Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Kristen (PAK) IAKN Tarutung Semester III berhasil mencuri perhatian dengan inovasi sederhana namun sarat makna: alat Virtual Reality (VR) berbahan kardus. Inovasi ini lahir dari bimbingan Dr. Sandy Ariawan, S.M.G., S.Pd.K., M.A., M.Pd.K., selaku dosen pengampu mata kuliah Teknologi Pembelajaran. Tugas yang diberikan Dr. Sandy menantang mahasiswa untuk menciptakan media pembelajaran yang kreatif, relevan, dan terjangkau, khususnya untuk mendukung pendidikan agama Kristen. Dengan memanfaatkan kardus bekas sebagai bahan utama, mahasiswa berhasil merakit perangkat VR sederhana yang mampu memvisualisasikan kisah Alkitab, sejarah gereja, hingga simulasi edukasi lainnya.
Terobosan ini patut diapresiasi karena menunjukkan bahwa teknologi tidak harus mahal untuk memberikan dampak besar. Namun, inovasi ini juga membuka ruang diskusi kritis. Mengapa kreativitas seperti ini baru muncul di lingkungan pendidikan tinggi agama? Apakah ini cerminan minimnya akses terhadap teknologi modern dalam pendidikan agama? Dalam konteks pendidikan berbasis agama, sering kali ada kesenjangan besar antara kebutuhan untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman dan realitas fasilitas yang tersedia, terutama di institusi berbasis daerah.
Menurut Dr. Sandy Ariawan, penciptaan alat VR dari kardus ini membuktikan bahwa teknologi dapat diintegrasikan dalam pembelajaran dengan cara yang relevan, murah, dan tetap berdampak signifikan. “Mahasiswa mampu menunjukkan bahwa kreativitas dan inovasi bisa lahir dari keterbatasan. Ini adalah bukti bahwa semangat belajar dan beradaptasi tetap hidup, bahkan dengan sumber daya yang minim,” ungkap beliau.
Meski sederhana, inovasi ini secara tidak langsung mengkritisi kurangnya dukungan fasilitas teknologi yang memadai bagi institusi pendidikan agama. Dengan keterbatasan dana, mahasiswa harus "berjuang" menciptakan media pembelajaran yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari institusi atau pemerintah.
Terlepas dari kritik tersebut, upaya mahasiswa IAKN Tarutung ini layak dijadikan inspirasi. Mereka menunjukkan bahwa kreativitas tidak mengenal batas, bahkan dalam kondisi yang serba terbatas. Ke depan, penting untuk mempertimbangkan bagaimana inovasi seperti ini bisa dikembangkan lebih lanjut, baik dengan dukungan teknologi yang lebih canggih maupun pelatihan khusus bagi guru-guru di daerah terpencil. Dengan begitu, ide sederhana ini tidak hanya menjadi tugas mata kuliah, tetapi juga mampu membawa dampak nyata bagi kemajuan pendidikan agama Kristen di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H