Mohon tunggu...
Risman Aceh
Risman Aceh Mohon Tunggu... profesional -

Anak Pantai Barat Selatan Aceh. @atjeh01

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Serambi Cinta | Bagian 3

9 Mei 2010   14:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:19 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="Unduh dari 1.bp.blogspot.com "][/caption]

Bagian 2: Tapi, petir seperti menyambar Andi kala suatu hari Nur Silvi mengungkap maksud putus. Andi betul-betul kehilangan kendali. Tapi, untuk marah juga tidak mungkin karena dari penjelasan Nur Silvi ia tahu kalau semua ini adalah kehendak orangtuanya yang ternyata telah menjodohkan dirinya dengan anak kenalan orangtuanya...

Diam-diam Andi memperhatikan lebih seksama wajah Rina. Rasanya, Andi menemukan sesuatu yang akrab dengan bentuk alis mata, bibir, kening, dan dagu. Tidak persis memang tapi sosok Nur Silvi terasa begitu lekat di wajah Rina. Andi mencoba mengucek kedua matanya dan sekali lagi memperhatikan dengan seksama. Ia memang, Rina memiliki kemiripan dengan Nur Silvi.

"Ya Tuhan, ada apa dengan mata dan hatiku ini. Mengapa orang yang kutabrak sangat mirip dengan Nur Silvi yang kini sudah pergi. Ada apa dibalik semua rencana mu untukku wahai Tuhanku?"

Andi kembali memeriksa keyakinan dirinya kalau Rina tidak mirip dengan Nur Silvi. Tapi semakin pikirannya menolak semakin menguat pula hatinya menyatakan kalau Rina memang mirip Nur Silvi.

"Rina, atau siapa pun dirimu, tolong segeralah sadar. " Andi akhirnya buka suara dan berbicara dengan Rina yang masih belum sadar.

"Aku tahu kamu belum sadar. Tapi aku yakin kamu pasti mendengar semua ucapanku. Pertama, aku minta maaf. Akulah yang telah membuatmu seperti ini akibat ulahku yang mengemudi sembarangan. Aku juga minta maaf karena tadi tidak segera menolongmu. Terakhir, aku minta maaf karena telah mengaku sebagai kekasihmu dan juga udah menamaimu dengan Rina."

"Tapi sungguh, cepatlah sadar agar aku bisa segera mengantarmu pulang. Aku tidak mungkin bisa lama di dekatmu. Semakin aku melihatmu semakin hatiku dilanda rindu pada kekasihku Nur Silvi padahal kami sudah berpisah. Jadi, pleseee, tolonglah cepat sadar. Nanti semua biaya penyembuhanmu akan aku tanggung dan aku pastikan akan rutin mengirim biaya lewat rekeningmu sampai kamu benar-benar sembuh. Aku tidak akan menemuimu lagi karena menatapmu membuat aku tersiksa oleh rindu."

***

Bulan masih tersisa di langit walau matahari sudah merambat pagi. Mungkinkah ini sebuah pertanda akan kenangan yang masih tersisa? Entahlah. Tapi, yang jelas, rencana untuk meninggalkan Rina pagi ini setelah ia tersadar tidak terjadi. Rina, ternyata sadar dengan tanpa mengingat apa-apa termasuk tentang dirinya sendiri.

Rina terserang amnesia. Menurut dokter bisa jadi benturan yang mengenai bagian belakang kepalanya sebagai penyebab Rina kehilangan daya ingat. Tapi menurut dokter tidak akan berlangsung lama.

"Jangan kuatir. Rina akan segera pulih dan mengingat semuanya. Syaratnya, sebagai kekasihnya kamu mesti mendampinginya dengan penuh kasih sayang."

Andi tertegun tanpa bisa bersuara. Rencananya untuk segera berpisah dengan Rina justru membuatnya tidak mungkin untuk membiarkan Rina sendirian dalam kondisi amnesia. Meninggalkan Rina sama dengan membiarkan Rina lebih menderita akibat ulahnya yang telah menabrak. Bagaimana pun aku harus bertanggungjawab.

"Ya tuhan, ada rencana apa dibalik semua ini?" Andi membatin.

Di lain sisi, Andi seperti merasa ada teguran Tuhan untuknya. Betapa tidak, sejak berpisah dengan Nur Silvi Andi seperti kehilangan pijakan. Maka, kenakalannya pun kembali menghinggapi dirinya. Shalat mulai bolong-bolong dan ajakan teman-temannya untuk dugem ala rumahan dan merokok juga kembali dilakukan. Dan, satu hal yang kembali dilakukan adalah ngebut di jalan raya kota kala sore dan malam hari.

Ada kepercayaan yang tumbuh pada dirinya kalau ngebut bisa membuatnya lupa pada Nur Silvi. Dan, itu dianggap dapat mengobati luka hatinya.

Namun, sejak ia menabrak Rina, nama Tuhan kembali menyusup kerelung hatinya. Ia mulai lagi memikirkan akan rencana Tuhan dibalik tabrakan yang telah membuat ia bertemu dengan Rina.

"Ya Tuhan, aku mesti membawa Rina kemana. Dia sama sekali tidak ingat apa-apa akan dirinya. Tapi, aku tidak mungkin membawanya pulang ke rumah. Bisa-bisa orangtuaku marah besar karena telah membawa anak gadis orang. Dan pasti akan semakin marah jika meraka tahu kalau Rina sudah aku tabrak dan kini hilang pula ingatannya. " (Bersambung..)

Bagian 4:

Dengan gerakan reflek Andi sudah berada persis di samping Rina. Ia bak kekasih sebenarnya reflek pula menggenggam tangan kanan Rina, dan berucap lembut. "Kamu ada dirumah sakit. Dan kamu Rina, pacarku."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun