Mohon tunggu...
Risman Senjaya
Risman Senjaya Mohon Tunggu... Lainnya - Writer Wannabe

Writer wannabe. Hobi fotografi dan musik. Peminat novel Tere Liye dan Ika Natassa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Room 309 (Bagian kedua)

11 Desember 2020   13:37 Diperbarui: 11 Desember 2020   13:42 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat kesadaranku pulih, sayup kudengar suara Gendis. Sepertinya dia sedang berbicara dengan seseorang. Ah, kepalaku terasa seperti baru saja dihantam palu gada. Kucoba membuka mata namun tak bisa. Kucoba menggerakkan badan, namun tak ada tenaga. Baiklah, tak banyak yang bisa kulakukan sekarang selain mendengarkan pembicaraan mereka. Dari obrolan mereka, Aku bisa mengenali suara Gendis, mba Lesti, dan Wulan.

 "Udah deh, Dis. Ngaku aja kalau Lo cinta sama Andra," sergah Lesti, crew paling senior dan paling judes dengan suara soprannya. Aku tidak akrab dengannya, namun tidak juga benci.

"Ngga ada apa-apa antara Gue dan mas Andra, mba Lesti. Kita memang dekat, tapi diantara kita ngga ada perasaan cinta," ujar Gendis dengan suara lembut.

"Atau mungkin Lo, Wulan. Gue sering lihat Lo kasih uang tips ke mas Andra. Hayo, ngaku aja!" Kali ini giliran Gendis yang menyerang.

"Nah, koq urusan uang tips dihubungkan dengan cinta. Lo semua kan paham kalau Gue dari dulu royal sama semua OB, bukan cuma mas Andra. Gue orangnya senang berbagi, makanya rezeki Gue lancar." Wulan sang bintang di La Viola membela diri. Setelahnya mereka terus berdebat. Selagi mereka berdebat, pikiranku berusaha menyusun kepingan-kepingan puzzle yang berserakan.

Keping puzzle pertama: cerita Gendis bahwa Donna bunuh diri karena depresi ditinggal pergi oleh tamu yang dicintainya. Keping puzzle kedua: perkataan sosok hantu Donna yang menyuruhku pergi atau akan ada yang mati. Keping puzzle ketiga: pesan berulang kali dari lipstik di cermin room 309 yang bertuliskan "Love me I'm perfect". Masih ada kepingan puzzle yang hilang.

Ah, sial! Deduksiku tak bisa menjelaskan ini semua. Saat kebuntuan itu, kudengar suara pintu dibuka. Tak lama kudengar suara koh Akew bertanya tentang apa yang terjadi. Kembali terdengar perdebatan antara Gendis, mba Lesti dan Wulan.

"Cukup! Kalian harus selesaikan masalah ini seperti sebelumnya. Bila tidak, kalian bertiga harus angkat kaki," ancam pria paruh baya itu. Seketika suasana menjadi hening.

Seperti sebelumnya? Berarti hal ini pernah terjadi sebelumnya. Dan mereka tahu solusinya. Satu lagi kepingan puzzle Aku dapatkan. Aku hanya butuh bertanya tentang kejadian sebelumnya agar puzzle ini bisa kurangkai.

Perlahan energi pada tubuhku mulai kembali. Kubuka mata dan Aku menyadari diriku terbaring di ranjang rumah sakit. Selang infus terpasang di lengan kiriku. Kupegang bagian kepalaku yang terbentur sudah dipasang perban. Sepertinya ada beberapa jahitan disana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun