Kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Kesehatan reproduksi sangat dipengaruhi oleh kehamilan, aborsi, kekerasan seksual, dan penyakit menular seksual.
Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan penyakit yang dimana dapat ditularkan dari seseorang kepada orang lain melalui hubungan seksual, cairan dan lain-lain. Seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal memiliki risiko yang sangat tinggi terkena PMS. Penyakit ini memiliki dampak yang serius bagi kesehatan reproduksi jika tidak ditangani dengan baik dan benar.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit menular yang terjadi dikalangan masyarakat yang belum ditemukan vaksin atau obat yang efektif untuk pencegahan HIV hingga saat ini. Sedangkan Acquired Immune Deficiency (AIDS) merupakan sekumpulan gejala yang dimana turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Mayoritas pasien HIV/AIDS Â yaitu penderita yang berada pada usia produktif, dengan rentang usia 26-35 dan 36-45 tahun. Â Saat ini HIV/AIDS adalah ancaman masalah kesehatan tidak hanya di Indonesia namun negara- negara di dunia. HIV/AIDS merupakan penyakit yang menyebabkan defisiensi imun sekunder yang peningkatan kasusnya terus bertambah sehingga menjadi masalah serius epidemik dunia.
HIV/AIDS menyebabkan berbagai masalah pada orang yang terinfeksi, yang dimana termasuk masalah kesehatan fisik, masalah sosial, dan juga dapat menyangkut pada masalah emosional. Masalah kesehatan fisik timbul disebabkan karena menurunnya imunitas tubuh secara progresif, membuat orang dengan HIV/AIDS rentan terhadap timbulnya berbagai penyakit lainnya, terutama pada penyakit menular dan ganas. Tanda klinis pada orang yang telah terjangkit HIV dan AIDS antara lain yaitu berat badan yang semakin menurun dalam satu bulan, diare kronis yang berlangsung selama lebih dari 1 bulan, demam yang berkepanjangan selama lebih dari 1 bulan, dan mengalami penurunan kesadaran serta gangguan-gangguan neurologis, dimensia HIV ensefalopati. Ada beberapa alasan yang menyebabkan terjadi tingginya risiko pada HIV yaitu hubungan seks gay dan lain-lain. Alasan-alasan tersebut sangat beragam dan rumit, mulai dari faktor-faktor biologis, gaya hidup, dan sosial.
ODHA merupakan singkatan dari orang dengan HIV-AIDS. ODHA akan hidup dengan beban virus yang ada pada dirinya. Kondisi tersebut membuat ODHA selalu mengkhawatirkan nyawanya karena takut datangnya ajal. Kecemasan yang dirasakan oleh seseorang dengan HIV/AIDS mengakibatkan hidup mereka sulit.
ODHA selalu berjuang untuk tetap dalam kondisi stabil dari waktu ke waktu, sementara ODHA juga berjuang dengan berbagai tantangan hidup seperti masalah sosial, kemiskinan, depresi, kecanduan narkoba, putus sekolah, kepercayaan, budaya dan keluarga, yang semuanya dapat mempengaruhi kualitas mereka.
Sehingga, Penderita HIV memerlukan pengobatan dengan Antiretrovial (ARV) yang dimana berfungsi untuk menurunkan jumah virus HIV yang ada didalam tubuh penderita agar tidak masuk ke dalam stadium AIDS. Dan untuk penderita AIDS membutuhkan Antriretrovial (ARV) untuk mencegah terjadinya infeksi oportunistik dengan berbagai komplikasinya.
Mengingat tingginya kasus HIV-AIDS yang ada di Indonesia tentu menimbulkan dampak yang buruk baik dari segi kesehatan maupun non Kesehatan. Penderita HIV-AIDS sangat mudah terserang berbagai penyakit dari yang ringan hingga yang berat dikarenakan kekebalan tubuh penderita semakin melemah dan memberikan dampak buruk lain bagi kesehatan penderita. Dalam kurun waktu jangka yang panjang, penderita HIV-AIDS pada umumnya akan berujung pada kematian. Sedangkan dari segi sosial, penderita HIV-AIDS sangat rentan mengalami diskriminasi oleh masyarakat karena penderita HIV-AIDS dianggap memiliki perilaku yang amoral dan masyarakat beranggapan bahwa AIDS merupakan penyakit menular berbahaya. Semakin tingginya kasus HIV-AIDS di Indonesia dapat menghambat pencapaian tujuan strategis dibidang Kesehatan.
Jumlah kasus yang terus meningkat setiap tahunnya perlu diupayakan peningkatan kapasitas pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan (LKB) teringerasi yang dimana dikembangkan menggunakan 6 pilar. LKB juga memberikan dukungan yang baik dari segi aspek medis, psikologis maupun sosial ODHA selama melakukan perawatan dan pengobatan antriretrovial (ARV). Masalah-masalah ini sering kali tidak dihadapi oleh ODHA saja, namun juga dialami oleh keluarga dan kerabat dekatnya sehingga sangat berpengaruh terhadap kulitas hidup ODHA. HIV/AIDS merupakan salah satu isu global yang menyebar hampir diseluruh belahan dunia. Â
Ketersediaan obat ARV dan konseling kepatuhan merupakan suatu masalah yang esensial dalam LKB. Bagi ODHA, terapi ARV bukan hanya merupakan komponen utama dalam pelayanan medis, namun merupakan suatu harapan yang dimana untuk tetap hidup secara normal dan baik. Terapi ARV berfungsi untuk memulihkan imunitas sehingga kuat untuk meningkatkan kualias hidup penderita serta mengurangi kesakitan dan kematian terkait HIV.
Keberhasilan terapi ini dapat kita lihat dari tanda-tanda klinis penderita yang membaik setelah melakukan terapi, salah satunya yaitu dengan tidak terjadinya deteksi infeksi opportunistik. Ukuran jumlah sel CD4 merupakan predator yang terkuat terjadinya komplikasi HIV. Sedangkan kepatuhan merupakan derajat yang dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya, semakin tinggi tingkat kepatuhan makan kemungkinan angka CD4 akan mengalami peningkatan dan viral load yang akan menjadi baik, hal ini dapat meningkatkan derajat kesehatan dan kulitas hidup ODHA.