Mohon tunggu...
Risman Senjaya
Risman Senjaya Mohon Tunggu... Lainnya - Writer Wannabe

Writer wannabe. Hobi fotografi dan musik. Peminat novel Tere Liye dan Ika Natassa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jakarta Oh Jakarta

2 November 2020   08:06 Diperbarui: 2 November 2020   08:17 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Akang hampir ngga ngenalin kamu, Asih. Kamu teh makin geulis aja. Mirip artis sinetron Lania Fira." Aku membuka percakapan dengan basa-basi.

"Ah, Kang Dayat mah bisa aja. Pasti dulu istri Akang digombalin seperti ini juga," jawab Asih tersipu. Kulihat itu dari kaca mobil. Aku tidak menggombal. Asih memang makin terlihat cantik dari terakhir kali kulihat dia sekitar lima tahun lalu. 

Entah perawatan apa yang ia gunakan hingga bisa jadi secantik sekarang. Bagiku, wanita cantik itu terbagi menjadi tiga. Pertama, cantik dari sananya. Kedua, cantik dari dananya. Ketiga, cantik dari sananya dan dananya. Menurutku Asih masuk kategori yang ketiga.

"Kamu sudah berapa tahun di Jakarta?" tanyaku lagi.

"Hmm... Sudah lima tahun lebih. Memangnya kenapa, Kang?" Asih balik bertanya.

Aku tak langsung menjawab. Pikiranku sedikit berkelana ke masa silam saat pertama kali merantau ke Jakarta. Kau tahu, setelah sepuluh tahun merantau ke kota ini, aku punya satu benang merah. Jakarta sedemikian hebatnya, hingga orang-orang yang pernah bersentuhan dengannya, tak akan pernah menjadi orang yang sama lagi.

"Sedikit banyaknya, Jakarta pasti mengubah diri kita, Asih. Kota ini akan membuat kita meredefinisikan banyak hal dalam hidup kita. Meredifinisi makna impian, keluarga, hubungan, dan juga waktu. Meredefinisi mana yang penting, mana yang tidak. Itu yang Akang rasakan. Menurut kamu?"

Asih tak menjawab. Ia menatap ke arah kaca samping mobil. Memandangi rinai air hujan yang mulai turun. Aku sebenarnya tak butuh jawabannya. Aku hanya ingin sedikit mengganggu pikirannya saja. Aku paham isi otak orang-orang seperti Asih. Jangan kau tanya mengapa aku begitu yakin.

Kunyalakan audio mobil, tak lama kemudian terdengar suara Louis Eliot menyanyikan Broken Barbie Doll. Bagiku orang-orang seperti Asih adalah Broken Barbie Doll. Kau mengerti maksudku kan?    

Sebelum pukul sembilan malam, kami tiba di tujuan. Sebuah rumah mewah dua lantai bergaya Victoria telah menanti. Kulihat mobil Lexus LX 570 berwarna putih telah terparkir di garasi. Berarti pak Budi sudah sampai disini.

Aku membawa masuk koper ke dalam kamar. Asih langsung menghambur ke dalam pelukan pak Budi yang sedang bersantai di sofa ruang tengah. Keduanya lalu bermesraan dan seterusnya tak perlu kutulis disini. Segera aku menjauh, menghargai privasi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun