Mohon tunggu...
Risman Senjaya
Risman Senjaya Mohon Tunggu... Lainnya - Writer Wannabe

Writer wannabe. Hobi fotografi dan musik. Peminat novel Tere Liye dan Ika Natassa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wine Wine Solution

13 November 2020   14:39 Diperbarui: 13 November 2020   14:43 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apa itu, Beb?" tanya Galih pada Ghea yang menenteng shopping bag berukuran besar. Ghea tak menyahut dan meletakkan bawaannya itu di kursi baris kedua. Raut wajah Ghea nampak seperti ingin menerkam seseorang. Hmm... sepertinya ada yang kedatangan siklus bulanan, batin Galih. Tapi seingatnya, baru pekan kemarin tamu bulanan itu berkunjung. Galih lalu memacu Honda CRV hitamnya meninggalkan lobby kantor Ghea. Mereka meretas kemacetan kawasan Meruya menuju arah Tangerang.     

"Kamu tahu hari ini hari apa?" tanya Ghea sejurus kemudian. Galih menatap Ghea dengan tatapan heran. Bukan menjawab pertanyaannya, malah mengajukan pertanyaan yang tidak penting untuk dijawab, pikir Galih.

"Hari rabu. Memangnya kenapa sih, Beb?" jawab Galih sambil menyalakan audio mobil. Tak lama kemudian terdengar suara jazzy Eva Celia menyanyikan Kala Senja. Lagu yang membuatnya tetap waras menghadapi kemacetan sepulang kerja sebagai budak korporasi.

"Salah! Hari ini adalah winesday," kata Ghea ketus. Ia lalu mengganti playlist lagu dengan musik breakbeat dari gawainya dan menambah volumenya.  Galih hanya geleng-geleng dan tersenyum tipis melihat tingkah Ghea. Sekarang ia sudah mengetahui apa isi bungkusan yang dibawa oleh gadis berlesung pipi itu.

Mobil pun memasuki jalan tol Jakarta-Merak yang ramai lancar. Sepanjang perjalanan Galih berkali-kali mencuri pandang ke arah Ghea yang masih merengut. Ia menduga-duga masalah apa yang sedang dialami gadis cantik disampingnya itu. Bisa jadi karena baru saja dimarahi atasan, mendapat klien yang menyebalkan, atau gagal dalam pitching. Entahlah, Galih hanya bisa menerka.

Sesampainya di unit apartemen, Ghea langsung membersihkan diri. Galih memilih untuk bersantai menonton TV ditemani sekaleng softdrink dingin. Tak berapa lama, perutnya terasa lapar. Ia lalu memesan beberapa menu untuk makan malam via aplikasi daring.

"Makan malam dulu, Beb. Ini sudah aku pesankan yakiniku rice bowl dan salad," tawar Galih begitu melihat Ghea keluar dari kamarnya. Ghea yang mengenakan baju terusan nampak tak berselera untuk makan. Ia hanya menggeleng. Walau nampak lebih segar, namun raut wajahnya belum banyak berubah.

"Ayolah, kalau kamu telat makan, nanti kamu sakit. Aku ngga mau melihat kamu sakit. Makanlah sedikit aja," rayu Galih dengan gigih. Ghea pun luluh, walau dengan setengah hati. Disuapnya beberapa sendok lalu lanjut menyantap sedikit salad.  Selesai makan, Ghea lalu mengambil bungkusan yang baru sore tadi ia beli. Dibukanya perlahan, dan isinya sudah seperti yang Galih duga.

"Beb, aku bisa mengerti bila emosi kamu meledak-ledak. Aku bisa memahami bila kamu tiba-tiba uring-uringan ngga jelas. Aku rela menjadi tempat sampah buat kamu. Tapi jujur aku tak mengerti ritual kamu yang satu ini," ujar Galih seraya menatap dalam mata Ghea. Nada bicaranya pelan tapi intonasinya tegas.

"Kamu tak akan pernah mengerti," kata Ghea datar. Ia lalu membawa isi bungkusan itu ke balkon dan meletakkannya di atas meja kecil. Galih menyusul membawa gelas wine dan wine screw lalu meletakkannya di meja. Galih dan Ghea lalu duduk berhadapan.

Ritual bertajuk wine wine solution pun dimulai. Galih membuka segel dan penutup gabus botol red wine asal New Zealand itu. Dituangkannya cairan berwarna merah keunguan itu kedalam gelas wine yang ada dihadapan Ghea. Sayup-sayup terdengar musik jazz instrumental dari perangkat home theatre mengalun lembut. Angin malam pun lembut menerpa kedua insan itu.

Ghea memegang tangkai gelas wine lalu menggoyangkannya dengan gerakan memutar.  Ia lalu menghirup dan menikmati aromanya sejenak. Ghea lalu memulai tegukan pertama setelah berkumur. Minuman dari anggur berjenis Pinot Noir itu pun memenuhi rongga mulut Ghea. Rasa anggur, kayu manis dan mint membelai lidah Ghea. Teksturnya medium dengan sedikit rasa masam ceri dan sepat. Minuman seharga ratusan ribu itu juga meninggalkan sedikit rasa cola pada after taste-nya.

"Setiap masalah selalu datang dengan solusinya, Beb. Tapi bukan dengan cara seperti ini," tutur Galih sambil memegang botol dan membaca labelnya. Ghea yang sedang menikmati wine tampak acuh. Kamu tidak tahu kalau masalah yang aku alami ini tidak ada solusinya, paling tidak untuk saat ini, begitu benak Ghea.

Ghea terus menenggak minuman berkadar alkohol 14% itu. Semakin lama kesadarannya makin tergerus, tapi ia tak ingin berhenti. Saat setengah mabuk, ia mulai meracau. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Galih hanya menatap tanpa bisa berbuat apa-apa. Mungkin ini yang dibutuhkan oleh Ghea malam ini, begitu pikirnya.

Tak berapa lama, Ghea pun ambruk. Beruntung Galih dengan sigap menahannya. Galih pun membopong Ghea ke kamar dan membaringkannya di ranjang. Ia lalu duduk disamping dan membelai rambut panjang Ghea. Setelah yakin Ghea terlelap, Galih menatap wajah Ghea dan berkata lirih.

"Jangan pikir Aku tak tahu apa alasanmu berbuat seperti ini, Ghea. Kamu memiliki segalanya yang bisa membuatku terpesona. Maafkan Aku yang belum bisa seperti yang kamu mau." Galih lalu mengecup kening Ghea dan kembali menuju balkon.

Sudah hampir tengah malam, lalulintas jalan M.H. Thamrin Tangerang masih saja ramai.  Dari lantai delapan apartemen Kota Ayodhya, pikiran Galih bertamasya ke masa lalu. Disaat sendiri seperti ini, ada satu wajah yang selalu menghampirinya. Disaat seperti ini, ada satu nama yang selalu ia sebut dalam lirih. Bukan, bukan Ghea.

Bunyi nada dering Twinkle memutus lamunan Galih. Siapa pula yang menelpon di waktu seperti ini, benaknya. Ia meraih gawainya, dan satu nama tertera disana. Nama yang selama ini jadi lamunan dirinya. Ada rasa bahagia bercampur was-was ketika Galih menerima panggilan itu.

Raut wajah Galih berubah suram setelah menerima panggilan itu. Ada rasa yang tak pernah bisa ia ungkapkan. Ada kata yang pernah tak bisa ia ucapkan. Ada rindu yang tak pernah ia sampaikan. Dan itu terasa lebih meremas-remas hatinya.

Diliriknya botol wine yang masih menyisakan setengah isinya. Sepertinya malam ini Aku juga butuh wine wine solution, benak Galih.  

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun