagus mengenai peralihan dari toleransi nyata terhadap pemberontakan budak dalam proklamasi awal ke peringatan akhir proklamasi yang memerintahkan "rakyat yang dinyatakan bebas untuk tidak melakukan segala bentuk kekerasan, kecuali jika diperlukan untuk membela diri". Lincoln tidak memulai perang, tapi dia menolak menghentikannya sampai pasukan pemberontak dikalahkan. Untuk tetap berperang, ia mengeluarkan Proklamasi Emansipasi. Kebijakan Lincoln yang bersatu melalui perang, bukan tanda-tanda dari Tuhan, memerlukan emansipasi. Pencapaian terbesar Lincoln adalah menyelamatkan persatuan melalui perang tanpa henti, berdarah, dan mahal yang menurut penilaiannya pada akhirnya mengharuskan "membebaskan beberapa budak dan membiarkan yang lain sendirian". Dalam gambaran besar emansipasi, perang bukan kehati-hatian melainkan yang utama.

Dampak Kebijakan Proclamation Emancipation Terhadap Pemerintahan Amerika Serikat

Polemik perbudakan yang terjadi di negara Amerika Serikat berhasil menorah banyak perhatian publik, sehingga menarik untuk dikaji. Pertentangan di dalam tubuh Amerika Serikat tentang cara pola berfikir kemanusiaan antar negara bagian Utara dan negara bagian Selatan melahirkan perang saudara atau civil war yang berlangsung dari tahun 1861-1865. Negara bagian Utara bernafaskan anti perbudakan. Menurutnya, perbudakan adalah sistem yang tidak manusiawi dan telah mencoreng hak hidup manusia, selain itu hal tersebut telah bersimpangan dengan prinsip kemerdekaan Declaration of Independence. Begitu pula pihak Selatan, beranggapan budak harus diberlakukan karena merekalah yang menjadi garda terdepan dalam mengelola perkebunan. Hal ini juga berkaitan dengan kondisi alamnya yang kaya akan komoditi hasil bumi. Naiknya Abraham Lincoln tahun 1860 sebagai Presiden Amerika Serikat, secara resmi memberikan kebijakan anti perbudakan di Amerika Selatan. Dengan adanya kebijakan tersebut, melahirkan beberapa dampak yang berkepanjangan, diantaranya:

  1. 11 negara bagain Selatan harus keluar dari sistem negara federal. Tepat pada 4 Februari 1861, wilayah Selatan secara resmi menyatakan keluar dari sistem negara federal. 11 negara bagian Selatan tersebut diantaranya Missippi, Karolina Selatan, Karolina Utara, Albama, Tennessee, Virginia, Texas, Arkansas, Florida, Georgina & Louisiana. Kemudian 11 negara tersebu membentuk aliansi sendiri yang dimpin oleh Jefferson Davis dengan sistem pemerintahan konfederasi dengan Virginia ditetapkan sebagai ibu kota konfederasi.
  2. Klimaks dari perang saudara antar negara bagain Utara dengan negara bagian Selatan. Penyerangan dimulai oleh negara konfederasi (wilayah selatan) terhadap pos tentara Amerika Serikat yang berlokasi di Benteng Fort Sumter pada 12 April 1861.
  3. Proklamasi emansipasi, dua tahun perjalanan perang pihak Utara dan Selatan memberikan dampak merugikan. Pihak Utara atau union harus mengalami kejenuhan berperang (Krisnadi, 2011). Untuk mengembalikan esensi peran, Lincoln dan kongres mengambil tindakan dengan mengumumkan Proklamasi Emansipasi yang merupakan keputusan anti perbudakan yang secara otomatis menghapus sistem perbudakan di Amerika Serikat, termasuk negara konfederasi yang sedang memberontak. Moment tersebut menjadi tonggak kebebasan para budak yang kemudian menggunakan kesempatan ini untuk melarikan diri dan berlindung di Union. Beberapa dari mereka juga berpartisipasi aktif dan bergabung dengan satuan perang negara bagian Utara.
  4. Penghargaan tentara kulit hitam. Pasukan tentara hitam memiliki keberanian dan ketetapan hati yang besar. Andil mereka dalam peperangan sangat berdampak bagi negara Union dengan hasil yang menggembirakan. Mereka membantu dalam pembebasan budak yang terperangkap di bagian Selatan. Penghargaan diberikan kepada mereka atas jasanya dalam membantu memastikan datangnya emansipasi dan mendorong pihak Utara untuk memperjuangkan persamaan hak. Sayangnya, pasca peperangan Lincoln harus terbunuh di gedung Theater Ford di Washington DC, sehingga kedudukan presiden digantikan oleh wakil presiden, Johnson. Presiden Johnson tidak yakin orang berkulit hitam dapat menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab serta bisa sejajar dengan warga kulit putih, sehingga proses status kewarganegaraan kaum Negro masih diombang-ambing (Yusuf, 2020). Sebagai warga Utara juga tidak menunjukkan sikap yang tegas dalam klaim hak warga Negro. Berjalannya waktu mulai terlihat status kejelasan dengan dibuktikan salah satu warga kulit hitam tampil sebagai anggota parlemen.
  5. Kerugian sosial dan ekonomi. Peperangan ini merampas 620.000 jiwa dengan pasukan federal kehilangan 364. 511 prajurit tewas, sedangkan dari sisi konfederasi kehilangan 133.821. Secara ekonomi, bagian Selatan menjadi pihak yang cukup terpuruk karena ladang ekonomi mereka berbasis lingkungan alam harus rusak.
  6. Penghapusan sistem budak. Pasca peperangan sistem perbudakaan secara resmi dihapuskan selamanya di negeri Paman Sam. Rentetan cita - cita Lincoln tentang kemerdekaan dan demokrasi suatu negara telah tercapai. Pasca peperangan, juga muncul berbagai gagasan untuk memperbaiki kehidupan politik, sosial dan ekonomi utamanya di wilayah Selatan. Dapat disebut pasca perang negara tersebut telah memasuki masa rekonstruksi.
  7. Masa rekonstruksi (1865 - 1877), Presiden Jhonson sebagai pengganti Lincoln terus untuk beranjak dan membenahi Amerika pasca peperangan. Ia mulai memperbaiki tatanan sosial, ekonomi dan politik dimana seluruh negeri Amerika tidak ada lagi sistem perbudakan. Seluruh budak bebas dan hak pemisahan negara bagian dari Union  dihapuskan. Tanggal 2 Maret 1867 dikeluarkan Reconstruction Act, yang berisi dihapuskannya negara - negara bagian dalam konfederasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan bergabungnya negara bekas konfederasi pada Union.

DAFTAR SUMBER

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun