Mohon tunggu...
Risma Risansyah
Risma Risansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bimbingan dan Konseling

Saya merupakan mahasiswa PPG Prajabatan Bimbingan dan Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Bunuh Diri pada Remaja, Apakah Hanya karena Kurang Iman atau Kurang Resiliensi?

3 Oktober 2024   22:25 Diperbarui: 3 Oktober 2024   23:27 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masa remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Individu dalam masa tersebut mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun psikis secara signifikan. Oleh karena itu, kerap kali masa remaja diwarnai oleh berbagai tekanan, baik tekanan akademik, sosial, dan keluarga. 

Kondisi tersebut tak jarang memicu masalah psikologis seperti stress, depresi, bahkan memunculkan keinginan untuk bunuh diri. 

Kembali pada tahun 2023, Indonesia digemparkan oleh banyaknya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh remaja. Hal tersebut tentu saja menjadi kekhawatiran dan kebingungan atas apa yang dialami oleh para remaja tersebut.

Salah satu inisiasi atau faktor pemicu keinginan untuk bunuh diri pada remaja yaitu tingkat resiliensi. Resiliensi merupakan suatu kemampuan individu untuk beradaptasi dan bangkit dari kesulitan, trauma, dan tekanan hidup. 

Sehingga, dapat dikatakan bahwa remaja yang memiliki tingkat resiliensi yang baik, maka mereka akan mampu bangkit dari masalah yang menerpanya. Setiap individu memiliki tingkat resiliensi yang berbeda-beda, sehingga diperlukan suatu upaya yang dapat membantu mereka unntuk menguatkan resiliensinya. 

Salah satu peran yang disoroti dalam hal ini yaitu guru Bimbingan dan Konseling (BK). Guru BK di sekolah memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan setiap peserta didik yang beragam termasuk peningkatan resiliensi. Hal tersebut memiliki tujuan, agar para peserta didik yang merupakan remaja dapat melalui masa-masa krisis mereka dengan bijak.

Guru BK memiliki banyak alternatif intervensi dalam memberikan layanan peningkatan resiliensi untuk remaja. Salah satunya yaitu melalui psikoedukasi mindfulness. Pendekatan psikoedukasi mindfulness merupakan suatu pendidikan sikologis yang mengajarkan konsep mindfulness dalam kehidupan sehari-hari. 

Mindfulness memiliki peran penting dalam meningkatkan resiliensi remaja. Remaja yang mindfull maka mereka akan mampu mengatasi pikiran dan perasaannya yang berkecamuk saat dirundung masalah. 

Hal tersebut akan mampu menjadikan remaja resilien dan dapat merespon situasi sulit dengan lebih tenang dan bijaksana. Pikiran-pikiran negatif seperti mengakhiri hidup dapat ditepis dengan mudah.

Psikoedukasi mindfulness yang dilakukan guru BK meliputi memberikan wawasan mengenai hakikat dan peran mindfulness dalam kehidupan manusia, serta mengajarkan berbagai teknik mindfulness yang dapat diterapkan oleh remaja dalam kehidupan sehari-hari. Berikut teknik-teknik mindfulness yang dapat diajarkan kepada remaja:

1. Teknik Meditasi Pernafasan

Meditasi pernapasan berfokus pada pengaturan napas secara sadar dan penuh perhatian. Dengan memberi perhatian penuh pada setiap tarikan dan hembusan napas, kita dapat melatih pikiran untuk tetap hadir di momen saat ini.

Langkah-langkah

  • Duduk dengan punggung tegak atau berbaring dengan nyaman.
  • Tutup mata atau pandangan ke bawah.
  • Tarik napas dalam-dalam melalui hidung sebanyak 5 hitungan.
  • Hembuskan napas perlahan melalui mulut sebanyak 3-4 hitungan.
  • Fokuskan perhatian sepenuhnya pada sensasi pernapasan.
  • Jika pikiran melamun, kembalikan perhatian dengan lembut pada napas.
  • Lanjutkan bernapas dengan cara ini selama 5-10 menit atau lebih lama.

2. Teknik STOP

 

Teknik STOP dapat mengembalikan fokus dan kesadaran saat menghadapi situasi yang menantang atau saat pikiran terasa kacau. 

Langkah-langkah:

  • Stop (Berhenti) Ketika merasa kewalahan atau terbawa emosi, langkah pertama adalah berhenti sejenak dari apa yang sedang Anda lakukan. Hentikan aktivitas, gerakan, atau aliran pikiran Anda.
  • Take a Breath (Ambil Napas) Setelah berhenti, ambillah beberapa napas dalam dengan pelan dan penuh perhatian. Rasakan udara masuk dan keluar dari tubuh Anda. Ini membantu menenangkan pikiran dan tubuh. 
  • Observe (Amati) Amati apa yang sedang terjadi di dalam diri Anda saat ini. Perhatikan pikiran, perasaan, dan sensasi tubuh Anda tanpa menghakimi.
  • Proceed (Lanjutkan) Setelah mengamati dengan penuh kesadaran, lanjutkan dengan cara yang paling sehat. Buat keputusan atau tindakan selanjutnya dari tempat yang tenang dan jernih.

 

3. Teknik Grounding

 

Grounding melibatkan penggunaan indera untuk mengalami secara intensif hal-hal nyata di sekitar kita saat ini. Dengan berfokus pada sensasi fisik di masa sekarang, kita dapat melepaskan diri dari kekhawatiran akan masa lalu atau masa depan.

Langkah-langkah:

  • Perhatikan 5 objek/benda yang dapat dilihat disekitar Anda.
  • Rasakan atau sentuh 4 objek/benda yang ada disekitar Anda.
  • Dengarkan 3 suara yang ada di sekitar Anda.
  • Ciumlah 2 aroma yang ada di sekitar Anda.
  • Rasakan 1 sensasi rasa yang ada di sekitar Anda (Rasa makanan/minuman/dll).

 

Fenomena bunuh diri pada remaja merupakan tantangan besar yang perlu diatasi dengan pendekatan holistik dan berkelanjutan. Memang, faktor keimanan dan spiritualitas memiliki peran penting dalam mencegah tindakan bunuh diri. 

Namun, perlu disadari bahwa masalah resiliensi juga menjadi akar persoalan yang tak kalah krusial. Dengan bekal resiliensi yang kuat, remaja akan mampu menghadapi badai kehidupan dengan penuh ketangguhan. Pendekatan psikoedukasi mindfulness terbukti efektif dalam membantu remaja meningkatkan resiliensi mereka. 

Sudah saatnya lembaga pendidikan dan para pendidik menaruh perhatian lebih pada penguatan resiliensi dan kesehatan mental remaja. Hanya dengan generasi muda yang resilien dan bermental tangguh, Indonesia dapat mempersiapkan masa depan yang lebih cerah dan bebas dari bayang-bayang bunuh diri yang menyedihkan. 

Masa depan bangsa ada di pundak para remaja, maka sudah sepatutnya kita membekali mereka dengan resiliensi terbaik agar dapat menjadi tonggak kokoh bagi kejayaan negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun