Mohon tunggu...
Risman Senjaya
Risman Senjaya Mohon Tunggu... Lainnya - Writer Wannabe

Writer wannabe. Hobi fotografi dan musik. Peminat novel Tere Liye dan Ika Natassa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jakarta Oh Jakarta

2 November 2020   08:06 Diperbarui: 2 November 2020   08:17 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Orang yang bilang kalau uang itu tidak penting, pasti belum pernah merasakan kekurangan uang sepanjang hidupnya. Mungkin dia anak sultan yang kekayaannya tak habis dibagikan untuk tujuh turunan. 

Uang memang bukan segalanya, tapi segalanya dibeli dengan uang. Bisa juga dibeli dengan kartu kredit sih. Tapi tetap saja tagihan kartu kreditmu, dibayar dengan uang kan?  

Apa katamu? Uang tidak mampu membeli kebahagiaan? Iya, Aku setuju. Tapi segala yang membuatmu bahagia, dibeli dengan uang kan? Sudahlah, intinya saat ini aku butuh uang. 

Pekerjaan apa pun akan kulakoni, yang penting aku mendapatkan uang untuk menafkahi istri dan dua anakku. Seperti sekarang ini, aku menjadi supir pribadi. Persetan dengan gengsi sebagai sarjana ekonomi dan mantan Asisten Manajer. Pandemi bedebah!

"Dayat, nanti kamu jemput  Dita di apartemen Golden Sky jam 7 malam. Antar ke tempat biasa. Yuk, kita berangkat!" Perintah Pak Budi Santoso, membuyarkan lamunanku. Aku mengangguk dan segera bangkit membukakan pintu Vellfire putih yang menjadi tanggungjawabku. 

Wajah Pak Budi terlihat kusut, mungkin urusan pekerjaannya sedang rumit. Beliau adalah majikanku yang juga anggota DPAR (Dewan Perwakilan Amanat Rakyat) dari partai Pohon Rindang. Sudah tiga bulan ini aku bekerja sebagai salah satu dari supir pribadi di keluarganya.

***    

"Asih?" ujarku ragu menatap sosok wanita cantik berusia kira-kira awal dua puluhan didepanku. Ia menatapku lekat, lalu menutup mulutnya terkaget.

"Kang Dayat? Iyeu teh Kang Dayat? Kang Dayat teh siapanya Om Budi?" tanya wanita berambut gelombang kecoklatan itu. Dengan blouse putih, blazer dan rok midi berwarna peach, wanita bernama Dita Sumiarsih itu tampak anggun berkelas.

"Akang teh supir pribadi pak Budi Santoso. Sini kopernya, biar Kang Dayat yang bawa. Yuk berangkat, kita ngobrol sambil jalan aja." Aku lalu melangkah meninggalkan lobi apartemen. Asih mengikuti langkah cepatku menuju parkiran. Sesampainya di mobil, Asih duduk di baris dua alih-alih di sampingku.

Kulajukan mobil bermesin 2500cc itu membelah lalu lintas ibukota menuju arah selatan. Tujuanku adalah sebuah rumah di kawasan yang terkenal dengan sirkuit kebanggaan negeri ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun